Sedangkan Moderasi Agama lebih ke soal substantif. Dalam konteks ini moderasi agama artinya menjadikan aspek-aspek substantif (terutama sisi akidah) suatu agama sebagai sesuatu yang bisa dimoderasi, bisa dikompromikan. Ini pemahaman keliru tentu saja. Karena dengan cara demikian, alih-alih melahirkan toleransi dalam keragaman iman, yang terjadi justru penyeragaman esensi ajaran masing-masing agama, yang pada gilirannya akan mengacaukan struktrur kaidah-kaidah substantif dari tiap-tiap agama.Â
Bertolak dari pemahaman tersebut, ada dua prinsip dasar dalam kerangka moderasi beragama yang harus dipegang secara seimban dan proporsional. Pertama, pada aspek substansi (terutama berkenaan dengan dimensi iman, akidah yang sifatnya doktriner) para penganut agama sejatinya wajib memegang teguh iman dan keyakinannya masing-masing.Â
Kedua, dalam aspek metode atau cara menjalankan iman dan keyakinan itu, para penganut agama seyogyanya bersikap moderat, menjauhi sikap berlebihan, dan menghindari cara-cara demonstratif yang dapat menyinggung perasaan pemeluk agama yang berbeda. Terlebih lagi dengan sadar dan sengaja mengolok-olok atau menistakan iman dan keyakinan yang berbeda dengan iman dan keyakinan dirinya.Â
Â
Mengapa diperlukan moderasi beragama ?
Iman, kepercayaan dan keyakinan adalah soal prinsip sekaligus mulia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Karena itu ia menjadi sesuatu yang sangat sensitif. Memasuki area ini dengan cara yang gegabah bisa memicu bukan hanya kegaduhan, tetapi juga konflik sosial-horisontal.Â
Moderasi beragama diperlukan untuk menjaga harmoni sosial dan koeksistensi kehidupan umat manusia, yang sejatinya juga diinginkan oleh setiap orang baik secara individual maupun kolektif. Karena hanya dalam situasi damai dan harmoni yang terbangunlah setiap orang, setiap masyarakat, dan setiap bangsa bisa menjalani hidup dan kehidupannya secara berarti sebagai manusia.
Dalam tatanan yang damai dan harmoni setiap orang, kelompok, masyarakat atau suatu bangsa bisa memenuhi segala kebutuhan sosiologisnya dengan cara kerjasama dan saling membantu. Dalam situasi demikian pula, peradaban manusia bertransformasi  ke arah yang lebih baik dan berkemajuan dari fase ke fase lainnya. Dan yang penting, semua ini bisa diwujudkan tanpa perlu mendegradasi kadar iman atau derajat kepercayaan dan keyakinan masing-masing penganut agama.Â
Dalam masyarakat multi-faith seperti Indonesia, semangat menghidupkan  moderasi beragama tentu lebih urgent lagi. Karena potensi konflik yang dipicu oleh realitas perbedaan iman dan keyakinan menjadi bersifat multi-arah dan jauh lebih kompleks. Dalam situasi ini para pemeluk semua agama dan aliran kepercayaan dituntut untuk secara tulus dan sungguh-sungguh mempraktikan cara beragama secara moderat dan tidak berlebih-lebihan.
Moderasi beragama dalam kerangka keindonesiaan yang multi-faith sekaligus serba multikultur ini dibutuhkan, selain dalam rangka membangun dan mewujudkan persaudaraan sesama umat manusia (ukhuwah bashariyah), juga untuk memastikan terjaganya ikatan persatuan dan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyah).Â
Â