Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lima Aspek dan Syahwat Kuasa dalam Menimbang Pilihan Capres-Cawapres

30 Januari 2024   08:14 Diperbarui: 30 Januari 2024   08:27 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pengalaman 

Aspek terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah soal pengalaman. Ini penting bukan semata-mata soal kalkulasi angka jam terbang seseorang berpengalaman memimpin rakyat yang harus panjang. Tetapi bahwa pengalaman adalah ruang dimana seseorang membangun kematangan pribadinya. Pengalaman memberikan banyak pelajaran berharga selama seseorang mengemban amanah dan tugas.

Semakin panjang dan luas cakupan pengalaman memimpin yang dimiliki tentu semakin baik. Sebaliknya, pengalaman yang belum seberapa panjang dengan cakupan yang relatif terbatas tentu akan menjadi hambatan tersendiri ketika seseorang tiba-tiba harus memimpin area kepemimpinan yang jauh lebih besar dan luas.


Syahwat Kuasa

Di samping kelima aspek tersebut di atas, ada satu hal yang tidak kalah penting bagi para pemilih untuk ditimbang dengan jernih. Yakni indikasi atau kecenderungan syahwat kekuasaan dari para kandidat.

Jangan memberikan amanah atau mandat kekuasaan kepada siapapun yang meminta. Pesan ini disandarkan kepada hadits Nabi ketika beliau memberi nasihat kepada salah seorang sahabat, Abdurrahman bin Samurah :

"Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan, karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam sejarah kontemporer kepemimpinan politik, frasa "meminta kekuasaan" itu dicirikan oleh ambisi berlebihan untuk menjadi penguasa, meminta rakyat untuk memilihnya menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara.

Mengelaborasi hadits ini, Al Muhallab dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa "Meminta kepemimpinan di sini tidak dibolehkan ketika seseorang tidak punya kapabilitas di dalamnya. Termasuk pula tidak dibolehkan jika saat masuk dalam kekuasaan, ia malah terjerumus dalam larangan-larangan agama. Namun siapa saja yang berusaha tawadhu' (rendah hati), maka Allah akan meninggikan derajatnya." 

Wallahu a'lam bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun