Akhirnya Profesor Mahfud dengan lugas menyatakan bahwa dirinya siap dan akan mundur dari kabinet. Kabar ini diungkapkan langsung oleh Mahfud di tengah acara "Tabrak Prof!" di Semarang kemarin, 23 Januari 2024.
"Bahwa, saya pada saatnya yang tepat, nanti pasti akan mengajukan pengunduran diri secara baik-baik. Jadi tidak ada pertentangan antara saya dengan Pak Ganjar." (KompasTv, 23 Januari 2024).
Dua Alasan Penting
Meski sangat terlambat, sikap ini patut diapresiasi, dengan catatan Mahfud benar-benar mundur dari kabinet sebelum pemungutan suara 14 Februari nanti. Bagi Mahfud, "hitam putih" posisinya antara sebagai Cawapres dan Menko dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ini penting, setidaknya karena dua alasan.
Pertama untuk memastikan dan menunjukan kepada publik bahwa ia clear and clean dari potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang melekat pada dirinya sebagai Menko dalam kerangka perhelatan kontestasi Pemilu.
Sejauh yang bisa dicermati selama ini, memang tidak pernah ditemukan adanya gejala atau kecenderungan Mahfud menggunakan otoritasnya sebagai Menko untuk kepentingan elektoral pasangannya. Tetapi dengan tetap berada di lingkaran kabinet potensi abuse of power dan conflict of interest itu tetap tersedia.
Kedua untuk memastikan dan menunjukan kepada publik, baik yang menjadi pendukung dan simpatisan, maupun kepada para pendukung dan simpatisan lawan politiknya, bahwa ia sportif dan tidak ambigu.
Sejauh ini publik kerap mempertanyakan standing position Mahfud, dan tidak sedikit yang melihatnya sebagai tidak sportif dan ambigu secara politik.Â
Bagaimana tidak? Di satu sisi ia adalah konstestan Pilpres, yang oleh sebab posisi politik elektoral partai-partai koalisinya, kemudian banyak mengkritik bahkan menyerang sejumlah kebijakan pemerintah. Tetapi di sisi lain ia sendiri sesungguhnya merupakan bagian dari pemerintah yang ia kritisi. "Jeruk makan jeruk".
Selain itu, posisinya yang mendua secara terbuka ini juga sebetulnya cenderung merugikan kubunya sendiri. Dalam konteks ini Paslon Ganjar-Mahfud cenderung menjadi peragu, setengah hati antara harus "menyerang total" lawan tandingnya atau "menyerang setengah-setengah" sekedar untuk menunjukan bahwa ia adalah lawan kompetisi.
Kerugian lain secara elektoral, dengan posisi Mahfud yang mendua ini, Paslon Ganjar-Mahfud menjadi mudah "diserang balik" oleh lawan politik. Terutama oleh kubu Prabowo-Gibran yang sejak awal sudah menegaskan posisinya sebagai kubu yang secara total bakal melanjutkan kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Berjuang Sendiri di Belantara HipokritasÂ
Di antara enam figur Capres dan Cawapres, Mahfud adalah satu-satunya sosok yang dianggap relatif paling "bersih", paling berintegritas sebagai pribadi maupun dalam kapasitas sebagai pejabat negara. Karena itu ia tidak memiliki banyak haters, meski juga bukan figur populis seperti Anies atau Ganjar yang memiliki banyak pendukung di akar rumput.
Di atas basis integritas pribadi itulah Mahfud nampaknya berusaha keras menjalani perhelatan Pemilu ini dengan lurus sesuai peraturan perundangan, prinsip-prinsip demokrasi berkeadaban dan etika politik. Dan sejauh ini seperti disinggung di depan tadi memang telah Mahfud buktikan.
Kepada media, saat menyatakan rencananya akan mundur ini, Mahfud mengungkapkan alasan mengapa sampai sekarang ia belum mundur.Â
Pertama karena tidak ada norma yang mengharuskan mundur bagi menteri yang maju menjadi Capres atau Cawapres.Â
Kedua, ia ingin memberi contoh teladan bahwa sebagai Cawapres ia bisa jaga integritas dengan tidak menggunakan kedudukan dan fasilitas negara untuk kepentingan elektoralnya.
Mahfud tidak menyadari, atau lebih tepatnya karena ia berprasangka baik bahwa situasi kontestasi akan berlangsung dengan baik dan benar-benar fair.Â
Terbukti hingga saat ini, perhelatan Pemilu dicederai oleh perilaku unfair dari pejabat negara yang terlibat sebagai tim pemenangan. Integritas dan netralitas pejabat (termasuk sejumlah aparat bawahannya di banyak daerah) hanyalah jargon dan omong kosong. Â Â Â Â
Sebagai sosok yang lurus, berintegritas dan salah satu pejabat yang terlepas dari berbagai "sandera" (ambisi, kepentingan atau kasus), Mahfud nampaknya memang berjuang sendiri di belantara hipokritas.Â
Ia berusaha menjaga dan memastikan Pemilu berlangsung dengan jujur dan adil di tengah manuver-manuver sejumlah koleganya yang justru lebih mengedepankan watak ambisi dan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Â Â
Lihatlah kunjungan-kunjungan koleganya ke berbagai daerah yang selalu dibalut dengan kepentingan mengkampanyekan Prabowo-Gibran. Atau bansos yang disebar di berbagai daerah yang disertai narasi oleh mereka bahwa bansos itu adalah "pemberian" Jokowi. Belum lagi fasilitas negara yang digunakan dalam perjalanan mereka, seperti diungkapkan Mahfud kepada media : Â Â
"Situasi tidak berimbang, pihak lain pakai jabatan, diantar. Saya kira percontohan saya sudah cukup. Tinggal tunggu momentum."Â
Saatnya barangkali memang sudah tiba. Bagi orang baik seperti Mahfud, Pemilu tentu bukan sekedar urusan menang-kalah. Tapi bagaimana memenangi hati rakyat dengan cara yang lurus dan fair.Â
Karena hanya kemenangan yang diperoleh dengan cara yang baik saja, yang dilandasi kejujuran dan keadilan, yang dibalut utuh dengan integritas yang akan mengalirkan kebaikan dan kemaslahatan bagi negara dan bangsa ini di kemudian hari. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H