Berawal dari pidato Presiden Prabowo di hadapan para mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir (Rabu, 18 Desember 2024), yang intinya bisa memaafkan para koruptor asal mereka mau mengembalikan uang hasil jarahannya. Berikut sebagai dari narasi utuhnya.
"Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya nggak ketahuan,." (Kompas.id, 19 Desember 2024).
Kini wacana yang dilempar Prabowo itu memantik perdebatan di ruang publik. Para pembantu Presiden di kabinet terbaca jelas berusaha memberikan dukungan dengan cara mencarikan instrumen hukum sebagai landasan pembenar rencana Presiden.
Mengampuni sebagai Kewenangan Presiden
Yusril Ihza Mahendra, Menko Kumham dan Impas misalnya. Melalui pernyataan tertulisnya kepada media, ia menjelaskan bahwa pernyataan Prabowo itu merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi. Yakni dengan menerapkan pendekatan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Dengan pendekatan ini penghukuman terhadap para pelaku tindak pidana korupsi buka lagi efek jera, tapi keadilan restoratif.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya," papar Yusril (Detik.com, 19 Desember 2024).
Dalam kerangka pendekatan itulah Yusril menyebut pernyataan Presiden Prabowo sebagai strategi untuk memulihkan kerugian negara (asset recovery). Yakni pemulihan aset negara melalui proses pengembalian aset hasil tindak pidana kejahatan, seperti korupsi atau pencucian uang. Dalam hukum, asset recovery merupakan sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban untuk merampas hak atas aset hasil tindak pidana.
"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk menyejahterakan rakyat," jelas Yusril seperti dikutip Detik.com.Â
Pada bagian lain pernyataannya, Yusril juga mengungkapkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi merupakan bagian rencana amnesti dan abolisi. Selaku Presiden, Prabowo memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, termasuk pelaku tindak pidana korupsi (Antaranews.com, 19 Desember 2024)
Masih dari sisi pemerintah, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa para koruptor bisa diampuni. Hal itu terjadi jika ada pengampunan dari Presiden atau melalui denda damai. Denda damai merupakan penyelesaian perkara di luar pengadilan dengan pembayaran denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Mekanisme ini dapat diterapkan untuk menangani tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara (Pikiranrakyat.com, 25 Desember 2024).
Asset Rcovery Tak Otomatis Menghapus Pidana
Sementara itu kalangan akademisi, pakar hukum dan pegiat anti-korupsi mempertanyakan, bahkan mengkritik tajam rencana Prabowo memberikan ampunan kepada para koruptor.