Sekali lagi, real count berdasarkan formuli Model C Hasil KWK di TPS yang dipindai dan dipublikasikan di laman KPU bukanlah (dan tidak akan menjadi) dasar penghitungan perolehan hasil suara akhir maupun dasar penetapan Paslon terpilih. Ini regulasi kuncinya. Makanya di laman KPU dimana Model C Dan D Hasil itu dipublikasikan, KPU mencantumkan disclaimer bahwa:
- Publikasi Form Model C/D Hasil adalah hasil penghitungan suara di TPS dengan tujuan untuk memudahkan akses informasi publik.
- Penghitungan suara yang dilakukan oleh KPPS, rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilihan dilakukan secara berjenjang dalam rapat pleno terbuka oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Poin penting yang harus diantisipasi oleh Tim Pramono-Rano dari regulasi dan disclaimer ini adalah kemungkinan terkoreksinya angka-angka hasil penghitungan suara pada Model C Hasil itu oleh sebab terjadinya perubahan akibat pergeseran atau pengalihan suara yang dilakukan dengan sengaja dan manipulatif oleh oknum penyelenggara.
Potensi kecurangan ini bisa terjadi pada jeda waktu antara (atau setelah) penghitungan suara di TPS yang menghasilkan Model C Hasil tadi dengan pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi perolehan hasil suara di PPK. Kemudian pasca rekapitulasi hasil suara di PPK dan rapat pleno di KPU Kabupaten/Kota. Dan terakhir antara pasca rekapitulasi hasil suara di KPU Kabupaten/Kota dengan rapat pleno rekapitulasi hasil suara di KPU Provinsi.
Dari sisi besaran potensinya, kecurangan pada jeda waktu sebagaimana diuraikan diatas memang memang sudah berkurang jika dibandingkan dengan potensi kecurangan pada saat proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Karena dokumen hasil perolehan suara yang dihitung secara berjenjang dari tingkat bawah penyelenggara (yakni Model C Hasil di TPS, D Hasil di PPK, dan D Hasil di KPU Kabupaten/Kota) Â sudah tersebar, bukan hanya di laman resmi KPU tetapi juga di masyarakat dan dimiliki pula oleh para saksi.
Namun potensi kecurangan ini tetap saja penting dikawal dan diawasi, bukan hanya oleh Pengawas Pemilu yang jumlah personilnya sangat terbatas. Tetapi juga, terutama oleh Tim Paslon dan masyarakat. Karena diantara orang-orang baik yang menjadi penyelenggara Pemilu di semua jenjang, selalu saja ada oknum-oknum nakal bahkan jahat yang dengan sengaja melakukan kecurangan atau manipulasi atas pesanan pihak-pihak yang berkepentingan. Â Â
Mengantisipasi Gugatan PHPÂ
Sebelum pemungutan suara dilakukan 27 November lalu, Tim Kamil-Suswono sesumbar meyakini bahwa Pilgub akan berlangsung satu putaran dengan kemenangan ada di posisi mereka. Pasca penghitungan suara, terutama setelah melihat hasil quick count lembaga-lembaga survey dan real count KPU DKI Jakarta dan mereka tertinggal jauh, keyakinan itu "turun kelas". Bahwa Pilgub Jakarta akan berlangsung dua putaran.
Poin penting dari keyakinan yang turun kelas yang harus diantisipasi oleh kubu Pramono-Rano itu terletak pada "semangat juang" dibalik keyakinan dua putaran itu, yang pastinya akan mereka ikhtiarkan untuk bisa terwujud dengan berbagai cara. Selain melalui pintu masuk Rapat Pleno KPU Kabupatan/Kota dan Provinsi dengan menyasar angka-angka pada Model C Hasil dan D Hasil, jalan lain yang legal dan konstitusional adalah melalui mekanisme pengajuan permohonan Perselisihan Hasil Pemiihan (PHP) kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan melihat selisih perolehan suara berdasarkan hasil real count KPU Jakarta yang cukup besar, yakni di angka 10 persenan, kubu Kamil-Suswono nampak jelas sudah menyadari. Bahwa memenangi Pilgub dengan satu putaran adalah nyaris mustahil. Itu sebabnya maka keyakinan tadi jadi turun kelas.
Maka dengan posisi demikian, target mereka dari pengajuan PHP ke Mahkamah Konstitusi (jika ini dapat ditempuh sesuai regulasi) nanti bukan lagi mengupayakan kemenangan satu putaran yang imposible itu. Target prioritas mereka boleh jadi adalah bagaimana perolehan suara Pramono-Rano bisa tergerus dan turun ke angka di bawah 50 persen. Sehingga Pilgub bisa dilakukan dengan dua putaran karena tidak ada pemenang yang berhasil meraih suara diatas 50 persen.
Tantangan bagi kubu Pramono-Rano adalah bahwa secara kuantitatif target prioritas Tim Kamil-Suswono ini boleh jadi tidak terlalu sulit karena cukup dengan mengurangi 1-2 persen saja, perolehan suara Pramono-Rano akan turun ke angka 49 persenan, kurang dari 50 persen. Dan ini artinya Pilgub harus dilakukan dengan dua putaran. Inilah target prioritas dan terdekat Tim Kamil-Suswono.
Mengantisipasi kemungkinan permohonan PHP itu, Tim Hukum Pramono-Rano tentu harus sigap dan bekerja keras. Mulai menyisir dimana saja celah perolehan yang bisa ditembus oleh Tim Hukum Kamil-Suswono yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan perolehan suara dalam proses PHP di MK. Penyisiran itu dimulai dan terutama dari fase penghitungan suara di TPS-TPS dan rekapitulasi di PPK-PPK. Â