Jumlah total angka partisipasi pemilih sebesar 163 jutaan itu tentu saja tidak diraih oleh satu pasangan kandidat. Jika, taruhlah Pilpres terjadi dua putaran dan pemenangnya memperoleh angka 60% (lagi-lagi merujuk pada capaian prosentase Pemilu 2019 untuk sekedar memudahkan perbandingan), maka pasangan kandidat terpilih itu sesungguhnya hanya dipilih oleh 97 jutaan pemilih.
Angka 97 jutaan itu jauh dibandingkan dengan jumlah pemilih dalam DPT sebanyak 204 jutaan. Jika diprosentase hanya sebesar 40%. Lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan jumlah total penduduk (rakyat) yang 270 jutaan. Hanya sekitar 35%.
Jadi, dengan asumsi angka-angka optimistik saja (80% tingkat partisipasi pemilih tadi), jumlah dukungan ril yang diraih pasangan Capres-Cawapres terpilih sesungguhnya sangat rendah.Â
Bisa dibayangkan, bisa dikalkulasi sendiri bagaimana jika tingkat partisipasi hanya mencapai angka 70% atau lebih rendah lagi. Betapa makin sedikitnya sesungguhnya rakyat yang secara ril memberikan dukungan pada paslon terpilih.
Partisipasi dan legitimasi
Tentu saja, derajat legitimasi politik pasangan Capres-Cawapres terpilih tidak melulu hanya diukur berdasarkan pendekatan kuantitatif sebagaimana disimulasikan di atas. Pendekatan normatif dan pendekatan kualitatif juga bisa menjadi alat ukur derajat legitimasi politik Paslon terpilih.
Pendekatan normatif yang dimaksud sangat simpel dan cenderung bersifat prosedural. Misalnya, selama proses Pemilu diselenggarakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku maka legitimasi politik dianggap cukup.
Sementara berdasarkan pendekatan kualitatif, keterpilihan Paslon dapat dianggap legitimate jika Pemilu berlangsung meriah, dinamis sekaligus aman dan tertib meski kegiatan kampanyenya misalnya diwarnai "pertengkaran" di media sosial. Atau, angka partisipasi pemilih kemudian ternyata rendah.
Oleh karenanya maka angka-angka simulatif itu tetap penting difahami dan disadari oleh para pihak, terutama peserta Pemilu, yakni partai politik dan juga pasangan calon dalam kasus Pilpres.
Penting sebagai gambaran seberapa banyak sebetulnya rakyat memberikan dukungan. Seberapa kuat rakyat mengamanatkan mandate. Dan akhirnya seberapa solid rakyat memberikan penerimaan dan persetujuan atas keterpilihan Paslon Capres-Cawapres dan dalam menjalankan pemerintahan kelak pasca mereka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Berbasis kesadaran itulah semua pihak mestinya jadi tergugah dan terpicu untuk sama-sama bekerja keras mengajak, mendorong dan merangsang (tentu dengan cara yang legal, halal dan bermoral) para pemilih untuk datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya. Jangan hanya mengandalkan penyelenggara Pemilu yang kapasitas dan ketersediaan personilnya terbatas.