Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lima Aspek dan Syahwat Kuasa dalam Menimbang Pilihan Capres-Cawapres

30 Januari 2024   08:14 Diperbarui: 30 Januari 2024   08:27 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memilih Presiden dan Wakil Presiden adalah urusan strategis, tidak dapat dianggap sebagai perkara remeh temah. Karena mereka berdua akan mengendalikan kehidupan politik, menjaga dan mengelola negara, serta memimpin dan mengurus jutaan rakyat.

Gagasan, pikiran dan hasrat-hasrat manusiawi mereka, yang kemudian dituangkan ke dalam (atau setidaknya memengaruhi secara determinatif) kebijakan-kebijakan politik negara akan berimplikasi luas terhadap kehidupan rakyat, bangsa dan negara. Kebijakan yang keliru potensial melahirkan dampak buruk. Demikian sebaliknya, kebijakan yang baik niscaya akan melahirkan kebaikan-kebaikan bagi negara dan rakyatnya.

Itulah sebabnya, bangsa ini membutuhkan figur-figur yang ideal untuk memimpin. Ideal itu bukan sempurna. Dan memang tidak perlu sempurna, karena itu mustahil dan a-qodrati. Dalam konsep Islam, al insanu mahalul khata wa nisyan, manusia itu tempat salah dan khilaf. Dan Pemilu tidak sedang mencari sosok kaliber malaikat, tidak pula figur sekelas Nabi dan Rasul.

Figur ideal itu cukup difahami dengan cara sederhana. Yakni figur yang memiliki relatifitas keunggulan-keunggulan komparatif sebagai manusia, baik karakter atau watak kepribadian, rekam jejak, kapasitas dan kompetensi, maupun gagasan (visi, misi dan program) yang ditawarkannya kepada rakyat.  

Dalam situasi terdapat beberapa opsi kandidat, tentu saja pilihan harus diberikan kepada pasangan kandidat yang relatif paling unggul secara komparatif di antara figur-figur yang ada. Atau setidaknya diberikan kepada pasangan kandidat yang potensi keburukannya paling sedikit. Sebagaimana ungkapan bijak, bahwa Pemilu pada dasarnya bukanlah memilih orang-orang terbaik, tetapi mencegah para bandit berkuasa.

Paling kurang terdapat 5 (lima) aspek yang perlu dibaca dan dipertimbangkan sebagai dasar para pemilih untuk memutuskan siapa diantara para kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang cakap dan pantas diberikan amanah untuk memimpin negara-bangsa ini lima tahun ke depan. Yakni karakter, integritas, kecakapan, visi-misi, dan pengalaman.

 

Karakter 

Dalam KBBI, Karakter dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti. Karakter ini melekat dalam diri setiap orang dan menjadi pembeda yang khas dengan orang lain. Dalam kehidupan keseharian karakter mengejewantah dalam bentuk perilaku; ucapan, sikap, dan perbuatan.  

Para ahli mengidentifikasi karakter menjadi dua jenis, yakni karakter baik dan karakter buruk. Yang dibutuhkan dan mesti ada pada seorang pemimpin tentu saja karakter baik. Dari puluhan jenis karakter baik yang dirumuskan para ahli, seorang pemimpin haruslah memiliki sekurang-kurangnya tujuh watak atau tabiat. Yakni Jujur, Amanah, Adil, Bijaksana, Pemaaf, Berani, dan Bertanggungjawab. Ketujuh watak ini idealnya bersifat kumulatif, bukan opsional.

Sebaliknya, watak atau tabiat-tabiat buruk seperti pembohong, suka berkhianat, curang, ceroboh atau gegabah, pendendam, penakut, dan pengecut, secara kumulatif pula tidak pantas melekat pada seorang pemimpin. Figur-figur kandidat pemimpin yang berwatak serupa ini hendaknya dihindari, jangan diberi kesempatan untuk memimpin. Karena kumulasi karakter buruk ini potensial melahirkan keburukan-keburukan kolektif yang pasti bakal dirasakan bersama oleh masyarakat.   

Integritas

Integritas adalah kesatuan karakter yang utuh, yang menunjukan konsistensi antara pikiran, ucapan dan perbuatan. Watak integritas ini berhubungan dengan ketaatan terhadap hukum, kepatuhan pada perundang-undangan, kesetiaan pada kesepakatan dan komitmen, serta penghormatan pada prinsip-prinsip moral dan etik yang menjadi acuan kolektif.

Watak integritas seorang pemimpin akan menjaga dirinya dari berbagai perilaku dan tindakan melanggar hukum. Ia akan membentengi dirinya dari perilaku khianat dan mengingkari kesepakatan atau komitmen. Dan watak integritas juga akan menghidupkan sikap dan perilaku hormat pada dirinya terhadap prinsip-prinsip moral dan etik dalam berbagai aspek kehidupan.

Kecakapan 

Kamus kita memaknai istilah Kecakapan sebagai kemampuan, kesanggupan, kepandaian atau kemahiran mengerjakan sesuatu. Dalam perspektif kepempinan profetik, kecakapan ini setara dengan fathonah, cerdas. Kesatuan karakter yang utuh, yang menunjukkan kapasitas keilmuan dan keahlian, serta kemampuan menggunakan nalar sehat dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sebagai pemimpin.

Kecakapan yang dimiliki seorang pemimpin akan menghindarkan dirinya dari kemungkinan-kemungkinan salah dalam pengambilan kebijakan atau keputusan politik. Kecakapan juga akan memandu dirinya dalam menjalankan roda pemerintahan negara dan mengurus rakyatnya.

Visi - Misi

Aspek keempat yang perlu dipertimbangkan betul oleh para pemilih dalam memutuskan pilihannya nanti tanggal 14 Februari adalah visi-misi dan program para kandidat kepada rakyat.

Sepintas dan secara umum, tentu saja semua muatan visi-misi dan program mereka adalah narasi tentang segala kebaikan untuk negara dan rakyat. Tetapi jika dicermati dengan teliti, narasi tentang janji-janji kebaikan itu sesungguhnya memiliki perbedaan-perbedaan, dari yang sifatnya teknis hingga ke soal yang prinsipil. Visi Misi dan Program para kandidat juga menunjukkan perbedaan-perbedaan  mendasar dilihat dari aspek urgensi (kemendesakan), kewajaran dan rasionalitas.    

Visi Misi dan Program yang baik, yang pantas dipertimbangkan sebagai dasar para pemilih memutuskan pilihan nanti antara lain adalah yang realistis dilihat dari sisi ketersediaan dan kemampuan sumberdaya. Mendesak dilihat dari aspek berbagai kebutuhan ril rakyat saat ini. Memilki dampak output dan outcome positif yang luas bagi kepentingan negara serta kemajuan dan kesejahteraan rakyat.  

 

Pengalaman 

Aspek terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah soal pengalaman. Ini penting bukan semata-mata soal kalkulasi angka jam terbang seseorang berpengalaman memimpin rakyat yang harus panjang. Tetapi bahwa pengalaman adalah ruang dimana seseorang membangun kematangan pribadinya. Pengalaman memberikan banyak pelajaran berharga selama seseorang mengemban amanah dan tugas.

Semakin panjang dan luas cakupan pengalaman memimpin yang dimiliki tentu semakin baik. Sebaliknya, pengalaman yang belum seberapa panjang dengan cakupan yang relatif terbatas tentu akan menjadi hambatan tersendiri ketika seseorang tiba-tiba harus memimpin area kepemimpinan yang jauh lebih besar dan luas.


Syahwat Kuasa

Di samping kelima aspek tersebut di atas, ada satu hal yang tidak kalah penting bagi para pemilih untuk ditimbang dengan jernih. Yakni indikasi atau kecenderungan syahwat kekuasaan dari para kandidat.

Jangan memberikan amanah atau mandat kekuasaan kepada siapapun yang meminta. Pesan ini disandarkan kepada hadits Nabi ketika beliau memberi nasihat kepada salah seorang sahabat, Abdurrahman bin Samurah :

"Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan, karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam sejarah kontemporer kepemimpinan politik, frasa "meminta kekuasaan" itu dicirikan oleh ambisi berlebihan untuk menjadi penguasa, meminta rakyat untuk memilihnya menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara.

Mengelaborasi hadits ini, Al Muhallab dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa "Meminta kepemimpinan di sini tidak dibolehkan ketika seseorang tidak punya kapabilitas di dalamnya. Termasuk pula tidak dibolehkan jika saat masuk dalam kekuasaan, ia malah terjerumus dalam larangan-larangan agama. Namun siapa saja yang berusaha tawadhu' (rendah hati), maka Allah akan meninggikan derajatnya." 

Wallahu a'lam bishawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun