Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kotak Pandora, Tukar Guling Kasus, dan Banalitas Kekuasaan

16 Januari 2025   14:08 Diperbarui: 16 Januari 2025   14:08 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal penahanan terhadap tersangka suatu kasus ini penting. Selain untuk mencegah kemungkinan yang bersangkutan melarikan diri, merusak dan/atau menghilangkan barang bukti. Penahanan ini juga penting untuk mencegah kemungkinan Hasto melalukan upaya-upaya bebas di luar untuk memengaruhi saksi atau manuver-manuver untuk "menyelesaikan" kasusnya secara politik.

Penyelesaian kasus secara politik itulah yang kini dicemaskan publik. Dan ini sangat mungkin terjadi. Terutama mengingat dampak ancaman Hasto terkait video-video skandal pejabat dan banalitas perilaku kekuasaan tadi jika benar-benar dibuka secara terang benderang. Tukar guling kasus. Lebih persisnya: tukar guling penyelematan wajah-wajah bopeng para pejabat dan penguasa (yang lama dan sudah mantan maupun yang masih menjabat saat ini) dari perilaku jahat mereka tempo hari.

Kekhawatiran banyak pihak bahwa ancaman Hasto akhirnya menjadi alat tukar guling "penyelesaian kasus" yang melibatkan para elit kekuasaan dan pejabat semakin kuat ketika publik mengaitkannya dengan rencana pertemuan Megawati-Prabowo. Muncul spekulasi bahwa Hasto tidak ditahan KPK karena Megawati menelpon Presiden Prabowo.

Jika spekulasi itu benar, artinya Megawati meminta kepada Prabowo agar Hasto tidak ditahan, maka penyelesaian kasus Hasto melalui intervensi politik bisa terus belanjut didalam proses peradilan. Setidaknya ada dua pintu masuk intervensi politik dalam konteks ini.

Pertama, melalui gugatan praperadilan yang telah diajukan Hasto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 10 Januari 2025. Status tersangka Hasto bisa dibatalkan oleh Majelis Hakim. Kedua, gugatan praperadilan tidak dikabulkan, kasus Hasto terus berlanjut hingga ke proses persidangan, namun putusan Majelis Hakim Tipikor menyatakan bahwa Hasto tidak terbukti bersalah, dan karenanya bebas.

Tetapi spekulasi itu sudah dibantah oleh Sufi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra. Kepada media di Senayan, Dasco menyangkal kabar Ketua Umum PDIP menelepon Prabowo. Menurut dia, kasus yang menjerat Hasto tidak ada hubungannya dengan Prabowo atau Gerindra (Tempo.co, 13 Januari 2025).

Publik tentu berharap, bantahan Dasco benar adanya. Bahwa Presiden Prabowo tidak akan cawe-cawe dalam kasus hukum yang menjerat Hasto; tidak akan melakukan intervensi terhadap lembaga-lembaga peradilan (Pengadilan Negeri maupun KPK). Dengan demikian, proses hukum terhadap kasus Hasto akan terus berlanjut. Kalaupun ada komunikasi antara Prabowo dengan Megawati, komunikasi itu dilakukan untuk urusan kenegaraan dan Kebangsaan.

Harapan Publik

Lantas, bagaimana harapan publik terkait penyelesaian kasus hukum Hasto dan tindaklanjut terhadap ancamannya membuka kotak pandora skandal dan banalitas kekuasaan itu ?

Pertama, KPK tegak lurus dengan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga penegak hukum kasus-kasus korupsi. Abaikan semua bentuk intervensi kekuasaan, bahkan seandainya intervensi ini datang dari Presiden Prabowo maupun Megawati sekalipun.

KPK harus menyadari betul, rakyat sudah sangat merindukan penegakan hukum yang benar-benar jujur dan adil. Dan KPK mestinya juga menyadari, bahwa citra mereka dalam beberapa tahun belakangan sedang anjlog dimata publik, mereka punya misi penting untuk kembali membuktikan slogannya "berani jujur hebat!"

Kedua, Hasto, seperti yang kerap diperlihatkannys secara verbal, harus ksatria menghadapi kasusnya. Lakukan pembelaan dan pembuktian bahwa dirinynya tidak bersalah secara hukum. Jika fakta-fakta hukum membuktikan sebaliknya, ia juga harus kstaria menerimanya sebagai konsekuensi dari perbuatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun