Bahwa di sisi para pendukung dan pengagumnya, tidak bisa dipungkiri jika Jokowi juga memiliki banyak haters di tengah masyarakat. Sejauh yang saya cermati, para haters ini terus solid mengorkestrasi berbagai kelemahan dan cacat Jokowi di ruang publik, bahkan ketika sebagian dari mereka sudah dengan "ikhlas" menerima Prabowo sebagai Presiden pasca pelantikan 20 Oktober lalu.
Gerindra dan Surplus Kekuatan Elektoralnya
Dari empat partai yang sudah menyatakan "welcome" bagi Jokowi, Gerindra dan Golkar adalah partai yang akan sangat menghitung dengan cermat dan ekstra hati-hati. Bagi Gerindra ada banyak alasan untuk tidak menerima Jokowi.
Pertama, saat ini Gerindra merupakan leader dari koalisi partai yang berkuasa. Posisi ini menjadikan Gerindra sebagai partai yang kuat secara politik baik saat ini maupun dalam hitungan lima tahun kedepan.Â
Kedua, Gerindra memiliki tokoh besar yang tidak lain adalah Presiden Prabowo sendiri, yang dengan otoritas politik dan pengaruhnya akan membuat partai ini solid dalam lima tahun kedepan.
Kedua fakta tersebut jelas merupakan surplus politik yang dimiliki Gerindra dalam menghadapi perhelatan elektoral 2029 mendatang, yang oleh karenanya para elit Gerindra kemungkinan besar akan solid dalam satu pemahaman. Bahwa mereka tidak membutuhkan tambahan figur, bahkan sekelas mantan presiden dan memiliki pengaruh besar sekalipun. Mereka memiliki segalanya saat ini.
Selain itu juga tidak tertutup kemungkinan bahwa di internal Gerindra ada pemikiran yang yang meragukan perihal integritas dan loyalitas Jokowi sebagai politisi. Dasarnya simpel dan bisa difahami, bahwa berdasarkan pengalaman yang semua orang sudah tahu, Jokowi terbukti (atau setidaknya dianggap) pernah mengkhianati partai yang telah memberinya jalan berkuasa dan membesarkannya.
Jadi ketimbang menjadi gambling lalu potensial menjadi blunder politik di kemudian hari seperti pernah dialami oleh PDIP, Gerindra nampaknya akan memilih jalan aman dengan modal politik yang saat ini mereka miliki. Yakni jabatan Presiden yang mereka miliki dengan kemewahan otoritas dan pengaruhnya serta posisi sebagai tiga besar partai pemenang Pemilu 2024.
Satu alasan lagi yang tidak kalah penting dan pasti dikalkulasi di internal Gerindra adalah, bahwa cepat atau lembat pengaruh politik Jokowi akan meredup seiring dengan semakin menguatnya kepemimpinan Prabowo sebagai Presiden yang ditopang oleh partai dan koalisinya. Jadi, apa pentingnya membuka pintu bagi Jokowi yang pengaruh politiknya secara perlahan akan surut dan selesai.
Golkar dan Resistensi Internal
Sebagaimana Gerindra, Partai Golkar nampaknya juga akan sangat cermat dan ekstra hati-hati membuka pintu bagi Jokowi untuk masuk ke jajaran elit atau fungsionarisnya. Tetapi beberapa alasannya tentu berbeda.
Golkar tidak memiliki tokoh besar sekaliber Prabowo maupun Jokowi. Dari sisi ini, Golkar mungkin membutuhkan tambahan figur yang memiliki pengaruh kuat untuk kepentingan politik elektoral 2029 mendatang. Dan kriteria ini jelas dimiliki Jokowi setidaknya saat ini. Untuk menjaga posisinya sebagai partai politik pemenang kedua dibawah PDIP pada Pemilu mendatang, Golkar boleh jadi akan menjadi partai ke mana Jokowi akan berlabuh.
Tetapi berbeda dengan Gerindra, Golkar adalah partai yang sangat heterogen. Ada banyak faksi politik di pohon beringin ini, yang oleh karenanya boleh jadi tidak akan semudah Gerindra dalam membangun kesepahGerindraaman dan soliditas terkait keputusan-keputusan strategis internal. Selain itu, Golkar juga memiliki banyak tokoh berpengaruh, pinisepuh dan fungsionaris senior yang potensial bakal resisten terhadap Jokowi.