Putusan MK 60 menjadi berkah, terutama bagi PDIP atau juga Golkar jika mau dan berani mengambil sikap berbeda dari KBI. PDIP bisa maju tanpa harus koalisi, tak perlu lagi menunggu Golkar yang "tersandera."Â
Hanya saja sebuah resiko politik elektoral harus diambil PDIP, yakni mengusung figur eksternal sebagai Cagub, dan ini tidak lain adalah Airin. Ade Sumardi tetap dipasang sebagai Cawagub. Tetapi Pilihan resiko ini wajar dan realistis berdasarkan pertimbangan elektabilitas Airin yang jauh melampaui Ade Sumardi.
Kemudian bagaimana posisi politik Airin dengan pencalonannya sebagai Cagub yang diusung justru oleh PDIP, bukan oleh partainya sendiri yang nampaknya belum (atau bahkan tidak akan memberinya rekomendasi)? Simpel saja. Cukup memilih keluar dari Golkar atau membiarkan Golkar memecat dirinya lalu segera mengubah warna jaket almamater politiknya dari kuning menjadi merah. Dengan cara demikian, satu perkara selesai. Dan besok deklarasi Airin-Ade jadi digelar.
Bagi warga Banten, deklarasi Airin-Ade (sekali lagi seandainya terlaksana besok) tentu penting dan berharga. Bukan karena nasib Airin dan Ade terselamatkan. Bukan pula karena PDIP bisa mengajukan paslon sendiri tanpa harus koalisi. Melainkan karena dengan demikian warga Banten akan memiliki paslon alternatif. Dan ini adalah bentuk kongkret penghargaan terhadap aspirasi dan penghormatan terhadap hak politik rakyat, sekaligus bisa memastikan Pilkada Banten kelak masih layak disebut sebagai Pilkada.
Tetapi jika Airin ragu mengambil sikap progresif itu, artinya ia masih berharap DPP Golkar mau berkoalisi dengan PDIP dan mengusungnya sebagai Cagub bersama Ade sebagai Cawagub, maka deklarasi besok potensial ambyar alias gagal.
Kecuali, tetiba saja ada perubahan sikap politik DPP Golkar menyusul beberapa partai lain yang juga mengubah posisi sikapnya terkait putusan MK 60 setelah Gedung Parlemen digeruduk rakyat dua hari lalu. Lalu memahami bahwa warga Banten ingin memiliki pilihan alternatif serta menyadari keinginan warga itu adalah hak yang harus ditunaikan agar Pilkada tetap layak disebut Pilkada.
Itulah sebabnya mengapa paragraf awal tulisan ini saya mulai dengan "pengandaian." Jadinya, bagaimana besok? Kita tunggu saja, apakah rakyat Banten akan dihargai dan dihormati hak-hak politiknya, atau dicampakan ke tong sampah!
Artikel terkait:
PDIP, Golkar, Airin, dan Menjaga Kewarasan Berdemokrasi di Banten
Pilkada Banten, Koalisi Gigantis, dan Calon Tunggal
Kandidasi Pilgub Banten (2): Airin, Andra-Dimyati, dan Potensi Calon Tunggal