Mohon tunggu...
Tomy Bawulang
Tomy Bawulang Mohon Tunggu... Human Resources - Pembaca

Pendengar, Penyimak, , dan Perenung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berhasilkah Megahagho?

28 Mei 2022   14:01 Diperbarui: 30 Mei 2022   13:04 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Catatan Evaluatif Kinerja Pembangunan Sosial Ekonomi

 Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe

dibawah Kepemimpinan Jabes Ezar Gaghana dan Helmud Hontong

periode 2017-2022

Minggu 22 Mei 2022 secara resmi Saudara Jabes Ezar Gaghana, mengakhiri masa jabatannya sebagai Bupati Kepuluan Sangihe. Jabes yang pada Pilkada 2017 berpasangan dengan Alm. Helmud Hontong dengan akronim nama pasangan Megahagho secara fenomenal memenangkan Pilkada 2017 meski berhadapan dengan Bupati incumbent saat itu yang di dukung penuh oleh kekuatan PDIP sebagai Partai Pengusung. 

Kekuatan pasangan Megahagho saat itu adalah momentum euphoria masyarakat Sangihe yang menginginkan perubahan dan kemajuan pembangunan di Kabupaten Perbatasan Utara Indonesia ini yang saat itu dirasa oleh sebagian besar masyarakat Sangihe mengalami stagnasi. 

Pertanyaan saat ini yang menari untuk dijawab disaat masa periode kepemimpinan Jabes berakhir adalah, Apakah Jabes berhasil menjawab ekspektasi masyarakat Sangihe yang menitipkan mandat dan harapannya sebagai Bupati?

Catatan ini adalah bagian pertama dari seri catatan yang saya tulis sebagai catatan evaluatif kinerja Jabes dan Helmud serta Kabinet Megahagho selama 5 tahun  terhitung sejak 22 mei 2017 sampai 22 Mei 2022. 

Sebelum saya lanjutkan, perlu kita catat bersama bahwa sebagai bagian dari dinamika roda pemerintahan duo Megahagho, pada tahun kedua (2018), publik melihat bahwa hubungan Bupati Jabes dan Wakil Bupati Helmud mulai retak. Keretakan hubungan keduanya ditandai oleh banyak peristiwa dan salah satu peristiwa puncaknya adalah masing masing mengusung dan menjadi tim kampanye dari Pasangan Calon Gubernur Sulwawesi Utara yang berbeda pada pilgub 2020 lalu. 

Jabes menjadi bagian dari Tim Tety Paruntu lewat partai  Golkar sedangkan Helmud yang merupakan pengurus dan kader Partai Golkar justru menjadi Tim Olly Dondokambey. 

Dalam catatan dan memori kolektif publik Sangihe keretakan hubungan keduanya membangun kesan bahwa Bupati adalah single power yang menjalankan roda pemerintahan sementara Wakil Bupati tidak diberi ruang secara leluasa oleh Bupati. Citra ini semakin kuat mengemuka sampai saat saat terakhir Helmud menghembuskan nafas terakhir di dalam pesawat saat sedang transit dalam perjalanan Denpasar - Makassar- Manado tanggal 9 Juni 2021.

Dalam menulis catatan evaluatif ini, saya tidak menafikan fakta fakta tersebut diatas karena tentu saja keretakan hubungan tersebut berperngaruh terhadap kinerja birokrasi serta jalannya pemerintahan selama 5 tahun. 

Namun, dalam evaluasi ini kinerja pemerintahan Kabupaten Sangihe harus dilihat sebagai hasil kinerja bersama duo Megahagho. Secara de Jure mereka 'satu paket" hasil demokrasi yang sah meskipun de facto nya Jabes lebih dominan dan menjadi penguasa tunggal apalagi sejak meninggalnya Helmud pada Juni 2021.

Catatan bagian pertama ini saya fokuskan untuk melihat kinerja kepemimpinan Megahagho dibidang Sosial Ekonomi. Seberapa Maju Pembangunan bidang sosial ekonomi Sangihe di bawah kepemimpinan duo Megahagho? (atau di bawah Kepemimpinan Jabes Ezar Gaghana?)

Dalam mengukur perkembangan kemajuan Sosial Ekonomi, Badan Pusat Statistik menggunakan beberapa indikator makro, berikut ulasan tiap indikator tersebut.

Tingkat Pengangguran Terbuka

Pemerintahan Megahagho memulai pemerintahannya dengan angka tingkat Pengangguran terbuka pada tahun 2017 berada pada posisi 5,11% dalam setahun angka ini berhasil di tekan menjadi 3,54% pada tahun 2018. 

Jika dilihat dari trend angka partisipasi kerja beberapa tahun terakhir, terlihat ada korelasi antara penurunan atau kenaikan angka pengangguran terbuka dengan jumlah dana transfer pusat ke daerah. 

Hal ini disebabkan salah satunya karena untuk Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe, belanja pemerintah masih terbilang merupakan komponen yang sangat significant dalam mendongkrak denyut nadi perekonomian daerah. Ini terbukti dalam postur PDRB menurut pengeluaran Kabupaten Kepulauan Sangihe tahun 2017 -2021 masih terbilang tinggi dibandingkan dengan indikator pengeluaran dalam PDRB lain seperti Konsumsi Rumah Tangga yang pada tahun 2018 tercatat sebesar 1.996.445,14; Sementara untuk belanja pemerintah ditahun yang sama terakumulasi dari Konsumsi Pemerintah dan PMTB senilai 2.728.885. 

Ini menegaskan bahwa dana transfer yang menjadi belanja Pemerintah menjadi satu determinant penting pencapaian indeks sosial ekonomi daerah termasuk didalamnya angka pengangguran terbuka dan angka kemiskinan. Contoh korelasi riil dari hal ini dapat dilihat ketika tahun 2019 dan 2020 Kabupaten Sangihe mendapatkan kucuran Dana Alokasi Khusus (DAK) reguler fisik terbesar di Provinsi Sulwasi Utara (tahun 2019 sebesar 170, 195, 996,892; dan tahun 2020 sebesar 156,167,564,123) pada dua tahun berturut turut, angka kemiskinan berhasil turun dari angka 11,82% pada tahun 2018 menjadi 11,15% di tahun 2019 dan 11,14% ditahun 2020. 

Hal ini menunjukan bahwa Dana DAK fisik ini memiliki daya ungkit (leverage) yang cukup significant terhadap serapan tenaga kerja di Sangihe mengingat jumlah tenaga kerja pada bidang konstruksi terbilang cukup besar.   

Meski demikian, memahami angka angka indikator ini tidak cukup dengan model logika linier karena sering angka angka statistic menyajikan anomali yang memaksa kita mendalami realitas dibalik angka tersebut. 

Salah satu contohnya adalah angka  pengangguran terbuka. Meski tahun 2019 dan tahun 2020 performa fiskal Pemerintah Daerah cukup baik dan menjadi "juara 1" se provinsi Sulawesi Utara dalam memperebutkan dana DAK fisik, namun dari persentase angka pengangguran terbuka angka ini kembali perlahan meningkat menjadi 4.01% (2019), 4,91% (2020), dan 4.71% (2021). 

Ketika ditelusuri, hal ini dipicu oleh kembalinya ribuan tenaga kerja asal Sangihe yang selama ini menjadi pekerja tambang di luar daerah ke Sangihe. Badan Pusat Statistik Sangihe mencatat bahwa jumlah angka pengangguran di Sangihe meningkat drastis dari angka 2,328 di tahun 2018 menjadi 3,319 pada tahun 2020. 

Secara statistik jelas ini memberi pengaruh terhadap perhitungan kinerja pemerintah daerah. Sehingga jika dibandingkan pada titik awal di tahun 2017, kinerja Pemerintah Megahagho dalam mengurangi angka pengagguran sampai tahun 2021 adalah sebesar 0.4%. 

Tentu data ini menjadi bagian evaluasi untuk pemerintah khususnya terhadap program program terkait yang sudah dilakukan dalam upaya untuk mengurangi angka pengangguran seperti pelatihan pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja serta dibukanya dua Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas selama Pemerintahan Megahagho.

Pengentasan Kemiskinan

Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu fokus kinerja Megahagho. Dalam tujuh point misi Megahagho, pengentasan kemisikinan menempati urutan prioritas pertama yang kemudian juga ditetapkan sebagai prioritas pertama dari tujuh belas prioritas pembangunan dalam RPJMD 2017-2022. 

