Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Uang, Kejahatan Elektoral yang Beranak Pinak

25 November 2024   22:46 Diperbarui: 25 November 2024   22:46 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.mediaindonesia.com

Tinggal dalam hitungan jam, Pilkada serentak bakal memasuki fase puncak, yakni pemungutan dan penghitungan suara, 27 November 2024. Para pegiat kepemiluan dan berbagai eksponen masyarakat sipil lainnya yang peduli jauh-jauh hari sudah getol menyuarakan early warning perihal salah satu ancaman serius elektoral yang diduga bakal kembali marak pada Pilkada serentak 2024 ini, yakni praktik politik uang (money politic). 

Fakta Anomali : Masyarakat Permisif dan Mendorong Partisipasi

Peringatan dini itu penting menjadi perhatian semua pihak, khususnya para penegak hukum kepemiluan dan civil society yang aktif mengadvokasi perhelatan Pilkada terutama karena ada satu fakta anomali yang memprihatinkan. Bahwa masyarakat cenderung permisif terhadap politik uang. 

Simpulan itu antara lain dibuktikan dengan indikator dari temuan sejumlah riset yang menerangkan bahwa money politik telah mendorong peningkatan partisipasi pemilih. 

Hasil riset pasca Pemilu 2019 lalu mislanya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis data sebanyak 48 persen masyarakat beranggapan jika politik uang hal yang biasa. Sementara itu hasil riset kuantitatif yang dilakukan Martinus Laia dkk di FISIP Universitas Sumatera Utara (Jurnal Perspektif, 2021) menyimpukan bahwa pengaruh politik uang terhadap tingkat partisipasi pemilih adalah nyata dan signifikan. 

 Simpulan riset yang sama juga ditemukan dalam sejumlah Pilkada. Misalnya dalam Pilkada Kabupaten Wajo 2018. Hardianto Hawing dkk (Journal of Social Politics and Governance, 2020) menyimpulkan bahwa variabel politik uang berpengaruh sebesar 53% terhadap tingkat partisiapsi politik. Lantas, apakah dengan demikian politik uang bisa ditoleransi karena ia dapat mendorong para pemilih untuk datang ke TPS dan menggunakan hak suaranya ? 

Dalam catatan pengalaman saya sendiri, temuan-temuan kuantitatif itu terkonfirmasi hampir dalam setiap momen ketika memberikan materi sosialisasi dan pendidikan pemilih yang diselenggarakan oleh KPU atau Bawaslu di daerah. Meski diekspresikan dengan cara guyon atau kelakar, sebagian peserta memang terlihat permisif dengan praktik money politic.    

Norma dan Pemahaman Politik Uang

Dalam salah satu bukunya, Mada Sukmajati dan Edward Aspinall (2015) mendefinisikan politik uang sebagai pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti proyek atau penyediaan pekerjaan) yang didistribusikan oleh politisi termasuk di dalamnya keuntungan yang ditujukan untuk individu (misalnya amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok masyarakat (misalnya lapangan sepak bola untuk pemuda). 

 Tujuan pemberian uang dan/atau berbagai materi itu adalah untuk memengaruhi pilihan sikap para pihak penerima agar sesuai dengan kepentingannya, dan tentu saja menguntungkan si pemberi secara elektoral. 

Definisi yang digunakan dan tujuan politik uang yang dikemukakan di atas sengaja dinarasikan lebih umum agar frasa money politic ini difahami lebih utuh dan menyeluruh sesuai fakta-fakta fenomenologis yang terjadi. 

Secara normatif, pengaturan perihal politik uang di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan/Pilkada tertuang dalam Pasal 73 (ketentuan larangan) dan Pasal 187A (ketentuan sanksi pidana).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun