Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gus Miftah, Sunhaji, dan Etika Publik

10 Desember 2024   16:16 Diperbarui: 11 Desember 2024   03:32 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- (Kompas.id/Heryunanto)

Miftah Maulana Habiburrahman atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah akhirnya mengundurkan diri dari jabatan menterengnya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Langkah ini diambilnya setelah ia mendapat hujatan warganet gegara kasus mengolok-olok penjual es teh dalam acara Sholawatan di Magelang.

Sebelum memutuskan mundur, Miftah sempat mengunjungi Sunhaji, pedagang es teh yang diolok-oloknya itu dan meminta maaf. Sebagaimana dilansir di berbagai media, langkah Miftah dilakukan setelah mendapat teguran dari istana, melalui Mayor Teddy Indra Wijaya, Menteri Sekretaris Kabinet.

Namun permintaan maaf (plus rencana mengumrohkan Sunhaji dan keluarganya) itu nampaknya tidak meredakan situasi. Nyaris sepanjang waktu sejak video olok-olok itu viral di media, berbagai komentar, penyesalan dan bahkan hujatan terhadap Miftah terus membanjiri ruang digital. Beberapa elit Gerindra bahkan menganggap Miftah perlu dievaluasi.

Budi Djiwandono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi I DPR RI misalnya, dengan lugas menilai tindakan Utusan Khusus Presiden Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang mengolok-olok Sunhaji, penjual es teh yang berjualan di acara tablig akbar, perlu dievaluasi Presiden Prabowo (antaranews.com, 4 Desember 2024).

Sikap yang sama ditunjukan pula oleh Sufmi Dasco Ahmad, elit Gerindra lainnya yang juga merupakan Wakil Ketua DPR RI. Kepada media, Dasco mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah meminta pemerintah untuk mengevaluasi, bukan hanya Gus Miftah tetapi juga kinerja para pembantu maupun utusan khusus Presiden (kompas.com, 5 Desember 2024).

Belakangan muncul "gerakan" membela Miftah dari segelintir elemen masyarakat, perorangan dan kelompok. Mereka meminta Presiden Prabowo untuk menolak pengunduran diri Miftah dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden. Yang lebih menarik dan "unik", permohonan ini juga datang dari Sunhaji, penyintas candaan Miftah yang dinilai tuna-adab oleh publik.

Dalam sebuah tayangan video, sambil (tampak) terisak Sunhaji memohon kepada Presiden Prabowo untuk menolak pengunduran diri Miftah dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

"Saya menyayangkan kepada Gus Miftah mundur dari kabinet. Saya sudah memaafkan Gus Miftah dan saling memaafkan... Saya memohon kepada bapak Prabowo untuk menolak pengunduran diri Gus Miftah."Demikian pernyataan Sunhaji melalui sebuah tayangan video berdurasi 20 detik yang tersebar di berbagai platform media kemarin.

Bukan Lagi Urusan Pribadi

Meski banyak netizen yang meragukan ketulusan pernyataan dan permohonannya, saya percaya (setidaknya ber-husnudzon) kepada Sunhaji. Ia memang tulus membuat video itu; tulus pula mengungkapkan pernyataan dan permohonannya kepada Presiden Prabowo. Bukan karena diminta, disuruh apalagi dipaksa secara intimidatif oleh pihak manapun. Atau merupakan settingan belaka.

Hanya saja, bersama ketulusannya yang dipublish itu, Sunhaji dan semua pihak (pribadi maupun kelompok) yang berusaha membela Gus Miftah, sebaiknya juga diberikan pemahaman. Bahwa kasus candaan Gus Miftah terhadap Sunhaji sejatinya bukan lagi urusan pribadi. Kasus ini merupakan urusan publik. Bukan semata-mata karena viral, melainkan karena posisi Gus Miftah saat ia melontarkan candaan itu.

Gus Miftah adalah salah satu pembantu Presiden Prabowo. Ia pejabat publik, di lingkaran istana bahkan. Jabatan formalnya Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Pos portfolio non-kementerian yang jika dilihat dari nomenklaturnya jelas sangat penting karena berkenaan dengan salah satu isu sensitif dalam masyarakat, yakni kerukunan umat beragama.

Sebagai pejabat publik, Miftah terikat dengan etika (publik). Menurut Romo Magnis Suseno, etika publik adalah bagian dari etika yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab dalam pelayanan publik.

Atau, dalam rumusan Haryatmoko, etika publik adalah "refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik" (Etika Publik. 2011).

Ketika Miftah ceramah dalam acara Sholawatan yang kemudian "kepeleset" mengolok Sunhaji itu memang bukan dalam rangka menjalankan tugas resminya sebagai Utusan Khusus Presiden. Tetapi sejak ia dilantik dalam jabatannya, sesungguhnya Miftah sudah berada dalam ikatan fungsional sesuai jabatan yang diembannya.

Maka seketika itu pula etika publik mestinya ia sadari sudah tersemat dalam dirinya dan wajib dipedomani, dalam situasi dan aktifitas sosial apapun yang dilakukannya. Termasuk saat ia bicara dalam forum pengajian atau diundang memberikan ceramah dan sholawatan.

Terlebih lagi, Miftah memperoleh amanah dalam jabatannya itu pastinya karena latarbelakang profesi dan kiprah sosialnya dalam masyarakat sebagai pemuka agama, penceramah, dan mubaligh. Ia masuk ke lingkaran penting pembantu Presiden bukan karena kompetensi dan kapasitas yang lain kecuali sebagai pemuka agama.

Dalam konteks ini tentu saja Miftah diharapkan (oleh Presiden Prabowo) dapat menjalankan tugasnya bukan saja sebagai penganjur, pendidik, atau influencer, tetapi juga menjadi role model di dalam mengembangkan kerukunan umat beragama di tengah kondisi bangsa yang super-majemuk ini.

Peristiwa "Sunhaji, Penjual Es Teh" itu adalah paradoks Miftah sebagai pejabat publik, yang mestinya menjunjung tinggi etika dalam setiap ucapan, sikap dan perbuatannya di muka publik. Maka wajar jika kemudian masyarakat bereaksi negatif bahkan marah atas perilakunya yang dianggap tuna-adab, nir-etik itu. Sekali lagi, bukan karena Miftah pribadi, melainkan karena Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden, Miftah sebagai pejabat publik.

Pelajaran bagi Pejabat Lainnya

Kemarahan atas perilaku Miftah itu, menurut Monica Kumalasari, Pakar Gestur dan ahli Mikroekspresi dari Paul Ekman Intl, sesungguhnya juga terbaca dari gestur Presiden Prabowo ketika menanggapi pengunduran diri Miftah. Ada kemarahan yang terpendam, ada kekecewaan, dan rasa tidak nyaman, ungkap Monica seperti dilansir dari Antara, 2 Desember 2024.

Secara verbal komentar Prabowo memang menampilkan framing positif terhadap keputusan Gus Miftah untuk mundur. Namun teknologi analisis gestur dengan tingkat reliabilitas tinggi yang digunakan Monica mencatat bahwa kontrol emosi Prabowo cenderung rendah.

"Saya melakukan analisa dengan melihat distribusi emosi yang muncul, dua emosi yang muncul dari ekspresi wajah adalah emosi jijik dan sedih," ungkap Monica Kumalasari seperti dikutip viva.co.id, 10 Desember 2024.

Sebagai Presiden, Prabowo tentu pantas dan berhak marah atas para pembantunya yang menyimpang dari arah kebijakan dan komitmen kepemimpinannya. Dalam konteks menjaga marwah dan soliditas pemerintahannya, marah adalah hak prerogatif Presiden yang dengan mudah bisa berujung pada pemberhentian para pembantunya di Kabinet dan lingkaran istana lainnya.

Presiden Prabowo pantas dan memang sudah seharusnya menjaga marwah pemerintahannya di mata rakyat dan memastikan kekuasaannya ramah kepada rakyat selaras dengan komitmen dan tekadnya untuk melindungi dan membahagiakan seluruh rakyat.

Dan ini wajib diikuti dengan tegak lurus oleh seluruh jajaran pembantunya baik di kementerian maupun lembaga atau badan lain di lingkaran istana. Termasuk para Pembantu Khusus Presiden di masing-masing bidang penugasannya. Mereka perlu belajar dari kasus ini jika tidak ingin terjerumus kedalam lubang insiden yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun