Menguji Dugaan Kecurangan dan Implikasinya terhadap Legitimasi Hasil Pemilu
Terlepas dari apa pun putusan MK nanti, hemat saya langkah tim hukum kubu Anies dan Ganjar mengajukan permohonan ke MK patut diapresiasi karena beberapa argumentasi berikut ini.
Pertama permohonan gugatan ini akan menjadi sarana sekaligus momentum strategis untuk membuktikan atau (sebaliknya menegasikan) dugaan berbagai kecurangan dalam perhelatan Pemilu, khususnya Pilpres.
Jika kedua kubu pemohon berhasil membuktikan dan meyakinkan para hakim konstitusi bahwa telah terjadi kecurangan yang bersifat Terstruktur, Sistematik dan Masif (TSM), dan kecurangan TSM ini secara kuantitatif mempengaruhi secara signifikan perolehan suara ketiga paslon, maka para pihak harus dengan legawa menerima putusan ini. Apa pun amar putusan MK di antara keempat kemungkinan tersebut di atas.
Sebaliknya, jika kedua kubu pemohon gagal membuktikan dan meyakinkan para hakim konstitusi, dan dengan demikian Keputusan KPU sebagai objek permohonan PHPU berstatus inkracht, maka para pihak yang berperkara (khususnya kubu Anies dan Ganjar) juga harus menerima dengan sportif.
Dalam hal Putusan MK menolak permohonan kedua kubu untuk seluruhnya, yang artinya menguatkan Keputusan KPU secara teori mestinya hasil Pemilu legitimate. Dan legitimasi, penerimaan dan pengakuan publik atas hasil akhir Pemilu ini sangat penting karena berhubungan dengan legitimasi kepemimpinan politik di kemudian hari.
Mengkanalisasi Konflik
Kedua, apresiasi juga patut diberikan kepada Anies dan Ganjar karena dengan mendaftarkan permohonan PHPU kepada MK pada hakikatnya kedua kubu telah menggeser konflik elektoral dari area publik ke ranah hukum.
Dengan cara demikian, ketidakpuasan atau kekecewaan para pendukungnya tidak perlu diekspresikan di jalanan yang potensial dapat memicu pertengkaran keras horizontal di dalam masyarakat.
Begitulah memang sejatinya keadaban demokrasi modern. Para pihak berhak untuk tidak puas terhadap hasil Pemilu karena berbagai alasan.
Namun ketidakpuasan itu tidak bisa dibiarkan meliar di jalanan. Untuk itulah peraturan perundang-undangan menyediakan ruang untuk menyelesaikan konflik sebagai dampak ketidakpuasan itu melalui mekanisme hukum yang telah disepakati bersama.