"Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi." (HR. Imam Ahmad)
Tinggal sepekan lagi umat Islam akan memasuki bulan Ramadan. Bulan yang memiliki banyak keistimewaan di dalamnya di bandingkan sebelas bulan lainnya. Salah satu keistimewaan itu sebagaimana disebutkan Kangjeng Nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut di atas. Bahwa Ramadan adalah bulan yang diberkahi, syahrul mubarok.
Artikel ini disiapkan sebagai ulasan pembuka dari kumpulan tulisan seputar pernak-pernik Ramadan, yang InsyaAllah akan saya kirimkan setiap hari ke Kompasiana sepanjang bulan Ramadan 1445 Hijriyah ini. Semoga manfaat.
Istilah "Berkah" berasal dari bahasa Arab, Barokah. Artinya tumbuh dan bertambah, Kebahagiaan, kenikmatan (Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, 1997). Sebagian ulama juga memberinya makna kebaikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah Berkah dimaknai sebagai "karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia."
Merujuk pada Imam Al-Ghazali, para Ulama kemudian menyebut Berkah atau Keberkahan sebagai  ziyadatul khair atau bertambahnya kebaikan. Berkah adalah segala sesuatu yang banyak, melimpah dan berkesinambungan, baik yang bersifat material maupun spiritual. Pandangan ini sama dengan apa yang dijelaskan, Imam Nawawi dalam karyanya Syarah Sahih Muslim, bahwa Berkah itu ada dua makna. Pertama, tumbuh, berkembang atau bertambah. Kedua, kebaikan yang berkesinambungan.
Â
Bagaimana Ramadan Menghadirkan Keberkahan?Â
Keberkahan hidup bisa diikhtiarkan melalui berbagai jalan mendekatkan diri atau moqorobah kepada Allah SWT. Bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kuantitas maupun kualitas ibadah mahdhoh seperti sholat, zakat dan puasa. Atau ghoir mahdhoh seperti berperilaku baik, berbakti kepada orang tua, menghormati guru, dan menolong sesama manusia. Secara lebih khusus melalui metode tarikat, jalan tasawuf.
Dalam konteks Ramadan keberkahan sekaligus muqorobah itu dilakukan dengan dua cara simultan berikut ini.
Pertama melaksanakan Shaum atau Shiyam atau Puasa dalam bahasa Indonesia. Secara etimologis Shaum atau Shiyam adalah al-Imsaku Anis Syai'i. Yakni menahan diri dari sesuatu perbuatan, misalnya menahan diri dari perbuatan makan dan minum (dalam rentang waktu tertentu sesuai ketentuan syariat).
Bagi umat Islam yang sudah aqil baligh dan memenuhi syarat syar'i, melaksanakan puasa merupakan salah satu kewajiban sebagaimana tertuang imperasinya dalam Al Quran Surat Al Baqoroh Ayat 183, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."Â
Melalui ibadah puasa, Keberkahan atau ziyadatul khair (kebaikan yang bertambah) itu dengan sendirinya akan terjadi dan dialami oleh setiap umat Islam yang melaksanakannya dengan benar, ikhlas dan sabar. Karena di dalam ibadah puasa terkandung berbagai keutamaan dan manfaat, yang selain dijanjikan Allah akan mendapatkan balasan ganjaran yang melimpah. Juga akan memberi pengaruh atau energi positif secara spiritual, mental dan sosial bagi yang melaksanakannya.
Beberapa keutamaan ibadah puasa itu, selain tentu saja akan memperkuat kadar Iman, Islam dan Ihsan seorang Muslim (spiritual). Juga melatih dan meningkatkan kesabaran dan keikhlasan melalui jalan menahan diri dari makan dan minum yang disyariatkan, sekaligus juga sejatinya mengendalikan diri dari watak purba manusia dan setiap hawa nafsu yang buruk dalam kehidupan keseharian (mental).
Kemudian mempertajam empati dan solidaritas sosial terhadap sesama umat Islam yang secara sosial-ekonomi terbilang dhuafa dengan cara merasakan pedihnya ketika berada dalam situasi lapar dan haus (sosial). Dari pengalaman spiritual ini seorang Muslim akan tergerak hatinya untuk peduli dan membantu sesamanya baik keluarga, kerabat, maupun tetangga yang serba kekurangan. Dalam konteks inilah kemudian zakat menjadi instrumen syar'i yang didalamnya mengandung pesan empati, solidaritas dan ta'awun (saling menolong).
Capaian ziyadatul khoir atau keberkahan yang diikhtiarkan sepanjang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan itu merupakan modal penting bagi seorang Muslim ketika Ramadan usai dan masuk kembali ke kehidupan sebelas bulan lainnya.
Kadar Iman, Islam dan Ihsan akan sinambung keteguhannya. Kesabaran dan keikhlasan akan menjadi bagian dari karakter positif pribadinya. Pun demikian halnya dengan sifat empati, peduli, solidaritas dan ta'awun, semuanya akan menjadi bagian yang hidup dan terus berkembang dalam kepribadian seorang Muslim dan akan memancar baik terhadap sesama Muslim maupun terhadap sesama manusia.
Kedua, jiyadatul khoir atau keberkahan Ramadan akan diperoleh oleh setiap Muslim dengan cara menghayati dan mengamalkan dengan benar, ikhlas dan sabar segala bentuk aktifitas spiritual dan/atau sosial yang terkandung di dalam momentum Ramadan, yang tidak ada pada sebelas bulan lainnya.
Mulai dari sholat Tarawih, memperingati Nuzulul Quran, menunaikan Zakat Fitrah, hingga ke ikhtiar dengan segenap kesungguhan untuk memperoleh keutamaan Laylatul Qodar. Semua topik ini dan pernak-pernik Ramadan lainnya insyaAllah akan diulas pada artikel-artikel kemudian, khusus edisi "Ramadan Saya di Kompasiana".
Terkait segala amal atau aktifitas ibadah di sepanjang Ramadan itu, baik yang secara khusus hanya dilakukan di bulan Ramadan maupun yang dapat dilakukan di luar bulan Ramadan, Rasulullah SAW bersabda:
"Seluruh amalan bani Adam akan dilipat gandakan, satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan semisalnya hingga tujuh ratus kali lipat. Alloh berfirman: "Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untukku, dan aku yang akan membalasnya". Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, yakni kegembiraan saat berbuka puasa dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabbnya. Dan bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi". Hadits ini sohih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Â
Indikator Keberkahan
Merujuk pada beberapa ayat di dalam Al Quran, jiyadatul khoir atau keberkahan yang berhasil dicapai oleh seorang Muslim dapat dicerminkan oleh sekurang-kurangnya tiga indikator (ciri-ciri kualitas) berikut ini.
Pertama, merasakan nikmat ketika melakukan amal sholeh. Firman Allah Al Quran Surat Al an'am ayat 125 memberi isyarat, bahwa "Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam." Ayat ini menjelaskan bahwa keberkahan hidup dari Allah antara lain merasakan nikmat iman dan Islam serta kenikmatan dalam beribadah, sehingga hati menjadi lapang.
Kedua, istiqamah dalam melakukan segala bentuk kebaikan. Isyarat ini bisa ditemukan dalam Al Quran Surat Ali Imron ayat 101. "...Barangsiapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." Keberkahan hidup yang dicapai seorang Muslim akan membuat dirinya istiqomah dalam memegang teguh agama Allah hingga akhir hayat.
Ketiga, sabar dalam menghadapi setiap ujian. Keberkahan yang dicapai seorang Muslim akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang sabar dalam menghadapi setiap ujian. Perihal ini Allah mengisyaratkannya antara lain dalam Surat Ali Imron ayat 200, "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung."Â
Selamat datang Ramadan, Selamat datang Syahrul Mubarok.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H