Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Relevansi Hasil Survei Bloomberg dan Tren Elektabilitas Anies

18 Januari 2024   23:30 Diperbarui: 18 Januari 2024   23:30 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bloomberg, media ekonomi-bisnis yang berbasis di Amerika Serikat merilis hasil survei mereka terhadap sejumlah pakar dan analis ekonomi terkemuka Indonesia (18/01/2024). Hasilnya Anies unggul dengan nilai 33, disusul Prabowo dengan nilai 29, dan Ganjar memperoleh nilai 28.

Nilai ketiga Capres itu diperoleh dari 17 ekonom dan analis pasar yang menjadi responden survei ketika ditanya siapa yang menurut mereka paling tepat untuk memimpin Indonesia pasca Jokowi?

Di bawah tajuk berita, Economists Favor Jokowi Critic as Top Choice to Lead Indonesia Bloomberg menulis, "Anies Baswedan, sosok yang paling lantang dalam mengkritik Presiden Joko Widodo, memperoleh nilai tertinggi, yakni 33. Nilai tersebut didapat dari 17 ekonom dan analis pasar ketika ditanya siapa yang menurut mereka paling tepat untuk memimpin Indonesia."

Para ekonomi dan analis pasar itu meyakini Anies paling kompeten dan dianggap akan mampu mendorong perekonomian Indonesia untuk bisa tumbuh lebih tinggi dari 5 persen.

Pada bagian lain hasil survei yang dilakukan awal Januari 2024 ini, Bloomberg mengungkapkan, bahwa para ekonom dan analis pasar juga menyatakan penolakaannya terhadap dinasti politik yang dibangun Jokowi. Dinasti politik yang dimaksud adalah terkait promosi Gibran, putra Jokowi, ke posisi Cawapres yang diduga menggunakan tangan kekuasaan Jokowi sebagai Presiden.

"Sepuluh dari 17 responden (58,8 persen) yang disurvei Bloomberg mengatakan politik dinasti di bawah kepemimpinan Jokowi tidak akan memberikan pertanda baik bagi pasar dan perekonomian," tulis Bloomberg.

Trend Elektabilitas 

Survei Bloomberg ini menarik jika dikaitkan dengan trend elektabilitas Anies yang terus bergerak naik dalam sebulan terakhir. Pekan ini, sejumlah lembaga survei yang dianggap kredibel merilis trend kenaikan elektabilitas ini dalam angka-angka yang cukup dinamis.

Misalnya hasil survei Indikator Politik Indonesia. Survei yang dilakukan tanggal 30 Desember 2023 -- 6 Januari 2024 dengan metode wawancara tatapmuka di seluruh provinsi ini menghasilkan angka-angka sebagai berikut. Prabowo-Gibran 45,79%, Anies-Cak Imin 25,47%, dan Ganjar-Mahfud 22,96%. Sisanya sebesar 5.78% menjawab tidak tahu.

Hasil yang dirilis oleh lembaga survei Starpoll malah lebih tinggi lagi untuk elektabilitas Anies-Cak Imin, yakni sebesar 33,2%. Angka terpaut sedikit saja dibawah Prabowo-Gibran sebesar 35,5%. Sementara Ganjar-Mahfud makin anjlok ke angka 16,8%. Survei Starpoll ini digelar 20 Desember 2023-4 Januari 2024 dengan metode wawancara tatapmuka di seluruh provinsi.

Namun demikian, secara umum hasil semua lembaga survei (kecuali survei yang dilakukan secara internal oleh Paslon) masih menunjukkan Prabowo-Gibran unggul di kisaran angka 40-45%. Hanya saja, semua lembaga survei juga menduga bahwa Pilpres potensial akan berlangsung dua putaran. Dan Anies-Cak Imin, merujuk pada tren kenaikan elektabilitasnya diprediksi menjadi bakal lawan Prabowo-Gibran di putaran kedua.

Kembali ke rilis Bloomberg. Survei yang dilakukan Bloomberg bukanlah survei kuantitatif atau serupa polling yang dlakukan lembaga-lembaga survei. Survei ini nampaknya lebih merupakan studi kritis kualitatif melalui metode wawancara mendalam (depth interview) yang dilakukan Bloomberg dengan para ekonomi dan analis pasar.

Hanya saja, entah di ujung atau di tengah depth interview itu, Bloomberg kemudian memberikan pertanyaan kunci : siapa di antara tiga Paslon yang dianggap paling kompeten dan cakap untuk menggantikan Jokowi. Sekali lagi, ini sekedar dugaan, karena dalam artikelnya tidak ada penjelasan memadai bagaimana survei itu dilakukan.

Namun demikian, survei itu tetap kredibel karena yang menjadi responden atau narasumbernya adalah pakar-pakar yang kompeten dan memiliki otoritas kepakaran yang tinggi di bidangnya. Dengan begitu hasil survei ini dapat dianggap merupakan penguatan konfirmatif terhadap (atau setidaknya memiliki relevansi yang kuat dengan) tren kenaikan elektabilitas Anies-Cak Imin.

Fenomena "Disruptif" Kampanye Anies

Satu lagi fenomena menarik, yang boleh jadi bersitemali dengan tren kenaikan elektabilitas Anies-Cak Imin adalah terkait kampanye Anies-Cak Imin. Berbeda dengan dua Paslon lawannya, Anies mempromosikan cara baru berkampanye yang terbukti kemudian dinilai efektif. Yakni "Desak Anies" dan "Live di platform media sosial".

Live di medsos, Anies memang bukan yang pertama. Ganjar dan Gibran sudah lebih dulu menggunakan media sosial sebagai sarana menyosialisasikan diri kepada publik, terutama dengan target sasaran Gen Z dan kalangan milenial. Belakangan Profesor Mahfud juga melakukan hal yang sama.    

Tetapi berbeda dengan yang lain, Anies melakukannya dengan cara yang lebih natural, terbuka, apa adanya. Dan yang lebih menarik Anies menjadikan media sosial itu sebagai ruang diskusi untuk membahas berbagai isu-isu (dari yang serius dan berat hingga ke persoalan keseharian anak muda) yang dilakukan dengan gaya santai, humanis dan familiar. Viralnya sapaan "Abah Anies" di kalangan Gen Z dan milenial belakangan nampaknya muncul pertama kali dari program live ini.

Sementara "Desak Anies" adalah murni dan otentik merupakan ide Anies dan hanya Anies yang melakukannya sebagai cara berkampanye. Program ini diapresiasi banyak kalangan sebagai model terobosan dalam kampanye, yang selama ini terkesan kelewat formal, kaku, sarat aura rekayasa dan nuansa mobilisasi, serta kurang partisipatif.     

Dalam "Desak Anies" seperti bisa disaksikan dalam tayangan-tayangan di medsos, suasana kegiatan sangat terbuka dan natural. Para peserta yang hadir bukan saja bisa bertanya tentang visi misi dan program. Tetapi juga bisa menyampaikan kritik dengan tajam dan bebas kepada Anies. Janji Anies: "Wakanda No More, Indonesia Forever" dibuktikan dengan lugas dalam program berantai di berbagai daerah ini.

Membandingkan dengan model pertemuan terbatas atau kampanye dialogis sebagai bentuk kampanye terbatas tempo dulu, "Desak Anies" (meminjam terma ekonomi dan pasar) telah melahirkan fenomena "disruptif" dalam kampanye Pemilu. Dalam makna yang positif, cara ini berhasil mengganggu, mengacaukan bahkan merobohkan cara-cara lama kampanye yang sarat dengan nuansa rekayasa dan beraroma mobilisasi.

Dalam konteks demikian, Anies berhasil menciptakan "pasar baru" dalam arena kotestasi Pemilu. Baik dalam pengertian kemasan, manajemen maupun substansi produk yang ditawarkannya melalui inovasi bernama "Desak Anies."

Terakhir, yang boleh jadi juga bersitemali dengan tren kenaikan elektabilitas Anies-Cak Imin adalah merebaknya fenomena para K-popers yang aktif membantu mengkampanyekan Anies di jejaring media X. Fenomena ini ditriger oleh dua akun yang belakangan menjadi populer setelah insiden penghentian tayangan videotron tanpa alasan yang jelas di Bekas dan Jakarta, yakni Anies Bubble dan Olppaemi Project. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun