Mencegah yang Terburuk BerkuasaÂ
Tentu saja harus diakui, bahwa semua Paslon juga bukanlah figur-figur yang sempurna. Dan Pemilu memang tidak sedang mencari sosok supermulia, manusia paripurna serupa Nabi atau Malaikat.
Tetapi kewarasan budi dan akal sehat (common sense) kebangsaan kita pastilah akan menuntun pada logika sederhana. Jika tidak ada figur terbaik dan ideal, maka pilihlah figur yang paling baik diantara para calon yang ada saja.
Jika yang baik pun tidak ada (sementara sudah tiba waktunya bangsa ini harus memilih pemimpin karena kewajiban syar'i atau amanat konstitusi), maka pilihlah figur yang keburukan atau potensi keburukannya paling kecil, paling sedikit.
Sebagaimana didalilkan dalam tesis minimalis Profesor (Romo) Magnis Suseno. Bahwa Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, melainkan untuk mencegah yang terburuk berkuasa.
Data dan informasi seputar para kandidat sudah sangat terbuka, termasuk latar belakang sosial, rekam jejak bahkan juga lingkungan yang mengitarinya saat ini. Siapa berkawan dengan siapa sangat jelas, dan kawan siapa tersandera persoalan apa juga sudah terang benderang.
Simak juga yuu:Â https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65be43cd12d50f287858b934/anies-baswedan-dan-potensi-kepemimpinan-profetik
Tetapi itu semua bisa tidak berguna sama sekali, kecuali jika akal sehat dan kewarasan budi para pemilih digunakan maksimal untuk menimbang, membanding dan memutuskan. Maka ayolah, di Masa Tenang nanti, katong maksimalkan piranti akal sehat agar di kemudian hari Indonesia tidak tersesat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H