Model kampanye sebagaimana pernah dilakukan Anies ketika menggelar program "Desak Anies" atau Prof. Mahfud yang menggelar program "Tabrak Prof" pada Pilpres 2024 lalu misalnya, merupakan dua model kampanye deliberatif yang menarik dan pantas diapresiasi dari perhelatan Pilpres 2024, sekaligus sebetulnya layak dipraktikan di fase kampanye Pilkada ini.
Dialog Inklusi dan SetaraÂ
Secara hopitetik kampanye deliberatif pada perhelatan Pilkada dapat memberikan banyak manfaat dan sisi positif, baik bagi para kandidat maupun warga masyarakat. Berikut beberapa manfaat dan sisi positifnya.
Pertama, kampanye deliberatif memungkinkan terbangunnya arus dua arah komunikasi politik yang setara dan inklusif, yakni antara kandidat dengan warga (pemilih). Dalam tradisi demokrasi komunikasi dua arah ini penting untuk saling mengetahui dan memahami kebutuhan masing-masing pihak. Sekaligus mencarikan solusi bersama atas problematika aktual yang dihadapi.
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk kampanye konvensional seperti pemasangan alat peraga serupa baliho, spanduk, poster dan sejenisnya, kampanye deliberatif jauh akan lebih efektif sebagai media penyampai pesan dan pertukaran gagasan. Merujuk Habermas, forum-forum dimana kampanye deliberatif digelar merupakan ruang publik yang menciptakan kesetaraan dan argumentasi rasional.Â
Kedua, didalam kampanye deliberatif kehadiran warga dihargai sebagai bagian dari pemegang saham politik kebijakan dan suara-suara publik dapat diartikulasikan secara terbuka dan jernih. Dalam konteks ini, para kandidat bisa mendengar dan memperoleh masukan yang jauh lebih realistis dan obyektif sebagai bahan perencanaan dan pengambilan berbagai kebijakan politik kelak jika mereka diberikan amanah.
Penting disadari oleh para kandidat dan tim pemenangannya masing-masing, Â bahwa realitas permasalahan yang dihadapi masyarakat di masing-masing daerah itu pastilah amat kompleks. Dan sangat mungkin kompleksitas permasalahan atau kebutuhan warga ini belum seluruhnya teradopsi didalam visi misi dan program para kandidat. Kampanye deliberatif membuka peluang terbongkarnya isu-isu mendesak yang mungkin belum tersentuh di dalam visi misi dan program mereka.
Menguji Gagasan, Mengontrol Dominasi Partai
Ketiga, melalui kampanye deliberatif, tawaran gagasan dan program para kandidat bisa diuji secara jernih, kritis dan obyektif. Terlebih lagi jika kampanye model ini diselenggarakan di kampus yang dihadiri oleh para civitas akademika, ahli dan kalangan intelektual. Atau di komunitas-komunitas independen dan kritis yang berasal dari berbagai lintas elemen civil society.
Dengan hanya mengandalkan media-media luar ruang yang lebih sekedar mempertontonkan naluri narsistik para kandidat, atau kampanye terbuka yang cenderung lebih merupakan ajang pamer kekuatan massa dan mobilisasi, maka relevansi, kompatibilitas serta kekuatan gagasan dan program para kandidat tidak mungkin bisa diuji.
Terakhir, kampanye deliberatif sejatinya juga dapat membebaskan demokrasi elektoral dari pasungan partai politik melalui para kandidatnya yang cenderung lebih mengedepankan kepentingan kelompok dan kebutuhan politik parsial. Atau dengan kata lain kampanye delibertaif dapat menjadi media publik untuk mengontrol dominasi partai atas proses dan hasil Pilkada.Â
Sekurang-kurangnya, kampanye deliberatif bisa menjadi penyeimbang terhadap gagasan-gagasan terselubung atau agenda-agenda tersembunyi partai politik yang dititipkan melalui para kandidat yang justru tidak selalu kompatibel dan sejalan dengan aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah. Â Â
Pada saat yang sama, kampanye deliberatif juga dapat mengontrol atau lebih tepatnya mencegah potensi penggunaan politik populisme oleh para kandidat beserta partai-partai koalisi pendukungnya. Sebut saja misalnya pemanfaatan sentimen-sentimen primordial untuk meraih simpati dan dukungan pemilih.