Ini artinya selama kubu KIM Plus belum mendaftarkan Ridwa Kamil-Suswono ke KPU DKI, partai-partai politik yang tergabung didalam koalisi ini masih bisa mengubah sikap dah haluan politik kandidasinya.
Larangan penarikan dukungan dan pengusulan oleh partai politik tertentu hanya jika pasangan calon sudah didaftarkan ke KPU DKI Jakarta sebagaimana diatur dialam Pasal 100 ayat (1) PKPU 8 Tahun 2024: "Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang telah mendaftarkan Pasangan Calon kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, tidak dapat menarik pengusulannya sejak pendaftaran."
Jadi clear. Dari sisi ruang pengaturan PDIP dan Anies masih memiliki peluang untuk mengikuti Pilkada. Yakni apabila salah satu atau lebih partai politik pendukung Ridwan Kamil-Suswono mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya dengan menarik diri dari poros KIM Plus dan mau mengalihkan kerja sama politik elektoralnya ke PDIP dan mengalihkan dukungannya kepada Anies Baswedan.
Pertanyaannya kemudian, masih adakah partai yang mau mengubah sikap dan politik kandidasinya? Mari kita diskusikan lebih jauh.
Jika Isu "Tersandera" Tidak Benar
Kita mulai dari isu "elit partai tersandera" yang sudah sejak Pemilu 2024 silam beredar kencang di ruang publik. Bahwa merapatnya seluruh partai politik di kubu KIM Plus untuk Pilgub Jakarta antara lain karena situasi ketersanderaan ini. Tidak semua tentu saja. Hanya beberapa partai, atau lebih tepatnya elit beberapa partai tertentu.
Ada tiga jenis situasi ketersanderaan. Pertama, tersandera kasus hukum. Kedua tersandera urusan bisnis (usaha). Ketiga tersandera soal jabatan. Meski tidak mudah dibuktikan, sejumlah indikator dari ketiga jenis situasi ketersanderaan ini bisa dilacak dan dibaca jejak digitalnya di media. Atau dicermati dari perilaku politik elit partai terutama sejak proses Pemilu 2024 lalu dimulai.
Kembali ke soal peluang PDIP dan Anies. Jika isu ketersanderaan ini benar adanya dan tentu saja ini hanya bisa dirasakan oleh para elit partai sendiri, maka peluang PDIP-Anies amat sangat kecil. Karena siapapun pasti tidak yakin bahwa mereka yang tersandera bakal berani mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya. Kecuali siap menghadapi aparat penegak hukum atau bisnisnya diganggu atau kehilangan jabatan.
Tetapi jika isu ketersanderaan itu tidak benar sama sekali, terutama jenis yang pertama dan kedua, perubahan sikap dan haluan politik kandidasi itu mestinya masih sangat mungkin terjadi. Apalagi jika para elit partai mau menurunkan sedikit saja syahwat pragmatiknya dan menggeser syahwat itu untuk kepentingan yang lebih maslahat, kepentingan banyak orang. Jika demikian maka peluang PDIP dan Anies masih cukup terbuka untuk bisa maju ke perhelatan Pilgub Jakarta.
Faktor Penentu
Dengan asumsi bahwa isu "elit partai tersandera" itu tidak benar, atau (mungkin saja benar) tetapi para elit yang tersandera memiliki keberanian untuk mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya karena pertimbangan idealisme dan menjaga kewarasan Pilkada misalnya, sekali lagi peluang PDIP dan Anies jelas masih terbuka.Â
Peluang terbuka ini bisa terwujud jika salah satu atau lebih faktor berikut ini terjadi dalam beberapa hari kedepan sebelum pendafataran Paslon ke KPU DKI Jakarta dimulai.
Pertama, PDIP dan Anies terus berikhtiar dan berhasil meyakinkan partai-partai lain di kubu KIM Plus bahwa memilih bekerjasama dengan mereka adalah pilihan yang jauh lebih bijak dan lebih maslahat untuk kepentingan menjaga konsolidasi demokrasi yang sudah diperjuangkan bersama. Potensi kemenangan jika mereka berkoalisi juga relatif besar, bahkan bisa lebih besar dari potensi yang dimiliki KIM Plus.
Ada dua partai yang masih mungkin dilobi untuk membangun kerja sama, yakni Partai Nasdem dan PKB. Kolega sebelah lagi, PKS jelas tidak bisa diharapkan karena sudah mendapatkan "panjar politik" berupa posisi bakal cawagub.