Program pengentasan kemiskinan ini kemudian dilaksanakan melalui program program sektoral. Salah satu yang berikaitan langsung dengan indikator kemiskinan adalah perumahan. Da.lam Indokator kemiskinan, aspek yang berkaitan dengan perumahan cukup dominan dan ini diintervensi oleh Pemerintah melalui program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Data menunjukan bahwa selama periode Pemerintahan Megahagho tahun 2017-2022, jumlah rumah yang tidak layak huni (RTLH) yang di intervensi dengan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sejumlah 3114 Unit. Sebuah angka yang patut diacungi jempol. Program lain seperti intensifikasi produk pangan lokal yang dibarengi dengan kampanye mengurangi konsumsi beras seperti program Dua Hari Tanpa Nasi juga digalakkan untuk mendongkrak pendapatan masyarakat petani. Upaya untuk membuka pasar khusus untuk produk lokal sebagai bentuk keberpihakan dan program afirmatif terhadap masyarakat petani dan nelayan dengan dibukanya PASTANE atau Pasar Tani dan Nelayan dengan memanfaatkan Pasar Tona yang beberapa tahun telah terbengkalai juga dilakukan. Tak tanggung tanggung sebagai bentuk advokasi kebijakan ini, ASN diwajibkan belanja di PASTANE agar bisa menghidupkan pasar ini meski setelah beberapa bulan berjalan program ini harus berhenti ditengah jalan karena partisipasi publik yang rendah ditengah masalah perencanaan sistem logistic dan transportasi dari produsen di kampung ke lokasi pasar di Tahuna yang tidak matang. "Besar pasak dari tiang" ucap salah seorang partisipan program ini yang kemudian berhenti berjualan karena merugi.

Lantas bagaimana hasil dari upaya upaya  tersebut?

Data statistik menunujukan bahwa diawal pemerintahan Megahagho persentase penduduk miskin di Kabupaten Sangihe sebesar 11.8% atau sekitar 1827 orang dari jumlah penduduk miskin yang tercatat berjumlah 15380 orang (BPS, 2018). 

Di tahun 2021 persentase penduduk miskin tercatat berjumlah 11.02% (BPS, 2022). Data ini menunjukan bahwa kinerja Pemerintahan Megahagho dalam pengentasan kemiskinan tidak berhasil mencapai target yang awalnya ditargetkan mencapai 6,6% dan hanya mampu berkurang sebesar 0.78%. Meskipun demikian, hal yang perlu diapresiasi adalah meski diterpa perisitiwa bencana non alam Pandemi Covid 19 yang menyebabkan katastropi ekonomi nasional dan memporak porandakan semua aspek kinerja pemerintahan, Pemerintah Megahagho, meski angkanya sangat kecil, tetap secara konsisten berhasil mengurangi angka kemiskinan khususnya dalam  dua tahun masa pandemic Covid 19 yakni tahun 2020 menjadi 11.5% dari tahun sebelumnya 11.5% dan ditahun 2021 menjadi 11.02% (BPS, 2022). 

Sekali lagi, ini perlu dicatat dan di apresiasi karena tahun 2020 dan 2021 adalah tahun yang sangat sulit bagi semua lapisan pemerintahan karena bencana Pandemi Covid 19 yang tidak saja merupakan bencana nasional tapi juga merupakan bencana global.

Jika kita bandingkan data statistik tentang angka kemiskinan dengan periode pemerintahan sebelumnya yakni periode tahun 2011-2016 saat Hironimus Makagansa sebagai Bupati dan Jabes sendiri sebagai Wakil Bupati, tentu saja dalam hal pengentasan kemiskinan Jabes terbilang sedikit lebih berhasil dibanding predesornya Bupati Hironimus karena persentase penduduk miskin diawal Pemerintahan Hironimus yang berjumlah 11,69% di tahun 2011 justru meningkat menjadi 12,28% di akhir masa jabatan tahun 2016. Tentu saja kita juga harus mencatat bahwa keduanya mengalami kondisi dan tantangan yang berbeda. 

Hironimus menghadapi situasi krisis ekonomi nasional ditahun 2013 dan Jabes harus menghadapi tantangan combo, krisis Ekonomi tahun 2018 yang mengakibatkan peningkatan persentase penduduk miskin dari 11.80% di tahun 2017 menjadi 11.82; serta hantaman katastropi ekonomi global lewat Pandemi Covid 19 dalam dua tahun berturut turut tahun 2020 -2021.  

