Agak berbeda suasananya, debat Pilpres pamungkas minggu malam lalu berlangsung relatif sejuk. Ketiga kandidat Presiden tampil kalem, peaceful, tanpa kehilangan daya kritis dan obyektifitas terutama saat sesi menjawab pertanyaan para Panelis dan sanggah menyanggah antar kandidat.
Di sisi lain substansi debat sebagai forum elaborasi, eksplorasi dan pendalaman dialektik terkait isu-isu strategis sesuai tema yang disiapkan KPU juga tetap terjaga marwah kelasnya. Beberapa permasalahan aktual bahkan berhasil dibedah hingga publik memahami secara utuh.
Memang banyak warganet yang menilai suasana debat pamungkas itu  "turun derajatnya". Ada yang menyebut suasana debat mirip diskusi kelompok mahasiswa, rapat kerja di kantor dinas, atau musyawarah mufakat di balai desa.
Beberapa pengamat bahkan ada yang menyebut semua Capres cari aman, termasuk Anies dan Ganjar yang biasanya tampil garang menyerang frontal Jenderal Prabowo, lebih banyak menebar senyum. Sebaliknya, Prabowo yang baperan di setiap kesempatan kampanye di berbagai daerah, curhat habis ke basis masanya, tadi malam juga tampil adem. Proficiat untuk semua kandidat.
Refleksi dan Colling Down
Saya sendiri punya pandangan lain. Husnudzon, sangka baik saya, suasana debat yang sejuk itu bukan tanpa "disiapkan" secara diam-diam oleh masing-masing kubu Paslon. Hakul yakin, masing-masing kubu berusaha tengah melakukan dua hal dalam debat pamungkas itu.
Pertama, masing-masing kubu dengan sadar menjadikan sesi debat terakhir itu sebagai forum refleksi, muhasabah. Refleksi atas debat-debat sebelumnya, juga kampanye-kampanye terbuka di berbagai daerah di pelosok tanah air, yang telah menguras bukan saja pikiran dan tenaga, tetapi juga emosi.
Tentu saja, karena ini dalam situasi kontestasi dan kompetisi, upaya refleksi itu mereka lakukan untuk kepentingan insentif elektoral masing-masing. Mereka boleh jadi sudah merasa yakin bahwa pasar pemilihnya sudah terbentuk dan ini harus dijaga. Mengumbar cara-cara agresif dan kontra-agresif dalam debat terakhir itu dikhawatirkan justru menjadi bumerang, menjadi arus balik antipati yang berdampak pada migrasinya pemilih ke Paslon lawan.
Kedua, lebih sebagai harapan saya selaku warga negara. Sebelum debat pamungkas digelar, masing-masing kubu mungkin merasakan aura psikologi politik yang mendidih  panas di tengah masyarakat. Situasi demikian tentu berbahaya jika kemudian terus dikompori, dan debat adalah kompor yang dengan mudah dapat membuat suasana semakin panas.
Potensi pembelahan sosial dan pertengkaran horisontal sudah di depan mata, dan ini harus dicegah. Ini kira-kira yang mereka pikirkan, setidaknya yang saya harapkan mereka pikirkan. Maka colling down, ikhtiar mendinginkan suasana adalah pilihan bijak yang harus dilakukan oleh masing-masing kubu Paslon. Jika ini benar kita patut bersyukur, ketiga kubu atau lebih speisifk lagi, ketiga kandidat Presiden masih memiliki watak kenegarawanan.
Bagi seorang negarawan, kepentingan negara-bangsa adalah segalanya, jauh melampaui kepentingan kelompok apalagi pribadi dan keluarga. Pun halnya dengan kekuasaan yang sedang mereka perebutkan. Ia tak boleh lebih tinggi derajat kepentingannya dibandingkan dengan kepentingan menjaga harmoni, persatuan dan keutuhan negara-bangsa.
Pesan untuk Presiden Jokowi
Watak kenegarawanan itulah yang juga mestinya dipegang teguh oleh Presiden Jokowi sebagaimana diingatkan para cendekiawan dari berbagai kampus, ormas dan komunitas masyarakat belakangan ini.
Karena itu, debat terakhir yang berlangsung sejuk, yang semoga saja memang dilandasi oleh kesadaran para kandidat dan kubunya masing-masing untuk menempatkan kepentingan negara-bangsa diatas kepentingan kelompok dan golongan, mestinya menjadi pesan bijak untuk Presiden Jokowi dalam mengawal perhelatan Pemilu ini. Bagaimana caranya?
"Exit the Game!" Inilah, meminjam istilah yang digunakan para mahasiswa, caranya yang paling mendasar. Keluar dari permainan, tinggalkan arena kompetisi kekuasaan dengan segera kembali ke posisi sebagai Kepala Negara selain Kepala Pemerintahan, yang berada di tengah-tengah, yang mengayomi semua kelompok dan golongan yang sedang berkontestasi untuk melanjutkan kepemimpinannya.
"Exit the Game!" Tinggalkan gelanggang kompetisi. Sudahi cawe-cawe dengan watak partisan, yang telah memicu kecemburuan sebagian rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil, yang telah memantik pikiran-pikiran buruk publik bahwa Jokowi sesungguhnya sedang berusaha melanggengkan kekuasaan di tangan keluarganya.
"Exit the Game!" Keluar dari arena permainan, dan kembali menjadi negarawan. Memerintahkan kepada semua pejabat negara dari pusat hingga ke daerah yang saat ini sedang memangku amanah sebagai Kepala Daerah dan aparat negara lainnya, Birokrasi, TNI, dan Polri untuk dengan sungguh-sungguh mewujudkan netralitas. Netral sejak dalam pikiran, dalam sikap hingga dalam tindakan dan perbuatan.
Artikel terkait : https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65bddbea12d50f4d2975fa02/debat-penting-mendesak-jokowi-jadi-negarawan-lebih-penting
Sekali lagi, debat Pilpres telah berakhir, dan berlangsung sejuk. Pemilu tinggal dalam hitungan pekan, dan sebentar lagi akan memasuki masa tenang. Hakul yakin, suasana akan  jauh lebih sejuk dan tenang jika Presiden Jokowi berkenan menyudahi cawe-cawenya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H