Memilih Presiden dan Wakil Presiden adalah urusan strategis, tidak dapat dianggap sebagai perkara remeh temah. Karena mereka berdua akan mengendalikan kehidupan politik, menjaga dan mengelola negara, serta memimpin dan mengurus jutaan rakyat.
Gagasan, pikiran dan hasrat-hasrat manusiawi mereka, yang kemudian dituangkan ke dalam (atau setidaknya memengaruhi secara determinatif) kebijakan-kebijakan politik negara akan berimplikasi luas terhadap kehidupan rakyat, bangsa dan negara. Kebijakan yang keliru potensial melahirkan dampak buruk. Demikian sebaliknya, kebijakan yang baik niscaya akan melahirkan kebaikan-kebaikan bagi negara dan rakyatnya.
Itulah sebabnya, bangsa ini membutuhkan figur-figur yang ideal untuk memimpin. Ideal itu bukan sempurna. Dan memang tidak perlu sempurna, karena itu mustahil dan a-qodrati. Dalam konsep Islam, al insanu mahalul khata wa nisyan, manusia itu tempat salah dan khilaf. Dan Pemilu tidak sedang mencari sosok kaliber malaikat, tidak pula figur sekelas Nabi dan Rasul.
Figur ideal itu cukup difahami dengan cara sederhana. Yakni figur yang memiliki relatifitas keunggulan-keunggulan komparatif sebagai manusia, baik karakter atau watak kepribadian, rekam jejak, kapasitas dan kompetensi, maupun gagasan (visi, misi dan program) yang ditawarkannya kepada rakyat. Â
Dalam situasi terdapat beberapa opsi kandidat, tentu saja pilihan harus diberikan kepada pasangan kandidat yang relatif paling unggul secara komparatif di antara figur-figur yang ada. Atau setidaknya diberikan kepada pasangan kandidat yang potensi keburukannya paling sedikit. Sebagaimana ungkapan bijak, bahwa Pemilu pada dasarnya bukanlah memilih orang-orang terbaik, tetapi mencegah para bandit berkuasa.
Paling kurang terdapat 5 (lima) aspek yang perlu dibaca dan dipertimbangkan sebagai dasar para pemilih untuk memutuskan siapa diantara para kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang cakap dan pantas diberikan amanah untuk memimpin negara-bangsa ini lima tahun ke depan. Yakni karakter, integritas, kecakapan, visi-misi, dan pengalaman.
Â
Dalam KBBI, Karakter dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti. Karakter ini melekat dalam diri setiap orang dan menjadi pembeda yang khas dengan orang lain. Dalam kehidupan keseharian karakter mengejewantah dalam bentuk perilaku; ucapan, sikap, dan perbuatan. Â
Para ahli mengidentifikasi karakter menjadi dua jenis, yakni karakter baik dan karakter buruk. Yang dibutuhkan dan mesti ada pada seorang pemimpin tentu saja karakter baik. Dari puluhan jenis karakter baik yang dirumuskan para ahli, seorang pemimpin haruslah memiliki sekurang-kurangnya tujuh watak atau tabiat. Yakni Jujur, Amanah, Adil, Bijaksana, Pemaaf, Berani, dan Bertanggungjawab. Ketujuh watak ini idealnya bersifat kumulatif, bukan opsional.