Ancaman Hasto Kristyanto, Sekjen PDIP, yang akan membuka puluhan video yang memuat bukti-bukti keterlibatan para pejabat negara dalam kasus-kasus korupsi di era Jokowi boleh jadi telah membuat banyak kalangan bersorak gembira.
Pada akhirnya praktik-praktik abuse of pewer yang selama ini tertutup rapat di ruang gelap kekuasaan dan hanya samar-samar beredar sebagai kabar setengah rumor akan segera terbuka ke publik. Prestatif, dan bagi mereka Hasto bisa dianggap sebagai "pahlawan." Maka jangan heran jika dalam beberapa waktu kedepan, dukungan moral bakal mengalir kepada Hasto.
Tetapi bagi publik yang mengikuti dengan cermat dan jernih perjalanan pemerintahan Jokowi setidaknya dalam periode kedua, ancaman Hasto bukanlah sesuatu yang istimewa. Apalagi dianggap prestasi seandainya ia jadi membongkar rahasia yang disimpannya itu ke publik. Ancaman ini tidak lebih merupakan dampak terjadinya perubahan relasi kuasa di tubuh PDIP-Megawati dan Jokowi.
Artinya, andai relasi PDIP-Megawati dan Jokowi tak berubah, ancaman Hasto takkan pernah muncul karena pangkal sebab terdekatnya juga tidak akan pernah terjadi. Yakni Hasto ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus suap Harun Masiku lima tahun silam.
Lantas, pentingkah kontekstualisasi politik dan deskripsi pemosisian isu tersebut difahami oleh publik? Hemat saya penting. Setidaknya karena dua argumentasi berikut ini.
Pertama, agar publik tahu dan menyadari bahwa apa yang akan dilakukan Hasto sama sekali bukan berangkat dari motivasi yang tulus bahkan seandainyapun puluhan video itu benar-benar berisi persekongkolan jahat para elit. Publik bahkan bisa mempertanyakan mengapa ia baru mengemukakannya saat ini? Bukankah ini artinya Hasto justru menyembunyikan rencana dan praktik jahat itu selama beberapa waktu belakangan?
Kedua, oleh sebab alasan pertama itu, maka ancaman Hasto layak dicurigai sebagai alat bargaining untuk status tersangkanya dalam kasus suap Harun Masiku. Jika demikian targetnya, dan KPK dengan "izin" kekuasaan dan kompromi gelap para elit dari lintas kubu politik menghentikan kasus Hasto, maka publik akan "gigit jari." Karena ujung perseteruan "status tersangka Hasto vs ancaman bongkar video" itu bakal happy ending buat para elit yang terlibat dan saling berkepentingan.
Tantangan buat Hasto dan KPK
Namun demikian, apapun motif dibalik ancamannya, jika memang benar Hasto menyimpan video-video persekongkolan jahat para pejabat itu, ia harus dapat membuktikannya secara elegan dan kstaria. Bongkar video-video itu ke publik, bawa ke ranah hukum. Tuntaskan semuanya agar tak menjadi fitnah berkepanjangan. Siapa saja yang terindikasi terlibat persekongkolan jahat itu proses dan adili secara hukum.
Akan lebih hebat lagi jika siapapun yang terindikasi terlibat dalam setiap persekongkolan jahat dalam video Hasto, bersedia secara ksatria mengakui perbuatannya atau jika tidak, pilih jalan sebaliknya. Yakni dengan mengajukan bukti-bukti pembantah bahwa dirinya clean dari tuduhan dan/atau fakta yang terungkap dalam video-video itu nanti.
Bangsa ini sudah terlampau banyak menyimpan persoalan-persoalan misterius. Mulai dari konspirasi, persekongkolan, perekayasaan, pembungkaman, kriminalisasi, dan berbagai praktik jahat lainnya yang berlindung dibalik kekuasaan dan kewenangan. Selama ini, kesemuanya itu dianggap sebagai informasi separuh hoax, meski sengatan bau busuknya menyebar luas di ruang publik.
Video Hasto (jika ia sungguh-sungguh berani membukanya ke publik) bisa menjadi jalan untuk membuka kotak pandora kebangsaan. Biarlah segala kebusukan yang pernah terjadi dibuka terlebih dahulu, dan rakyat mengetahuinya dengan jelas. Lalu selesaikan secara hukum.
Siapa saja yang layak dipenjara, penjarakan. Jika kejahatannya menjarah uang negara, rampas dan miskinkan, lalu maafkan secara kolektif. Jika kasusnya kejahatan politik, cabut hak politiknya seumur hidup, lalu maafkan secara kolektif.
Dengan cara demikian, bangsa ini membersihkan diri dari segala residu dan aktor-aktor politik sampah dari semua kubu politik yang pernah berkongsi atau bersaing, yang saat ini masih leluasa menikmati hasil karya kejahatannya. Atau sebaliknya, yang berada di seberang kekuasaan yang setiap hari mengganggu dengan berbagai manuver semata-mata karena ingin melihat pemerintah ini kehilangan kepercayaan publik.
Disisi lain, KPK harus dikawal dengan ketat dalam kelanjutan penanganan kasus suap Harun Masiku, khususnya terkait status Hasto sebagai tersangka baru dalam kasus ini. Kemungkinan terjadinya "tukar tambah" dalam kasus ini, dengan atau tanpa intervensi kekuasaan atau pihak-pihak perseorangan yang berkepentingan harus dicegah.
Supremasi Hukum dan Rasa KeadilanÂ
Demikianlah yang seharusnya terjadi jika semua pihak serius dan memegang komitmen bahwa supremasi hukum harus tegak di negeri ini. Ancaman Hasto adalah satu soal, dan ia harus buktikan dengan segala resiko yang bisa terjadi akibat dari ikhtiar pembuktian ancamannya itu nanti, termasuk potensi menjadi bumerang bagi dirinya dan kelompoknya.
Sementara penetapan status Tersangka terhadap Hasto oleh KPK adalah soal lain, dan KPK juga wajib menuntaskannya secara berintegritas, independen serta terbebas dari intervensi kekuasaan atau pengaruh para pihak manapun. Bisa perorangan yang memiliki pengaruh besar, oligark dan/atau korporasi yang memiliki kepentingan bisnis untuk dilindungi dari kemungkinan terseret oleh muatan video miliki Hasto.
Jangan sampai terjadi hal yang sebaliknya. Ancama Hasto layu sebelum berkembang, karena sejak awal memang hanya dimaksudkan sebagai "gertak sambal" untuk membangun barganning. Kemudian status Tersangkanya berakhir, atau proses peradilan Tipikor tetap jalan namun dengan ujung happy ending karena sebuah siasat peradilan telah disiapkan untuk membebaskannya dari segala tuntutan.
Prank Kebangsaan ! Â Itulah sebabnya, seperti didepan saya kemukakan mengapa publik perlu mengetahui secara utuh dua isu panas di ujung tahun ini. Yakni penetapan status tersangka Hasto dan ancamannya untuk membongkar puluhan video yang menyimpan rekaman persekongkolan jahat para pejabat.
Untuk apa ? Agar publik (mestinya bersama pemerintah, yang dalam konteks kedua kasus ini seharusnya berada di tengah dan siap menerima dengan legawa dan fair jika ada oknum-oknum yang saat ini berada di lingkaran strategis kekuasaannya) bisa mengawal kedua kasus ini hingga tuntas dengan tegaknya supremasi hukum dan terpenuhinya rasa keadilan publik. Â
Artikel terkait :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H