Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kotak Pandora, Tukar Guling Kasus, dan Banalitas Kekuasaan

16 Januari 2025   14:08 Diperbarui: 16 Januari 2025   14:08 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir tiga pekan sejak diungkapkan oleh Guntur Romli, Juru Bicara PDI Perjuangan, kotak pandora itu belum juga dibuka. Kotak Pandora yang dimaksud tidak lain adalah kumpulan video yang dimiliki dan diklaim Hasto memuat rekaman skandal para pejabat di era pemerintahan Jokowi dan pemerintahan sekarang.

Seperti diungkapkan Guntur, salah satu video tersebut berkaitan dengan upaya kriminalisasi terhadap mantan calon presiden Anies Baswedan melalui kasus korupsi. "Iya, itu benar adanya. Saya sudah menonton beberapa, beserta bukti-bukti yang valid, kuat, dan sah," ("Guntur Romli Guntur Romli Ungkap Hasto Punya Bukti Video Skandal Elite Politik di Indonesia," Kompas.com, 27 Desember 2024).

Pada bagian lain, Guntur lebih memperjelas, "Ada video khusus soal kriminalisasi Anies Baswedan beserta bukti-buktinya. Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa," ("Guntur Romli PDIP Bocorkan Video Berdaya Ledak Besar yang Disiapkan Hasto," Detik.com, 28 Desember 2024).

Selain soal kriminalisasi terhadap Anies, video itu juga berisi bukti rekaman tentang isu Jokowi yang menginginkan tiga periode masa jabatan Presiden. "Jadi Jokowi memang menginginkan tiga periode atau perpanjangan jabatan seperti yang disampaikan oleh tokoh-tokoh terdekat Jokowi, dan nanti bukti-buktinya ada di video yang akan dirilis Saudara Sekjen," ungkap Guntur kepada media seperti dikutip Detik.com, 28 Desember 2024.

Terkait isu kriminalisasi Anies, Islah Bahrawi, orang yang pernah diceritakan langsung oleh Hasto tentang hal ini, membenarkan cerita mengenai upaya Jokowi ingin mengkriminalisasi Anies. Menurutnya, Hasto beberapa kali dipanggil oleh Jokowi untuk membicarakan upaya pentersangkaan Anies di kasus Formula E. Dalam siasat itu Hasto disebut menjadi penghubung antara Jokowi dengan beberapa pihak, bahkan Hasto menjadi salah satu eksekutor dari permintaan Jokowi itu ("Tatkala Hasto Menggertak," Inilah.com, 7 Januari 2025).

Masih dalam ulasan Insider Inilah.com, Islah juga menyebut, video bukti lainnya yang dimiliki Hasto berkaitan dengan dugaan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya periode 2021-2022. Hasto disebut mengetahui secara rinci kasus yang sempat menyeret Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu. Kepada Hasto, Airlangga mengaku dirinya menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan Jokowi, bahkan kasus tersebut dijadikan sebagai sandera politiknya agar kemudian mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Golkar dan digantikan oleh Bahlil Lahadalia atas restu Jokowi. Kasus Airlangga sengaja diungkit agar dia tidak bisa berkutik ketika dia akan ditersangkakan apabila tidak mundur dari Ketum Golkar. Airlangga juga mengaku kecewa kepada Jokowi atas semua permainannya itu.

Video-video itu dititipkan Hasto kepada Connie Rahakundini, pengamat militer, dan kini ada di tangan guru besar Universitas Saint Petersburg, Rusia itu. Kemungkinan besar penitipan ini sudah agak lama, setidaknya jauh sebelum Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Tapi hingga hari ini, kotak pandora berisi skandal berkaliber skandal Watergate (meminjam istilah Guntur) itu belum juga dibuka.

"Hasto Kosong Nyaring Bunyinya ?"

Sudah hampir tiga pekan sejak diungkapkan, dan Hasto sudah diperiksa KPK sebagai tersangka (13 Januari 2025), tapi kotak pandora itu belum juga dibuka. Publik kemudian "bersangka baik" pada Hasto: video-video itu mungkin akan dibuka jika dirinya ditahan.

Harus diakui, publik memang berharap Hasto tak hanya melakukan gertak sambal. Jika jujur dan benar klaimnya atas bukti-bukti skandal para pejabat dan banalitas kekuasaan dalam video itu, ia harus berani membukanya, apapun resiko yang bakal dihadapinya. Jangan sampai menjadi (meminjam satir Insider Inilah.com): "Hasto Kosong Nyaring Bunyinya."

Usai diperiksa lebih dari tiga jam oleh penyidik KPK, Hasto memang tidak langsung ditahan. Alasannya seperti dikemukakan Tessa Mahardika (Jubir KPK), penyidik masih memerlukan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang belum hadir (Kompas.com, 13 Januari 2025).

Padahal penahanan terhadap tersangka suatu kasus ini penting. Selain untuk mencegah kemungkinan yang bersangkutan melarikan diri, merusak dan/atau menghilangkan barang bukti. Penahanan ini juga penting untuk mencegah kemungkinan Hasto melalukan upaya-upaya bebas di luar untuk memengaruhi saksi atau manuver-manuver untuk "menyelesaikan" kasusnya secara politik.

