Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan Talks (10): Musik Religi, Spiritualitas, dan Tradisi Sufistik

26 Maret 2024   23:09 Diperbarui: 27 Maret 2024   08:38 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para Ulama berbeda pandangan mengenai hukum musik. Sebagian ada yang mengharamkan, baik dalam menciptakan, menyanyikan atau bahkan sekedar mendengarkan. Sebagian yang lain menghukumi musik sebagai mubah, sesuatu yang tidak dilarang tetapi juga tidak dianjurkan.

Tetapi ada satu hal yang disepakati bahwa musik termasuk dalam ranah ijtihadiyah. Yakni masalah dalam ranah ijtihad (f majl al-ijtihd), dalam arti tidak termasuk dalam kategori doktrin yang pasti, melainkan terbuka untuk penafsiran (interpretasi). Argumentasinya karena tidak ada nash yang secara qath'i (pasti) dan sharih (jelas) yang melarang musik. Baik di dalam Al Quran maupun Sunnah.

Dalam kumpulan shahih Imam Bukhari dan Imam Muslim bahkan diriwayatkan, suatu kali Abu Bakar Shiddiq 'alaihissalam masuk ke rumah Aisyah untuk menemui Nabi Muhammad. Ketika itu ada dua gadis di sisi Aisyah yang sedang menyanyi, lalu Abu Bakar menghardiknya dengan kasar seraya berkata: "Apakah pantas ada seruling setan di rumah Rasulullah?" Tetapi kemudian Rasulullah SAW menimpali dengan bijak, "Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya."

Diantara Ulama yang membolehkan musik adalah Imam Al Ghozaly penulis kitab tasawuf terkenal Ihya 'Ulumuddin dan Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziri pengarang kitab Al-Fiqh 'al-Madzhib al-Arba'ah. 

 

Di dalam karya monumentalnya tersebut, Al Ghazaly memberikan apresiasi tinggi terhadap seni musik dan bernyanyi dengan mengatakan, bahwa "Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, adalah dia yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati."

Musik dan Spiritualitas

Islam, sebagaimana halnya dengan agamana manapun di dunia, memiliki dua dimensi yang (seharusnya) saling melengkapi dan mengarahkan seorang muslim pada level keutuhannya dalam beragama. Yakni dimensi religiusitas atau dimensi lahir (eksoterisme) dan dimensi spiritualitas atau dimensi bathin (esoterisme).

Dimensi religiusitas dalam Islam berkenaan dengan doktrin-doktrin formal dan eksoteris yang bersumber dari wahyu Allah (Al Quran) dan Sunnah Nabi. Melaksanakan sholat, berhijab syar'i bagi perempuan, menunaikan zakat dan bersedekah, megamalkan ibadah puasa dan berhaji bagi yang berkemampuan adalah bentuk-bentuk religiusitas.

Sedangkan dimensi spiritualitas berhubungan dengan aspek-aspek esoteris yang tumbuh sebagai bentuk kesadaran eksklusif penghambaan pribadi seorang muslim kepada sang Adikodrati, Allah SWT. Dimensi esoterisme dalam Islam tumbuh setelah atau bersamaan dengan pengamalan aspek-aspek formal syariat dan kaidah-kaidah agama.

Dalam konteks pencapaian level spiritualitas tertentu, secara natur seseorang seringkali membutuhkan suasana bathin (ruhani, psikologis) yang dapat meningkatkan kekhusuannya dalam mentadaburi (merenungkan) segala nikmat dan anugerah yang Allah berikan kepadanya. Musik bernuansa (aransemen dan syair) religi dalam hal ini adalah salah satu instrumen yang dapat menghadirkan dan membangun suasana spiritualitas itu.   

Maka tidak heran jika banyak orang Islam amat menggemari senandung musik religi. Bahkan tidak sedikit yang merasa bahwa alunan musik dan syair-syair sebuah lagu memberi pengaruh positif dalam proses penghayatan dan penghambaannya (muqorrobah) kepada Allah SWT.

Musik dan Tradisi Sufistik

Dalam sejarah perbadan Islam, musik juga menjadi bagian penting khususnya dalam tradisi (spiritualitas) sufistik atau tasawuf.

Meminjam penjelasan Mohammed Arkoun, cendekiawan muslim kontemporer, konsep spiritualitas dalam Islam diisi dengan berbagai macam pengertian yang kompleks. Biasanya dikaitkan dengan konten-konten seputar agama, musik, arsitektur, lukisan, literasi, filosofi dan lain sebagainya. Musik dan spiritualitas memiliki hubungan yang panjang sejak peradaban manusia dimulai, termasuk dalam dunia tasawuf.

Tradisi sufistik atau tasawuf memiliki keterkaitan erat dengan musik dalam mencapai hasrat spiritual para pengikutnya. Dalam hal ini spiritualitas berhubungan dengan hal-hal yang bersifat mistis, ghaib, transenden dan supranatural.  

Secara khusus dalam tradisi sufistik atau tasawuf, terdapat jenis musik spiritual yang berkembang dikalangan para sufi. Yakni musik spiritual As-Sama' (Bahasa Arab), yang berarti mendengar (Cowan, 1980). Dalam kosakata Arab klasik, kata As-Sam ini berarti nyanyian atau alat musik. Sehingga istilah ini digunakan para kelompok sufi untuk menggunakan musik sebagai media penghubung mereka dengan Allah SWT dalam dunia spiritual (Glasse, 1996).

Dalam menikmati dan menggunakan musik sebagai media peningkatan level spiritualitas, u an-Nun Al-Miri melihat musik sebagai suatu akifitas spiritual dengan tujuan merasakan sentuhan dari Allah. Suatu sentuhan bathin yang dapat membangkitkan rasa gairah hati menuju Allah.

Dalam konteks sebagaimana dijelaskan Al Misri inilah saya kira apa yang dirasakan dan dinikmati oleh banyak umat Islam yang saat ini tengah menjalani ibadah puasa dengan ikhlas ketika misalnya sambil ngabuburit atau beraktifitas lainnya mendengarkan lantunan syahdu "Sajadah Panjang"-nya Bimbo atau syair almarhum Chrisye "Ketika Tangan dan Kaki Berkata" yang menghunjam.

Selanjutnya Al Misri menjelaskan, bahwa pencapaian spiritual itu tidak akan dapat diraih oleh mereka yang mendengarkan musik dengan nafsu dan syahwat hedonitas. Karena itu dalam tradisi sufistik, bermusik dilarang menyanyikan lagu dengan syair-syair yang tidak sopan, cabul dan musik yang merangsang pendengarnya pada gerakan sensual (Gazalba, 2004).

Wallahu'alam Bishowab

Artikel terkait : https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65f024d6de948f12d3074d22/target-ibadah-puasa-level-dua-mungkinkah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun