Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membaca yang Tersirat dan Kepentingan Publik dari Mundurnya Ketua Umum Golkar

11 Agustus 2024   23:34 Diperbarui: 12 Agustus 2024   06:50 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Airlangga Hartarto | Dokumen DPP Partai Golkar

"Saya Airlangga Hartarto, setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan datang terjadi dalam waktu dekat, maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim serta atas petunjuk Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua Umum DPP Partai Golkar."

Minggu 11 Agustus 2024 ini beredar kabar mengejutkan: Airlangga Hartarto mundur dari puncak kuasa di Partai Golkar. Kutipan narasi di atas adalah teks pernyataan mundurnya yang tersebar masif di berbagai media, nasional maupun lokal, media mainstream maupun media sosial.

"Kejadian Luar Biasa"

Mengejutkan tentu saja. Betapa tidak? Mundur dari jabatan strategis dalam bidang apapun (termasuk politik) di tanah air bukanlah tradisi para elit, bukan sesuatu yang biasa. Yang mentradisi justru sebaliknya. Pejabat yang dinilai gagal pun lalu didesak mundur bertubi-tubi oleh publik anteng-anteng saja dengan jabatannya.

Menjadi lebih ironis lagi dan memicu keheranan publik, di bawah kepemimpinan Airlangga, Golkar justru menorehkan prestasi elektoral yang bagus. Pada Pemilu 2024 kemarin Golkar berhasil menambah perolehan kursi di parlemen sebanyak 17 dari raihan di Pemilu 2019. 

Pada perhelatan Pilpresnya, Golkar menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang berhasil mengantarkan Prabowo-Gibran ke puncak kekuasaan. 

Lha kok malah mundur?  

Di sisi lain, langkah mundur ini juga terjadi di tengah dinamika perhelatan Pilkada serentak. Momen yang mustahil dianggap tidak penting dan tidak strategis oleh partai politik. 

Dalam situasi ini nalar politik kelembagaan yang sehat pasti menghendaki kondisi internal kepemimpinan dan manajemen partai berlangsung solid. Lha kok malah mundur?

Bukankah dengan mundurnya sang Ketua Umum di tengah perhelatan strategis ini justru bisa memicu situasi yang kontra-produktif, dan tentu saja potensial merugikan kepentingan internal partai?

Kemudian lagi, sebagai partai besar dan paling berpengalaman secara politik, Golkar sudah barang pasti memiliki piranti kelembagaan yang lebih dari memadai untuk mengorganisir proses sirkulasi elit dan suksesi kepemimpinan internalnya dengan cara normal. Ada Anggaran Dasar (AD),  Anggaran Rumah Tangga (ART) dan berbagai perangkat regulasi lainnya yang menjadi landasan operasional organisasi. Lantas mengapa mesti menggunakan mekanisme "parkir ikhlas?" dan mendadak untuk merotasi kepemimpinan?

Terakhir, keputusan dan pengumuman mundurnya Airlangga juga sangat mendadak. Amat tidak biasa. Tidak ada sinyal-sinyal politik apapun sebelumnya yang bisa dikaitkan. Kecuali dua hari lalu Airlangga menyebut inisial "S" ketika ditanya wartawan siapa figur bakal pendamping Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta. Adakah penyebutan inisial "S" ini berkaitan dengan tetiba mundurnya Airlangga? Wallahu'alam. Hanya Allah dan Airlangga yang tahu persis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun