Dengan kesadaran politik yang memadai sekaligus literasi Pilkada yang kuat, para pemilih diharapkan memiliki otonomi dan keberanian untuk secara kritis dan rasional memberikan suaranya kepada figur-figur pasangan calon yang relatif steril dari praktik-praktik busuk mahar politik dan politik uang, serta berani membebaskan diri dari kecenderungan menjatuhkan pilihan pada figur-figur pasangan calon yang berasal dari jejaring politik dinasti. Â Â
Pendidikan politik atau penguatan literasi Pilkada ini dapat dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat sipil yang potensial memiliki sumberdaya yang memadai. Mulai dari kampus, para pegiat Pemilu independen, organisasi masyarakat non-partisan, dan lain-lain.
Kedua, penguatan dan konsolidasi elemen-elemen civil society (masyarakat sipil) sekaligus mendorong mereka (baik orang perorang maupun kolektif melalui berbagai organisasi atau asosiasi) untuk secara assertif menyuarakan dan mengkampanyekan pentingnya praktik-praktik tidak sehat dalam Pilkada diakhiri.Â
Langkah ini dilakukan secara simultan dengan ikhtiar memperkuat kesadaran politik masyarakat dan penguatan literasi Pilkada di kalangan para pemilih.
Ketiga membangunkan kesadaran para elit partai dari "tidur panjang" menganggap praktik-praktik mahar politik, politik uang dan politik dinasti sebagai dinamika yang normal, sepele dan tidak berimplikasi buruk terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik di daerahnya.
Selain itu juga penting untuk mendesak mereka agar bersedia membangun komitmen bersama dengan berbagai stakeholder Pilkada (penyelenggara terutama Bawaslu yang akan mengawasi seluruh tahapan kegiatan Pilkada, antar partai dan internal partai masing-masing, tokoh-tokoh yang berniat maju ke arena kontestasi, dan masyarakat sipil) untuk mengawal dengan sungguh-sungguh dan memastikan praktik-praktik distorsif demokrasi elektoral diakhiri.
Sudah saatnya perhelatan demokrasi elektoral di aras lokal (Pilkada) dikembalikan pada khittohnya. Yakni sebagai jalan untuk mengejewantahkan hakikat kedaulatan rakyat, memilih para pemimpin genuine dan berkarakter unggul, sekaligus mengonsolidasikan demokrasi substantif di tingkat lokal dengan cara-cara yang berintegritas, menjunjung tinggi etika dan berkeadaban.
Artikel terkait: Logika Kekuasaan dan Politik Akomodatif dalam Wacana Penambahan Jumlah Kementerian Â
Artikel terkait: Menelisik Ulang Pilkada Langsung (2): Menolak Lupa Sisi Gelapnya Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H