Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Anies, PKS dan PDIP, dari Jakarta Menuju Pilpres 2029?

26 Juni 2024   15:35 Diperbarui: 1 Juli 2024   00:05 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, raihan suara PDIP nomor dua setelah PKS. 

Ini artinya akan mendorong PKS untuk membuka peluang kompromi dengan PDIP dalam soal penentuan figur bakal Cawagub. Karena dari sisi raihan suara dan jumlah kursi PDIP lebih banyak dibanding PKB maupun Nasdem. PKS akan menilai wajar ketika PDIP mengajukan nama untuk pendamping Anies ketimbang PKB atau Nasdem.

Kedua, sikap politik PDIP terhadap pemerintahan Jokowi dan Paslon terpilih Prabowo-Gibran saat ini relatif lebih dekat dengan PKS dibanding PKB dan Nasdem. 

Sama-sama kritis terhadap pemerintahan Jokowi, dan sama-sama "menerima dengan catatan" kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 lalu. Dan ini, paling tidak hingga sekarang, ditunjukan oleh tidak adanya rencana untuk bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran nanti.

Ketiga, PDIP memiliki sejumlah kader unggul untuk disandingkan dengan Anies, antara lain Pramono Anung, Andika Perkasa, Azwar Anas dan Tri Rismaharini. 

Ahok tentu tidak bisa disebut karena regulasi pencalonan yang tidak memungkinkan untuk para mantan Gubernur di satu daerah yang sama kemudian disandingkan dalam satu paket paslon Gubernur-Wakil Gubernur. Dari keempat figur ini, Jendral (Purn) Andika nampaknya paling berpeluang dimajukan PDIP dan diterima oleh PKS.

Tentu saja mewujudkan koalisi PKS-PDIP di Pilkada DKI bukan tanpa kendala. Kedua partai ini secara "ideologi" kerap dinilai berseberangan, paradoks. PKS relijius (Islam), sebaliknya PDIP nasionalis (sekuler). Setidaknya inilah yang selama bertahun-tahun tersemat, atau disematkan publik, pada kedua partai ini.

Tetapi fakta ini juga bukanlah hal yang final dan sama sekali juga tidak bijak jika kedua partai memperlakukan posisi ini sebagai sesuatu yang rigid. Politik adalah juga tentang kompromi (yang bisa dibenarkan secara moral) jika dimaksudkan untuk kebaikan dan kemaslahatan publik, serta dilakukan tidak dengan menabrak rambu-rambu konstitusi dan hukum.

Maka jika premis tersebut disepakati, "pekerjaan rumah" keduanya mestinya menjadi lebih ringan: masing-masing mengurangi "ego ideologis" partainya lalu bersama-sama mengedepankan dasar politik kebangsaan. Toh keduanya juga pada hakikatnya memiliki pijakan ideologi nasional yang sama, yakni Pancasila ! Dan dengan demikian, PKS-PDIP bisa bareng-bareng berangkat dari Jakarta menuju Pilpres 2029 bersama Anies-Andika. Why not, dan siapa tahu...

Artikel terkait: Manuver PKB di Balik Wacana Anies-Kaesang dalam Pilkada DKI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun