Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

DPT Bocor, Potensi Baru Kegaduhan Pemilu, Apa yang Harus Dilakukan?

1 Desember 2023   09:55 Diperbarui: 1 Desember 2023   22:25 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekhawatiran banyak pihak akhirnya benar-benar terjadi : data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 bocor ! Tidak tanggung pula kebocorannya. Dari sisi jumlah, data yang bocor itu sebanyak 204 jutaan, nyaris sama persis dengan jumlah total DPT Pemilu 2024 yang pada bulan Juli lalu ditetapkan oleh KPU RI. Jumlah DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222, sementara jumlah data yang berhasil dibobol hacker bernama anonim Jimbo itu sebanyak 204.807.203.

Kebocoran data pemilih atau penduduk kali ini memang terbilang dahsyat. Selain karena jumlah totalnya yang nyaris sama, data pemilih yang bocor itu juga memiliki elemen yang identik dengan elemen data dalam DPT Pemilu.

Seperti dikutip berbagai media nasional, hasil analisis CISSEReC, sebuah lembaga riset keamanan siber, menunjukkan elemen-elemen data dimaksud meliputi : NIK, Nomor Kartu Keluarga (KK), Nomor KTP atau Nomor Passport bagi pemilih di luar negeri, Nama Lengkap, Jenis Kelamin, Tanggal Lahir, Tempat Lahir, Status Pernikahan, Alamat Lengkap (RT, RW, Kode Kelurahan, Kode Kecamatan dan Kabupaten), bahkan Lokasi dan Nomor TPS.

Bjorka Hilang, Jimbo Datang

Beberapa bulan lalu, dalam tulisan bertajuk "Bjorka dan Pentingnya Mewaspadai Infodemi Elektoral" (Kompasiana, 13 Agustus 2023), saya pernah mengingatkan perihal kebocoran data ini.

Kala itu, publik pernah dibuat heboh oleh ulah seorang hacker bernama anonim Bjorka yang berhasil meretas data sejumlah elit politik nasional serta data beberapa lembaga dan kementerian. Terkait peretasan oleh Bjorka ini saya menulis sbb :

"Dalam konteks elektoral, fenomena Bjorka ini mendesak untuk disikapi dengan serius dan tuntas, terutama mengingat perhelatan Pemilu yang terus berproses mendekati masa-masa tahapan kegiatan yang semakin penting dan sensitif. Misalnya tahapan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 pada akhir tahun ini, atau yang lebih dekat lagi adalah dimulainya proses pemutakhiran data pemilih pada bulan Oktober mendatang."

"Penyikapan serius dan tuntas yang penulis maksud terutama bagaimana memastikan database yang disimpan dan dikelola oleh lembaga dan kementerian terutama KPU dalam konteks data kepemiluan, aman dari upaya-upaya peretasan para hackers. Jadi penyikapan bukan semata-mata ditarget untuk menghadapi ulah Bjorka. Melainkan untuk mengantisipasi para pihak dan/atau para peretas serta followers-nya yang memang bermaksud mempromosikan kegaduhan dan menciptakan kekacauan informasi di seputar perhelatan elektoral nanti."

Merespon kasus Bjorka tersebut pemerintah kala itu memang sigap bergerak dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, Badan Siber dan Sandi Negara, dan Badan Intelijen Negara. Namun sependek yang saya ikuti update informasinya, hasil kerja Satgas ini tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat. Bjorka dan ulahnya yang kurang ajar itu begitu saja menghilang, dan kini, tetiba saja Jimbo datang.

Potensi baru Kegaduhan 

Lantas, seberapa kritiskah kebocoran data pemilih ini dalam konteks elektoral yang sudah memasuki masa-masa krusial Pemilu (tahapan Kampanye) saat ini dan kedepan ?

Tentu saja sangat kritis. Pertama, kebocoran data DPT ini mengindikasikan KPU RI lalai menjaga kedaulatan data. Suatu kelalaian yang dengan mudah dapat memicu melorotnya kepercayaan publik, baik terhadap kelembagaan KPU sendiri sebagai penyelenggara maupun terhadap proses dan hasil Pemilu pada akhirnya nanti.

Terlebi lagi "kelakuan Jimbo" ini terjadi di tengah situasi kontestasi yang sedang hangat dan nampaknya akan memanas dalam beberapa hari kedepan sepanjang masa kampanye berlangsung.

Kedua, data DPT yang berhasil dibobol dan kini bahkan sedang ditawarkan melalui situs jual beli data curian, BreachForums itu potensial bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral para pihak yang berkontestasi. Terutama jika KPU menggunakan perangkat teknologi digital dalam proses dan tahapan penghitungan (e-count, Situng), rekapitulasi (e-recapitulation, Sirekap) dan penetapan hasilnya nanti.   

Data hasil penghitungan dan rekapitulasi digital itu dengan mudah bisa didistorsi atau diubah demikian rupa sesuai kepentingan "penguasa data". Dalam konteks ini, publik tentu boleh membayangkan dan khawatir. Misalnya si Jimbo itu ditemukan orangnya, lalu dengan motiv ekonomi dia jual kemampuan canggih IT-nya dalam mendistorsi angka-angka hasil hitung dan hasil rekap suara kepada, entah siapa nanti. Maka cilaka duabelaslah Pemilu kita.

Apa yang Harus Dilakukan?

Sekarang dan kedepan, apa yang harus dilakukan? Pertama, KPU harus dengan supersigap menelusuri kasus kebocoran data ini, dan ini nampaknya sudah mulai dilakukan. Tentu saja, hasil penelusuran kasusnya nanti wajib dibuka kepada publik. Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap KPU serta proses dan hasil Pemilu nanti.

Kedua, jika terbukti akurat bahwa data yang dibobol Jimbo itu adalah data DPT Pemilu 2024, KPU memiliki dua opsi untuk dilakukan. Jika akan tetap menggunakan perangkat teknologi digital (meski sekedar alat bantu dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara nanti) KPU harus memastikan bahwa sistem dan perangkatnya benar-benar aman dari upaya peretasan hacker paling canggih sekalipun.

Tetapi jika tidak dapat menjamin aspek keamanan sibernya, saya kira KPU lebih baik memilih untuk menghentikan penggunaan teknologi digital. Tidak perlu gengsi, tak perlu juga merasa bahwa Pemilu kita jadul. Kedaulatan data dan hasil Pemilu yang berintegritas jauh lebih penting dibandingkan sekedar, misalnya "keren-kerenan" berteknologi canggih dalam Pemilu.

Ketiga, para kontestan baik Capres maupun Partai Politik dan Calon DPD saya kira perlu segera menyiapkan tim siber supercanggih masing-masing untuk menghadapi potensi-potensi kecurangan berbasis teknologi digital yang merugikan kepentingan masing-masing kubu. Ini penting sebagai alat kontrol bersama untuk memastikan proses Pemilu aman dari kejahatan siber dan hasilnya dapat dipercaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun