Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Apa yang Diharapkan Publik dari Debat Pilpres?

10 Desember 2023   13:42 Diperbarui: 11 Desember 2023   10:33 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam PKPU 15 Tahun 2023 maupun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentu saja tidak ada norma yang melarang gimik digunakan dalam kampannye. Namun demikian, Pasal 24 PKPU 15 Tahun 2023 menyebutkan, bahwa materi kampanye Pemilu disampaikan dengan ketentuan :  menggunakan bahasa Indonesia dan/atau Bahasa daerah dengan kalimat yang sopan, santun, patut, dan pantas disampaikan, diucapkan, dan/atau ditampilkan kepada umum; dan tidak mengganggu ketertiban umum

Selain itu juga harus memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerdaskan masyarakat; tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau Pasangan Calon lain; tidak bersifat provokatif; dan menjalin komunikasi politik yang sehat antara Peserta Pemilu dengan masyarakat sebagai bagian dari membangun budaya politik Indonesia yang demokratis dan bermartabat.

Dari ketentuan Pasal 24 tersebut ada bagian norma yang narasinya tertulis "memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerdaskan masyarakat" (Pasal 24 ayat 1 huruf c). Secara tekstual norma ini bisa mengundang penafsiran, bahwa cara-cara penyampaian materi kampanye yang dilakukan tidak memberikan kemanfaatan dan tidak mencerdaskan masyarakat mestinya tidak boleh dilakukan, dan gimik bisa masuk dalam kategori ini.

Tetapi kita faham, publik terutama kelompok masyarakat yang tidak terlalu suka dengan isu-isu yang berat untuk dicerna, hal-hal yang terlampau serius sehingga harus sampai mengernyitkan dahi untuk memahaminya, nampaknya memang suka dengan gimik. Dan ini tentu saja merupakan peluang yang halal secara normatif bagi para Paslon untuk digunakan sebagai cara memikat perhatian, meraih simpati dan akhirnya meraup dukungan suara pemilih.

Oleh karena itu jika para Paslon merasa bahwa gimik bisa memberi insentif elektoral dalam forum debat, maka jalan tengah yang bisa ditolerir dan mungkin masih tergolong maslahat adalah memilih gimik (sebagai daya pikat dan stimulan bagi para pemilih) yang relevan dan terkoneksi dengan gagasan. Jangan asal, jangan sekedar menampilkan kemasan dan aksi-aksi panggung yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan substansi debat.

Contoh ekstrim penggunaan gimik yang tidak memberikan manfaat dan pastinya juga tidak mungkin mencerdaskan masyarakat itu misalnya setiap selesai bicara main slepetan atau joget-joget gemoy gak karuan atau jogging macam di lintasan lari stadion.

Sebaliknya, gimik dalam pengertian sebagai strategi untuk menarik perhatian publik tanpa harus meminggirkan substansi sesungguhnya bisa hadir dan mengalir alamiah bersama dengan momen penyampaian materi kampanye.

Seperti layaknya seorang guru atau dosen di depan kelas atau seorang pembicara dalam sebuah forum diskusi publik atau seorang mubaligh dalam sebuah ceramah umum. Jika mereka kapabel, kompetentif dan berpengalaman, gimik-gimik itu akan dengan sendirinya hadir mengalir bersama paparan dan ceramahnya. Gimik-gimik itu akan hadir relevan bersama setiap kata dan kalimat yang diucapkannya, bersama gestur dan pemeragaan tampilan, wajah dan gerak-gerik tubuh atraktfinya.

Harapan Masyarakat

Sekedar menegaskan ulang saja. Debat, seperti pernah saya tulis di Kompasiana edisi 2 Desember lalu, adalah media dimana para Paslon menyosialisasikan secara utuh dalam format komunikasi dialogis visi, misi dan program-programnya. Dalam konteks ini masyarakat dapat membaca, menyerap, memahami dan akhirnya menjadikan paparan para Paslon sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan pilihan kelak pada hari dan tanggal pemungutan suara.

Selain itu, forum debat juga merupakan ajang dimana para Paslon memiliki kesempatan terbuka dan sah untuk saling menegasikan gagasan-gagasan lawan sekaligus meyakinkan bahwa gagasannya merupakan pilihan yang lebih baik. Tentu saja terkait isu kebangsaan dan kenegaraan apapun sesuai tema yang diagendakan oleh KPU.  Pada sesi adu gagasan ini publik bisa melihat gagasan Paslon mana yang lebih realitis, rasional dan dapat menghidupkan harapan-harapannya sebagai rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun