Pemilu 2024 bocor ! Tidak tanggung pula kebocorannya. Dari sisi jumlah, data yang bocor itu sebanyak 204 jutaan, nyaris sama persis dengan jumlah total DPT Pemilu 2024 yang pada bulan Juli lalu ditetapkan oleh KPU RI. Jumlah DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222, sementara jumlah data yang berhasil dibobol hacker bernama anonim Jimbo itu sebanyak 204.807.203.
Kekhawatiran banyak pihak akhirnya benar-benar terjadi : data Daftar Pemilih Tetap (DPT)Kebocoran data pemilih atau penduduk kali ini memang terbilang dahsyat. Selain karena jumlah totalnya yang nyaris sama, data pemilih yang bocor itu juga memiliki elemen yang identik dengan elemen data dalam DPT Pemilu.
Seperti dikutip berbagai media nasional, hasil analisis CISSEReC, sebuah lembaga riset keamanan siber, menunjukkan elemen-elemen data dimaksud meliputi : NIK, Nomor Kartu Keluarga (KK), Nomor KTP atau Nomor Passport bagi pemilih di luar negeri, Nama Lengkap, Jenis Kelamin, Tanggal Lahir, Tempat Lahir, Status Pernikahan, Alamat Lengkap (RT, RW, Kode Kelurahan, Kode Kecamatan dan Kabupaten), bahkan Lokasi dan Nomor TPS.
Bjorka Hilang, Jimbo Datang
Beberapa bulan lalu, dalam tulisan bertajuk "Bjorka dan Pentingnya Mewaspadai Infodemi Elektoral" (Kompasiana, 13 Agustus 2023), saya pernah mengingatkan perihal kebocoran data ini.
Kala itu, publik pernah dibuat heboh oleh ulah seorang hacker bernama anonim Bjorka yang berhasil meretas data sejumlah elit politik nasional serta data beberapa lembaga dan kementerian. Terkait peretasan oleh Bjorka ini saya menulis sbb :
"Dalam konteks elektoral, fenomena Bjorka ini mendesak untuk disikapi dengan serius dan tuntas, terutama mengingat perhelatan Pemilu yang terus berproses mendekati masa-masa tahapan kegiatan yang semakin penting dan sensitif. Misalnya tahapan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 pada akhir tahun ini, atau yang lebih dekat lagi adalah dimulainya proses pemutakhiran data pemilih pada bulan Oktober mendatang."
"Penyikapan serius dan tuntas yang penulis maksud terutama bagaimana memastikan database yang disimpan dan dikelola oleh lembaga dan kementerian terutama KPU dalam konteks data kepemiluan, aman dari upaya-upaya peretasan para hackers. Jadi penyikapan bukan semata-mata ditarget untuk menghadapi ulah Bjorka. Melainkan untuk mengantisipasi para pihak dan/atau para peretas serta followers-nya yang memang bermaksud mempromosikan kegaduhan dan menciptakan kekacauan informasi di seputar perhelatan elektoral nanti."
Merespon kasus Bjorka tersebut pemerintah kala itu memang sigap bergerak dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, Badan Siber dan Sandi Negara, dan Badan Intelijen Negara. Namun sependek yang saya ikuti update informasinya, hasil kerja Satgas ini tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat. Bjorka dan ulahnya yang kurang ajar itu begitu saja menghilang, dan kini, tetiba saja Jimbo datang.
Potensi baru KegaduhanÂ
Lantas, seberapa kritiskah kebocoran data pemilih ini dalam konteks elektoral yang sudah memasuki masa-masa krusial Pemilu (tahapan Kampanye) saat ini dan kedepan ?