Dengan fakta-fakta dukungan politik itu mestinya fase transisi akan mudah dilewati dengan lancar, tertib dan damai. Namun di balik semua dukungan itu sesungguhnya juga terdapat potensi beban politik (political burden) yang tidak ringan bagi Prabowo-Gibran. Dukungan politik itu baik dari relawan, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang bakal digantikannya, dan partai politik di DPR layaknya pedang bermata dua.
Ketiga sumber dukungan politik itu dapat dipastikan akan (atau bahkan sudah?) membebani Prabowo, misalnya dalam menyusun kabinet pemerintahannya. Baik relawan, Jokowi (entah dengan Kyai Ma'ruf) maupun partai politik sebagaimana terungkap dalam banyak pemberitaan, sudah saling mengusulkan orang-orangnya untuk masuk kabinet, besok lusa mungkin juga jabatan-jabatan strategis di banyak BUMN yang menjadi target. Ini semua potensial menjadi beban politik bagi Prabowo yang berkeinginan menghadirkan Kabinet Ahli (Zaken Kabinet).
Dukungan Jokowi kepada Prabowo juga tidak mungkin gratis. Salah satu "imbalan" yang diminta Jokowi secara lugas dan terbuka adalah komitmen Prabowo terkait isu keberlanjutan. Hemat saya ini akan menjadi beban politik tersendiri bagi Prabowo terutama jika diksi "keberlanjutan" dipahami tanpa pengecualian.
Tentu saja tidak ada yang salah dengan keinginan Jokowi agar Prabowo-Gibran dapat melanjutkan garis kebijakan dan program-program pemerintahannya. Akan tetapi Prabowo pastinya juga mengetahui dan sadar betul bahwa tidak semua garis kebijakan dan program-program pemerintahan Jokowi layak untuk dilanjutkan tanpa pengecualian.
Berbagai kekurangan atau kelemahan tetap perlu dikoreksi, dan Prabowo mestinya berani melakukannya karena pasca pengambilan sumpah janji nanti ia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang memiliki otoritas penuh untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan kebijakan.
Beban terakhir tapi tak kalah ribet dapat dipastikan bersumber dari elit-elit partai politik koalisinya. Selain permintaan jatah portofolio di Kementerian dan/atau BUMN serta jabatan-jabatan strategis lainnya di lingkaran instana untuk kader-kader mereka yang sudah disinggung di depan. Political burden itu juga potensial bisa membebani langkah kepemimpinan dan manajerial Prabowo dalam menyelenggarakan pemerintahannya.
Pernyataan Prabowo dalam beberapa kesempatan terakhir, misalnya soal warning agar para menteri yang berasal dari partai "Jangan Mencuri APBN", jelas mengisyaratkan kesadaran bahwa potensi abuse of power oleh para pembantunya adalah nyata dan "historical."
Dan itu, lagi-lagi, jika Prabowo tidak memiliki keberanian menggunakan hak prerogratif dan hak ekslusifnya sebagai top executive di pemerintahan, jelas akan menjadi beban berkelanjutan di sepanjang periode pemerintahannya.
Maka fase transisi dalam hitungan hari dan pekan kedepan akan menjadi tahapan awal pembuktian sekaligus momen yang pasti ditunggu oleh publik apakah Prabowo sanggup keluar dari bayang-bayang beban politik sekaligus berani melawan kepentingan-kepentingan politik parsial yang dapat mengganggu ikhtiar mewujudkan Visi, Misi dan janji-janji politiknya kepada rakyat. Semoga saja demikian.
Analisis-analisis politik lainnya:
Debat Pilgub dan Bayang-Bayang Kompromi Politik