Golkar di Banten menjadi satu-satunya parpol anggota KIM yang tidak ikut mengusung Andra-Dimyati. Mengapa sikap Golkar berbeda di Banten?
Dari berbagai informasi dapat dibaca dari pemberitaan di media, alasan Golkar (di era Airlangga tentu saja) tidak bergabung dengan KBI karena mereka memiliki Airin, bakal kandidat yang paling moncer posisi elektabilitasnya di setiap lembaga survei.Â
Perlu diketahui, dari semua figur bakal kandidat, Airin memang jauh lebih dulu menyosialisasikan dirinya secara masif kepada warga Banten. Wajar jika ia lebih populer dan terangkat potensi elektabilitasnya.
Alasan yang demikian tentu bisa difahami dan sangat normal dalam konteks kontestasi kepemimpinan politik. Bukankah partai politik memang hadir sebagai sarana rekruitmen politik sekaligus satu-satunya institusi yang berhak memajukan calon-calon pemimpin politik di setiap tingakatan?
Airin-Ade Sempat MeredupÂ
Airin yang moncer popularitas dan potensi elektabilitasnya dengan cepat (sempat) meredup. Setidaknya menjadi tidak jelas bakal nasib pencalonannya, setelah Andra-Dimyati dideklarasikan oleh KBI dan didukung oleh semua partai parlemen di Banten, minus Golkar dan PDIP.
Demikian pula dengan Ade Sumardi, bakal Cawagubnya. Ade yang sempat mengurus pengunduran dirinya sebagai Caleg terpilih di DPRD Banten karena akan maju mendampingi Airin, selang beberapa hari kemudian menarik surat pengunduran diri itu dari KPU Banten.Â
Ini jelas mengisyaratkan bahwa pencalonannya bersama Airin menjadi tidak jelas, terlebih ketika Airlangga tergusur dari jabatan Ketua Umum Golkar. Di bawah kepemimpinan Airlangga lah Airin diberikan rekomendasi dan penugasan sebagai bakal Cagub Banten.
Mengapa Airin-Ade meredup, bahkan nyaris hilang dari orbit pencalonan Pilkada? Karena di satu sisi Golkar, yang diduga "tersandera" oleh tarik-menarik kepentingan politik di pusat itu tidak kunjung memastikan rekomendasi pencalonannya untuk berkoalisi dengan PDIP.
Sementara di sisi lain, PDIP tidak bisa maju sendiri karena kursinya di DPRD Banten tidak memenuhi threshold pencalonan. Ringkasnya hanya ada satu pilihan bagi Airin-Ade untuk bisa maju kala itu, yakni Golkar dan PDIP berkoalisi.
Berkah Putusan MK 60
Pasca terbitnya putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 beberapa hari lalu, ketidakjelasan nasib Airin-Ade terurai sudah, meski dengan resiko berat yang nampaknya harus dihadapi terutama oleh Airin.
Sebagaimana kita tahu, putusan MK Nomor 60 telah mengubah norma threshold pencalonan secara progresif. PDIP maupun Golkar yang semula tidak bisa maju sendiri karena hanya memiliki 14 kursi di DPRD Banten, setara dengan 14%, dengan putusan MK keduanya bisa maju tanpa harus koalisi. Dengan jumlah DPT Banten sekitar 8 jutaan, kedua partai ini bisa maju tanpa harus koalisi karena menurut norma baru dalam putusan MK, Provinsi dengan DPT lebih dari 6-12 juta jiwa cukup dengan 7.5% perolehan suara sah.