Terkait pengentasan kemiskinan, hal lain yang juga perlu menjadi bahan evaluasi adalah tingkat kesenjangan atau ketimpangan pendapatan dan pengeluaran penduduk yang diukur dengan Rasio Gini. Nilai Rasio Gini berkisar antara 0 hingga 1. Nilai Rasio Gini yang semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi. Rasio Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Rasio Gini bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Dengan kata lain, Rasio Gini diupayakan agar mendekati 0 untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk. Diawal Pemerintahan Megahagho, Rasio Gini berada pada angka 0.340 pada tahun 2017; sempat meningkat menjadi 0.370 ditahun 2018, menurun menjadi 0,340 ditahun 2019, berhasil turun lagi menjadi 0,320 ditahun 2020, namun kembali meningkat menjadi 0,340 di tahun 2021.  

Data ini menunjukan bahwa tingkat kesenjangan/ketimpangan selama masa pemerintahan Megahagho, meski terlihat fluktuatif namun diakhir periode pemerintahan nilai ini tidak berubah dibanding nilai Rasio Gini awal di tahun 2017. Namun jika di tarik mundur pada periode sebelumnya, nilao Rasio Gini di Tahun 2016 adalah sebesar 0.360. 

Artinya jika angka rasio gini tahun 2017 diperhitungkan sebagai hasil kinerja tahun pertama Megahagho maka angka terjadi penurunan Rasio Gini sebesar 0.02 ditahun 2021 dari angka 0.360 ditahun 2016.     

Indeks Pembangunan Manusia 

Indeks Pembagunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur kinerja pemerintah dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Indeks yang di perkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) ini menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. 

IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yakni : 1) Dimensi kesehatan yakni umur panjang dan hidup sehat ; 2) Dimensi Pendidikan Pengetahuan; 3) Dimensi standard hidup layak. Secara riil ini merupakan agregat akumulatif dari beberapa indikator seperti angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata rata lama sekolah, serta pengeluaran perkapita.

Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat penting bagi daerah karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintahan yang menyentuh aspek layanan sosial dasar yakni pendidikan dan kesehatan, IPM juga merupakan salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan salah satu sumber utama dana pemerintah daerah.

Pemerintahan Megahagho mengawali kinerjanya dengan warisan angka IPM 68.52 di tahun 2016 dan berhasil meningkatkan menjadi 69.14 ditahun 2017 dan secara konsisten meningkat dan mencapai angka 71.07 di tahun 2021. Ini berarti total peningkatan IPM selama masa kerja Megahagho adalah sebesar 2.55 (BPS, 2022).

Angka peningkatan IPM ini dapat ditelusuri lebih dalam lewat peningkatan Indeks dimensional untuk IPM seperti angka harapan hidup yang di tahun 2016 berada pada angka 69.26 (tahun), menjadi 70.18 (tahun) di tahun 2021. 

Harapan lama sekolah juga mengalami sedikit peningkatan dari 11.71 di tahun 2016 menjadi 12,47 ditahun 2021. Rata rata lama sekolah di tahun 2016 berada pada angka 7.70 (tahun) menjadi 8.34 (tahun) di tahun 2021.  

Dimensi kesejahteraan dari IPM diukur dari angka pengeluaran perkapita. Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga yang telah disesuaikan dengan paritas daya beli. 

Data pengeluaran ini menjadi penting untuk dilihat karena selain dapat digunakan untuk mengungkap tentang pola konsumsi rumah tangga yang secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan; data ini juga berguna untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan. Kinerja Megahagho dalam dimensi ini terlihat mengalami sedikit peningkatan dari angka 10.59 di tahun 2016 menjadi 11.52 di tahun 2021.

Pertumbuhan Ekonomi

Agregat makro lain yang diturunkan dari data PDRB adalah pertumbuhan riil PDRB atau pertumbuhan ekonomi (economic growth). Indikator ekonomi ini menggambarkan kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah. Kemajuan ekonomi secara makro sering kali banyak dilihat dari besaran PDRB dan laju pertumbuhan ekonominya. 

Secara konsepsi, PDRB menggambarkan seberapa besar proses kegiatan ekonomi (tingkat produktivitas ekonomi) di suatu wilayah, yang dihitung sebagai akumulasi dari pencapaian nilai transaksi dari berbagai sektor ekonomi dalam kehidupan masyarakat.

Data Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe selama periode tahun 2017 -- 2020 terlihat sangat fluktuatif diawali dengan angka pertumbuhan sebesar 5.45 ditahun 2017, sedikit meningkat menjadi 5,50 ditahun 2018 (data yang anomalik terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin di tahun yang sama),melambat menjadi 5,43 pada tahun 2019 dan terjun bebas akibat pandemi Covid 19 pada tahun 2020 menjadi 0.50 dan mengalami recovery menjadi 5.99 di tahun 2021. 

Meski pertumbuhan ini terlihat sangat fluktuatif dengan pertumbuhan yang sangat melambat terjadi pada tahun 2020 yang terjadi karena pandemi Covid 19. Publik perlu mengapresiasi kinerja ini setidaknya karena dua alasan. Pertama, meski sangat lambat dan berada pada pada angka 0.50 di tahun 2020 namun setidaknya ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe bertumbuh positif ditengah kondisi ekonomi nasional yang mengalami kontraksi pertumbuhan pada angka minus 2,70 persen. Alasan kedua, ditengah kondisi ekonomi yang sedang mengalami masa recovery pasca pandemi, di tahun 2021 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe bertumbuh secara positif pada angka 5,99 dan angka ini tercatat sebagai angka pertumbuhan ekonomi tertinggi dari 15 Kabupaten/Kota se provinsi Sulwesi Utara (BPS, 2022).

Berhasilkah Pemerintahan Megahagho?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu menjawab atau paling tidak bersepakat tentang beberapa hal. Pertama, apa indikator keberhasilan yang akan kita gunakan? 

Indikator ini menjadi penting disepakati agar kita dapat menilai secara objektif kinerja kepemimpinan Jabes Ezar Gaghana sebagai Bupati dan Helmud Hontong sebagai Wakil Bupati.

Tanpa indikator yang jelas maka kita akan terjebak pada penilaian subjektif yang sangat ditentukan oleh faktor subjektif pada sisi mana kita berdiri dan berpihak (secara politis). 

Penilaian subjektif selalu berdasarkan perspektif kepentingan dan ini yang harus kita hindari. Yang kedua, seberapa besar peningkatan atau capaian angka angka dari indikator indikator yang kita pakai untuk dapat kita kategorikan 'berhasil"? Tanpa kesepakatan dan standard yang jelas, sekali lagi kita akan terjebak pada sikap subjektif dan bias.

Artikel ini saya tulis sebagai upaya mengevaluasi kinerja Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sangihe dibawah kepemimpinan Bupati Jabes Ezar Gaghana berdasarkan indikator indikator makro yang datanya dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik atau lembaga lain yang memiliki data relevan dengan ulasan dalam artikel ini.

Tentu saja validitas dan reliabilitas datanya sepenuh bersandar pada validitas dan reliabilitas metodologi yang dipakai oleh Badan Pusat Statistik dan lembaga lembaga tersebut. Setuju tidak setuju, suka tidak suka tentu saja tergantung perspektif (dan kepentigan) pembaca. Tapi itulah data dan fakta normatifnya!

Kembali ke pertanyaan inti: Berhasilkah Megahagho? Karena konsensus tentang standar peniaian seperti yang saya sebutkan diatas tidak tersedia dan bisa sangat bias maka pendekatan yang bisa kita gunakan adalah pendekatan perbandingan (komparatif) agar kita punya nilai pembanding atau skor komparatif. 

Saya membandingkan kinerja Megahagho dengan Bupatinya Jabes Ezar Gaghana dengan kinerja rezim sebelumnya Makaghana dengan Bupatinya Hironimus Makagansa. Dengan menggunakan indikator makro sosial ekonomi, berikut ini perbandingannya.

Tabel Perbandingan Kinerja Sosial Ekonomi HRM dan JEG/Dokpri
Tabel Perbandingan Kinerja Sosial Ekonomi HRM dan JEG/Dokpri
Beberapa catatan tentang data diatas adalah sebagai berikut:
  • Data akhir yang digunakan untuk Makaghana untuk indikator Tingkat pengangguran terbuka, angkatan kerja dan Jumlah Pengangguran, adalah data 2015 karena data 2016 tidak tersedia.
  • Data akhir yang digunakan untuk Megahagho adalah tahun 2021 sebab data triwulan I tahun 2022 belum tersedia saat artikel ini ditulis.
  • Jumlah penduduk miskin pada periode kepemimpinan Makaghana meningkat sekitar 1050 orang atau sekitar 0,59%.
  • Data Rasio Gini untuk Makaghana hanya tersedia sejak tahun 2015 sehingga dari data yang tersedia terjadi peningkatan kesenjangan dalam setahun sebesar 0.020.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik diatas, dapat kita lihat secara komparatif bahwa untuk indikator tingkat pengangguran terbuka performa Megahagho yang berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 0.39% sedikit lebih unggul dari Makaghana yang hanya berhasil menurunkan angka TPT ini sebesar 0.25%.

Barangkali perbedaan yang paling mencolok dari kedua Bupati dengan masing masing kabinetnya adalah pada indikator kinerja pengentasan kemiskinan. Bupati Jabes Gaghana dengan Kabinet Megahaghonya berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,78% sementara Kinerja Bupati Hironimus dengan Kabinet Makaghana justru mendapatkan nilai rapor merah dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin sebanyak 0,59%. 

Selama periode kepemimpinannya. Data kinerja sektoral yang menjadi bagian pengentasan kemiskinan misalnya pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) juga menunjukan keunggulan Jabes dari Hironimus dimana selama kemimpinannya Jabes berhasil membangun 3114 Unit RTLH sementara Hironimus membangun 2021 Unit RTLH (Sumber Data: Dinas Perumahan Rakyat, Dan kawasan Permukiman Serta Pertanahan Daerah Kab. Kepuluan Sangihe, 2022) .

Namun demikian dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bupati Hironimus Makagansa dengan Kabinet Makaghananya berhasil mengungguli Bupati Jabes Gaghana dengan Kabinet Megahaghonya. Makagansa berhasil mendorong IPM sebsar 3.19 point sementara Gaghana hanya mampu meningkatkan indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 1.93 poin.

Untuk Data Pertumbuhan Ekonomi, harus tetap dicatat bahwa periode Megahagho menghadapi situasi katastropi ekonomi global dengan Pandemi Covid 19 yang melumpuhkan ekonomi global selama dua tahun (2020-2021). Sehingga akan cukup adil jika kita melihat laju pertumbuhan ekonomi dengan titik nol tahun 2020. 

Jika argumentasi situasi katastropi ekonomi global ini valid maka pertumbuhan ekonomi masa Megahagho dihitung dari tahun 2020 ke 2021 adalah sebesar 5,49 persen sementara prestasi pembangunan ekonomi masa pemerintahan Makagansa selama lima tahun adalah sebesar 2,16 persen.

Dengan melihat data dalam perspektif komparatif seperti ini, kita dapat melihat gambaran kinerja pemerintahan dari masa yang satu ke masa yang lain. Maka pertanyaan yang lebih tepat diajukan jika kita ingin mengevaluasi mestinya adalah pertanyaan komparatif,

"Dari perpektif Indikator Sosial Ekonomi Makro, performa pemerintahan mana yang lebih baik, Bupati Hironimus Makagansa dengan Kabinet Makaghana atau Bupati Jabes Gaghana dengan Kabinet Megahagho?" 

 Sebagai akademisi, tugas saya untuk mengevaluasi berdasarkan data yang tersedia sudah saya lakukan. Silahkan pembaca menyimpulkan jawaban seobjektif mungkin. Tentu saja, masih banyak hal yang bisa kita nilai dari kinerja pemerintahan daerah. 

Selain Indikator makro masih banyak indikator mikro dan sektoral yang bisa dilakukan. Sayangnya, soal ketersediaan data adalah masalah nasional yang sampai saat ini masih tetap menjadi tantangan bagi kita semua. 

Kekurangan data inilah yang sering menyebabkan publik sering menilai kinerja pemerintah sesuka hati. Makanya, dalam artikel ini, kinerja pemerintahan Megahagho dalam aspek sosial ekonomi hanya bisa saya evaluasi dengan data yang tersedia. Diluar ini, adalah ranah subjektifitas dan sangat politis dan itu bukanlah ranah saya sebagai akademisi.

Nikmati akhir pekanmu sobat.

Penulis adalah Executive Director The Center for Strategic Leadership and Innovative Governance
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun