Terakhir, jangan juga dilupakan untuk menyiapkan dalil-dalil pembantah beserta alat bukti yang kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan munculnya tuduhan-tuduhan kecurangan yang didalilkan oleh Tim Hukum Kamil-Suswono. Hal ini penting mengingat perubahan sikap Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas persyaratan selisih perolehan suara yang bisa diajukan ke MK.
Sebagaimana diatur dialam Pasal Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 Tahun 2016, bahwa calon kepala daerah dapat mengajukan permohonan pembatalan keputusan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dengan ketentuan bila memenuhi syarat selisih suara mulai 2 persen hingga 0,5 persen tergantung dari jumlah penduduk di provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
Sekarang persyaratan itu tidak bersifat mutlak. Sebagaimana diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo pada acara Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada di Bogor, 26 Agustus lalu. Sepanjang pihak pemohon dapat meyakinkan Mahkamah dengan dalil-dalil permohonannya, bahwa dalam proses penetapan hasil pilkada yang dilakukan oleh termohon (yakni KPU Daerah) ada kesalahan atau kelalaian termasuk ada peristiwa pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), MK tetap dapat melanjurkan pemeriksaan pokok perkara hingga diputuskan (hukumonline.com, 27 Agustus 2024).
Analisis-analisi Pilkada lainnya :
https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/67474b8834777c7ee5704ee2/selamat-warga-jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H