Kedua, dalam situasi kekurangan jumlah kursi sebagai prasyarat pengajuan bakal pasangan calon tersebut, PKS tentu saja tidak mungkin mematok sikap politik yang rigid. Pintu kompromi pasti akan dibuka oleh PKS, dengan partai manapun yang nanti bisa diajak berkoalisi. Pada titik inilah posisi Sohibul Iman akan "dimainkan."
Dengan alasan memiliki suara terbanyak di DPRD DKI dan tentu saja kapasitas Iman yang mumpuni, PKS tentu akan berjuang kencang untuk memasang mantan Presidennya itu sebagai bakal cawagub. Tetapi jika ikhtiar ini mentok, maka kemungkinan posisi cawagub diberikan kepada partai lain yang siap berkoalisi nampaknya bakal menjadi opsi kedua PKS.
Opsi kedua PKS itu tentu bukan tanpa kalkulasi. Jika opsi ini yang terjadi, artinya Sohibul Iman gagal disandingkan dengan Anies karena kesepakatan koalisi hanya bisa dicapai dengan memberikan posisi cawagub kepada partai lain, maka cepat atau lambat PKS akan meminta Anies untuk bergabung sebagai kader resmi PKS. Dengan cara demikian, PKS tetap menjadi leader koalisi dan memiliki kader sebagai bakal Capres paling potensial di Pilpres 2029.
Ketiga, Sohibul Iman dipasang sebagai "trigger" dan akhirnya opsi kedua yang bakal terjadi juga didasarkan pada fakta lain, bahwa sebelum PKS mengumumkan Anies-Iman, DPW PKB DKI sudah lebih dulu memberikan rekomendasi pencalonan kepada Anies.Â
Langkah DPW PKB DKI ini tentu bukan "cek kosong" untuk Anies. Jika DPP PKB menyetujui pasti memiliki kepentingan untuk mengajukan kadernya sebagai bakal Cawagub. Dan dalam kaitan ini, PKB juga memiliki sejumlah kader yang pantas disandingkan dengan Anies, salah satunya adalah Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan saat ini.
Keempat, dengan mengumumkan Anies-Iman sebagai bakal paslon Gubernur-Wakil Gubernur DKI, PKS nampaknya juga berharap sikap politik elektoral partai-partai segera bisa dibaca arah pergerakannya. Bagi PKS ini penting untuk menentukan bagaimana dan kearah mana langkah koalisi di Pilkada DKI mereka bangun.
Siapa Kawan Koalisi Paling Potensial?
Jika perkubuan di Pilpres 2024 lalu atau konstelasi politik pasca elektoral dapat dijadikan barometer bagaimana peta koalisi bakal terjadi di Pilkada DKI ini, maka ada 3 partai politik yang paling potensial bisa berkoalisi dengan PKS. Berdasarkan urutan raihan suara Pileg, ketiga partai ini adalah PDIP (1.012.028), Nasdem (545,235), dan PKB (470.682).
Tetapi kita tahu konstelasi politik pasca Pilpres 2024 sudah berubah. PKB dan Nasdem telah menyatakan diri bakal gabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Boleh jadi fakta ini pula yang telah mendorong PKS untuk mengambil langkah cepat melakukan fiksasi dan mengumumkan Anies-Iman.Â
Dengan cara demikian PKS akan mendapatkan semacam insentif elektoral berupa determinasi politik dalam proses kandidasi maupun dalam rangkaian perhelatan Pilkada ke depannya.
Di sisi lain, posisi politik PDIP sejauh ini nampak konsisten memainkan peran-peran oposisional terhadap pemerintahan Jokowi yang mendukung Prabowo-Gibran. Hingga saat ini, alih-alih mengisyaratkan bakal gabung dan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, PDIP justru kian rajin mengkritisi pemerintahan Jokowi dan kebijakan-kebijakan politiknya.
Berangkat dari peta statistik raihan suara Pemilu 2024 dan konstelasi politik pasca Pilpres, maka dari ketiga partai tersebut, jelas PDIP yang paling potensial berkoalisi dengan PKS di Pilkada Jakarta.