Fungsinya adalah menyalak sebagai peringatan, dan menjaga agar operasi kekuasaan dan jalannya pemerintahan tidak melenceng dari track yang seharusnya dilalui, track yang disepakati bersama. Track itu ada pada norma-norma konstitusi, hukum dan perundang-undangan.
Kedua, meminjam dalil klasik Lord Acton, power tend to corruptc, and absolute power corrupts absolutely.
Dalam konteks ini oposisi hadir untuk mengontrol naluri purba kekuasaan yang egois sekaligus mengawasi operasi kekuasaan yang cenderung korup di tangan penguasa manapun.
Karenanya dalam sebuah metafor, kaum oposisi lazim disebut sebagai "advocatus diabolli", "setan yang menyelamatkan".
Kerjanya memang "mengganggu" (penguasa) layaknya setan. Namun "gangguan" itu sesungguhnya dilakukan demi kebaikan bersama, untuk menyelamatkan kehidupan bersama dari kemungkinan salah dalam mengambil pilihan arah dan jalan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, merujuk pada doktrin trias politika Montesquieu, demokrasi membutuhkan mekanisme check and balances antar cabang kekuasaan negara (utamanya antara legislatif dan eksekutif).
Dalam konteks ini oposisi di parlemen (maupun di luar parlemen) berperan untuk memastikan bahwa pemerintah yang juga didukung oleh sebagian (tentu mayoritas) koalisinya di parlemen tidak semena-mena saat merancang dan memproduk kebijakan-kebijakan politik. Â
Fungsi dan peran itu penting karena fakta elektoral, bahwa di sisi konstituen pendukung pemerintah yang memenangi perhelatan pemilu, masih terdapat konstituen yang berbeda sikap dan dukungan.
Tradisi demokrasi wajib menjamin kelompok minoritas, setidaknya untuk tetap didengarkan suaranya melalui kelompok oposisi yang secara faktual menerima mandat dari minoritas politik itu.
Selain itu, mekanisme check and balances juga perlu dihidupkan untuk memastikan agar kedua cabang kekuasaan (legislatif dan eksekutif) selalu berada pada titik yang relatif seimbang.
Eksekutif tidak boleh terlalu kuat (heavy executive) karena bisa melahirkan rezim otoriter dan praktik otoritarianisme.