Penyelesaian kasus secara politik itulah yang kini dicemaskan publik. Dan ini sangat mungkin terjadi. Terutama mengingat dampak ancaman Hasto terkait video-video skandal pejabat dan banalitas perilaku kekuasaan tadi jika benar-benar dibuka secara terang benderang. Tukar guling kasus. Lebih persisnya: tukar guling penyelematan wajah-wajah bopeng para pejabat dan penguasa (yang lama dan sudah mantan maupun yang masih menjabat saat ini) dari perilaku jahat mereka tempo hari.

Kekhawatiran banyak pihak bahwa ancaman Hasto akhirnya menjadi alat tukar guling "penyelesaian kasus" yang melibatkan para elit kekuasaan dan pejabat semakin kuat ketika publik mengaitkannya dengan rencana pertemuan Megawati-Prabowo. Muncul spekulasi bahwa Hasto tidak ditahan KPK karena Megawati menelpon Presiden Prabowo.

Jika spekulasi itu benar, artinya Megawati meminta kepada Prabowo agar Hasto tidak ditahan, maka penyelesaian kasus Hasto melalui intervensi politik bisa terus belanjut didalam proses peradilan. Setidaknya ada dua pintu masuk intervensi politik dalam konteks ini.

Pertama, melalui gugatan praperadilan yang telah diajukan Hasto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 10 Januari 2025. Status tersangka Hasto bisa dibatalkan oleh Majelis Hakim. Kedua, gugatan praperadilan tidak dikabulkan, kasus Hasto terus berlanjut hingga ke proses persidangan, namun putusan Majelis Hakim Tipikor menyatakan bahwa Hasto tidak terbukti bersalah, dan karenanya bebas.

Tetapi spekulasi itu sudah dibantah oleh Sufi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra. Kepada media di Senayan, Dasco menyangkal kabar Ketua Umum PDIP menelepon Prabowo. Menurut dia, kasus yang menjerat Hasto tidak ada hubungannya dengan Prabowo atau Gerindra (Tempo.co, 13 Januari 2025).

Publik tentu berharap, bantahan Dasco benar adanya. Bahwa Presiden Prabowo tidak akan cawe-cawe dalam kasus hukum yang menjerat Hasto; tidak akan melakukan intervensi terhadap lembaga-lembaga peradilan (Pengadilan Negeri maupun KPK). Dengan demikian, proses hukum terhadap kasus Hasto akan terus berlanjut. Kalaupun ada komunikasi antara Prabowo dengan Megawati, komunikasi itu dilakukan untuk urusan kenegaraan dan Kebangsaan.

Harapan Publik

Lantas, bagaimana harapan publik terkait penyelesaian kasus hukum Hasto dan tindaklanjut terhadap ancamannya membuka kotak pandora skandal dan banalitas kekuasaan itu ?

Pertama, KPK tegak lurus dengan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga penegak hukum kasus-kasus korupsi. Abaikan semua bentuk intervensi kekuasaan, bahkan seandainya intervensi ini datang dari Presiden Prabowo maupun Megawati sekalipun.

KPK harus menyadari betul, rakyat sudah sangat merindukan penegakan hukum yang benar-benar jujur dan adil. Dan KPK mestinya juga menyadari, bahwa citra mereka dalam beberapa tahun belakangan sedang anjlog dimata publik, mereka punya misi penting untuk kembali membuktikan slogannya "berani jujur hebat!"

Kedua, Hasto, seperti yang kerap diperlihatkannys secara verbal, harus ksatria menghadapi kasusnya. Lakukan pembelaan dan pembuktian bahwa dirinynya tidak bersalah secara hukum. Jika fakta-fakta hukum membuktikan sebaliknya, ia juga harus kstaria menerimanya sebagai konsekuensi dari perbuatannya.

Tetapi di saat yang sama, terkait ancamannya, Hasto juga jangan menjadi "Hasto Kosong Nyaring Bunyinya." Buka saja kotak pandora itu, laporkan kepada penegak hukum untuk diproses sesuai peraturan perundangan, dan sisanya biar publik yang bekerja.   

Ketiga, hakul yakin, publik pasti berharap Presiden Prabowo mau bersikap sebagai negawaran dengan cara sederhana saja. Yakni mempersilahkan KPK mengusut kasus Hasto hingga tuntas tanpa sedikitpun tendensi melakukan intervensi, langsung maupun tidak langsung. Dengan cara demikian martabat dan kehormatannya sebagai Presiden akan terjaga dan bersih dari kotoran-kotoran skandal kekuasaan.

Sikap yang sama pastinya juga dikehendaki publik dari Megawati. Sebagai figur yang dikenal taat pada konstitusi, inilah kesempatan terbaik bagi Megawati untuk membuktikannya secara lugas lagi. Dalam kasus ini tentu akan sangat terhormat jika Megawati mau meneladani apa yang pernah disabdakan baginda Nabi Muhammad: "...seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Bukhari Nomor 4304 dan Muslim Nomor 1688). Jadi, biarkan Hasto berproses dengan kasus hukumnya. Dan berikan kepercayaan kepada KPK untuk membuktikan bahwa mereka bisa berlaku jujur dan adil.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun