Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menelisik Ulang Pilkada Langsung (1): Argumen Teoritik Mengapa Harus Pilkada Langsung?

6 Mei 2024   00:02 Diperbarui: 6 Mei 2024   00:11 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di aras lokal, proses demokratisasi itu antara lain dilakukan dengan mengubah mekanisme pemilihan pemimpin eksekutif daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) dari elites vote menjadi popular vote alias pemilihan secara langsung oleh rakyat yang kini dikenal dengan istilah Pemilihan atau Pilkada.

Merujuk pada pemikiran Brian C. Smith (1998), demokratisasi di tingkat lokal berupa Pilkada langsung itu penting karena ia merupakan prasyarat bagi terbangunnya demokrasi di tingkat nasional. Berikut argumentasi teoritiknya.

Pertama, demokrasi pemerintahan di daerah merupakan suatu ajang pendidikan politik yang relevan bagi warga negara didalam suatu masyarakat yang demokratis. Hal ini terutama karena tingkat proximity (kedekatan) yang lebih dekat antara pemerintah daerah dengan rakyat.

Kedua, pemerintah daerah dipandang sebagai pengontrol perilaku pemerintah pusat yang berlebihan dan berkecenderungan anti-demokrasi yang kerap muncul pada masa transisi dari pemerintahan otoriter menuju pemerintahan demokratis. 

Di dalam masa transisi ini pemerintah daerah memiliki posisi tawar-menawar kekuasaan yang lebih tinggi atas kekuasaan dan otoritas pemerintah pusat.

Ketiga, demokrasi di daerah dianggap mampu menyuguhkan kualitas partisipasi yang lebih baik dibandingkan dengan yang terjadi di tingkat nasional. Fakta bahwa komunitas di daerah relatif terbatas dan masyarakatnya lebih mengenal di antara satu dengan lainnya dianggap sebagai dasar argumen bahwa partisipasi di daerah itu lebih bermakna dibandingkan dengan di tingkat nasional. 

Bagi Smith, partisipasi di daerah lebih memungkinkan bertumbuhnya tradisi deliberative democracy. Praktik demokrasi yang mengedepankan komunikasi dan dialog-dialog diskursif dan lebih partisipatif.

Keempat, dengan menyebut kasus negara Kolumbia berdasarikan hasil risetnya, Smith meyakini bahwa legitimasi pemerintah pusat akan mengalami penguatan manakala pemerintah pusat itu melakukan reformasi di tingkat lokal. Penguatan legitimasi ini berkaitan dengan tingkat kepercayaan daerah kepada pemerintah pusat

Sejalan dengan pemikiran Smith, dua ilmuwan politik penganut pendekatan kelembagaan baru, James March dan Johan Olsen mendalilkan, bahwa "political democracy depends not only on economic and social conditions, but also on the design of political institutions." Bahwa demokratisasi politik tidak hanya bergantung pada kondisi sosial dan ekonomi, tetapi juga pada desain kelembagaan politik.

Asumsi yang mendasari pandangan March dan Olson itu adalah, bahwa Pemilu (termasuk Pilkada) merupakan jalan untuk merotasi kepemimpinan dimana rakyat terlibat secara langsung dan terbuka. Maka Pemilu dan Pilkada merupakan salah satu wujud paling ekspresif dari langkah-langkah politik penataan desain kelembagaan untuk mengonsolidasikan demokrasi.

Perspektif Otonomi Daerah: "All Politics is Local"

Sementara itu, dalam perspektif otonomi daerah (yang ruhnya adalah desentralisasi kewenangan pemerintahan), Pilkada langsung juga dapat mengutuhkan implementasi prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi dalam bingkai besar agenda politik nasional. Yakni demokratisasi menuju era kehidupan demokrasi substantif, demokrasi yang sesungguhnya. Karena Pilkada langsung pada dasarnya merupakan pilar yang bersifat memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun