Salah satu nilai utama demokrasi adalah partisipasi publik, keterlibatan rakyat dalam mengambil keputusan-keputusan strategis seperti memilih pemimpin.
Pilkada dengan calon tunggal potensial bisa memicu apatisme publik lantaran absennya alternatif pilihan kecuali kotak kosong tadi.
Di tengah literasi politik elektoral warga yang semakin membaik, Pilkada dengan calon tunggal ini akan semakin membuat para pemilih malas datang ke TPS karena mereka tahu proses kandidasi hingga melahirkan calon tunggal lazimnya berlangsung tidak sungguh-sungguh demokratis.
Ada partai politik yang memiliki surplus kekuasaan lalu menggunakan kekuasaannya itu untuk menekan dan "menyandera" partai lain agar mengikuti kemauannya.
Di sisi lain juga ada partai politik yang memang tidak memiliki komitmen pada suara-suara rakyat, bahkan kadernya sendiri di daerah.
Mereka lebih memilih "jalan aman" bagi partai dan elitnya sendiri, yang "tersandera," mungkin oleh kasus tertentu atau gurihnya menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Sisi buruk lainnya adalah tidak akan ada kompetisi yang sehat dan produktif. Pilkada dengan calon tunggal tidak memungkinkan lahirnya kontestasi gagasan dan visi misi programatik.
Publik hanya akan ditawari visi-misi yang juga bersifat tunggal, tidak akan ada pilihan gagasan dan cara melihat masa depan daerahnya. Padahal setiap daerah pastilah memiliki ragam persoalan dan pekerjaan-pekerjaan rumah yang membutuhkan pilihan-pilihan solusi.
Menunggu Keberanian Golkar-PDIP
Masih adakah jalan politik agar calon tunggal tidak terjadi pada Pilgub Banten nanti? Ada tetapi tidak mudah. Yakni terbangunnya koalisi Golkar-PDIP. Jumlah kursi kedua partai ini, 28 kursi, cukup untuk bisa mengajukan paslon Gubernur-Wakil Gubernur.
Kuncinya tergantung pada Golkar, apakah partai gigantis di era orde baru ini memiliki keberanian untuk tampil beda dari para koleganya di Koalisi Indonesia Maju.
Nampaknya memang tidak mudah jika dasar kalkulasi politiknya adalah posisi Golkar di barisan KIM dan kedekatan hubungan Airlangga-Prabowo. Tetapi jika kepentingan publik dan komitmen menjaga agar demokrasi tetap hidup di Banten ditambah dengan kalkulasi elektoral sebagai dasar pijakan mestinya Golkar berani mengambil pilihan sikap yang berbeda.