Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

KIM Plus, Pilkada Jakarta, dan Pengerdilan Demokrasi

6 Agustus 2024   17:50 Diperbarui: 7 Agustus 2024   14:37 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu fenomena calon tunggal ini harus dicegah. Ada empat strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat.

Pertama menyadarkan partai-partai politik perihal tanggungjawab moral dan kewajiban politiknya menyediakan kandidat-kandidat pemimpin lokal sesuai aspirasi yang berkembang, sekecil apapun gaung aspirasi itu.

Kedua, mendesak partai-partai politik yang saat ini berada diatas angin untuk menghentikan nafsu purbanya memenangi kontestasi dengan menyiasati proses kandidasi hingga melahirkan calon tunggal.

Ketiga, dalam konteks Pilgub di beberapa provinsi besar yang tadi sebutkan, mendorong PDIP dan beberapa partai yang masih bisa diharapkan dan belum terikat "kontrak" dengan KIM Plus seperti PKS, PKS dan Nasdem di Jakarta; Golkar di Banten, serta PKB dan Nasdem di Jatim misalnya, untuk berani mengambil langkah dan kebijakan yang mandiri dengan memajukan pasangan alternatif dari pasangan Cagub-Cawagub yang sekarang sudah disiapkan oleh KIM Plus.

Keempat, jika ketiga strategi itu potensial gagal dan kemudian terbukti gagal pada akhirnya, masyarakat sipil, tokoh masyarakat independen, dan kalangan intelektual publik saya kira harus turun gunung lebih masif memberikan penyadaran kritis kepada masyarakat dengan mengampanyekan Kotak Kosong dan berduyung-duyun menggunakan hak pilihnya untuk pemenangan Kotak Kosong.

Dalam situasi partai-partai mengalami insecuritas dan defisit keberanian moral-politik menjaga demokrasi yang sesungguhnya, membantu mengampanyekan Kotak Kosong adalah bentuk partisipasi politik yang bermakna (meaningful participation). Tidak perlu menang. Tetapi jika Kotak Kosong menang tentu akan lebih baik karena ini bisa menjadi warning yang sangat penting bagi elit-elit partai politik.

Keberhasilan, apalagi kemenangan Kotak Kosong akan menjadi pesan penting bagi para elit partai dan kekuasaan bahwa rakyat sebagai pemilik sejati kedaulatan sesungguhnya ingin didengar suaranya, muak dengan sikap monolitik mereka, dan bahkan bisa mengambil keputusan yang berbeda dengan kesepakatan para elit.

Artikel terkait: Mencegah Kotak Kosong Ikut Pilkada  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun