Kurang dari sebulan ke depan, pendaftaran bakal calon Presiden dan Wakil Presiden akan dibuka oleh KPU. Sementara hingga hari ini, baru 1 poros yang sudah lengkap memiliki Bacapres dan Bacawapres. Yakni poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang bakal mengusung Anies-Cak Imin (AMIN).
Poros PDIP-Ganjar dan KIM-Prabowo, alih-alih menetapkan bakal calon Wapres, belakangan malah seperti dipaksa ikut sibuk merespon wacana lama yang kini menyeruak kembali ke panggung pra-kandidasi elektoral. Bahwa ada kemungkinan Pilpres bakal diikuti oleh hanya dua pasangan calon (Paslon).
Merujuk pada keyakinan Jazilul Fawaid (Waketum PKB), orang yang pertama kali melontarkan wacana dua poros ini beberapa waktu lalu, serta respon dan pernyataan dari sejumlah elit partai, kedua poros dimaksud bakal mewakili dua polar (kubu) agenda besar politik. Yakni poros KPP yang merepresentasikan semangat perubahan dan poros bauran (Ganjar-PDIP dan Prabowo-KIM) yang merepresentasikan pilihan sikap politik keberlanjutan.
Lantas apa kira-kira yang sedang terjadi di panggung belakang proses pra-kandidasi Pilpres 2024 ini? Hingga demikian sulitnya kubu Prabowo-KIM dan kubu Ganjar-PDIP menentukan sosok untuk Bacawapres masing-masing, lalu tetiba mencuat kembali isu dua poros Capres-Cawapres. Padahal stok figur di masing-masing kubu sudah lebih dari cukup. Seperti ada beban politik yang menindih pundak para elit di kedua kubu ini.
Merebaknya kembali wacana dua poros ini pastinya tidaklah muncul dari ruang hampa kepolitikan elektoral. Di awal fase tahapan Pemilu dimulai, tepatnya menjelang proses pra-kandidasi beberapa bulan lalu, sudah tersiar kabar bahwa istana menghendaki Pilpres hanya diikuti oleh dua pasang calon yang keduanya merepresentasikan semangat keberlanjutan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Dalam kerangka keinginan itu maka hadirnya sosok Anies Baswedan yang sebelum dan sesudahnya diposisikan sebagai antitesa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dianggap merupakan ancaman. Karena itu sebisa mungkin Anies harus dihambat lajunya di pacuan kontestasi elektoral. Beberapa peristiwa politik mengindikasikan ini.
Mulai dari penyelidikan kasus balapan mobil Formula E yang digelar Anies waktu menjabat Gubernur DKI, hubungan Surya Paloh-Jokowi yang kurang harmoni pasca Surya dan Partai Nasdem mempromosikan Anies ke orbit pencapresan, hingga ke gangguan terhadap legalitas Partai Demokrat kubu AHY oleh Moeldoko cs. Demokrat adalah pihak kedua setelah Nasdem yang mengikuti jejak Surya Paloh.
Fakta dinamis kemudian Anies lolos dari lubang jarum, lalu mengajak Cak Imin dan PKB bergabung, dan kini menjadi satu-satunya poros yang telah memiliki Bacawapres dan Tim Pemenangan serta siap mendaftar ke KPU. Berlatar belakang inilah ada beberapa fenomena hipotetik yang dapat dibaca sebagai isyarat di balik wacana dua poros sekaligus syahwat untuk mewujudkannya sesuai keinginan mastermind tadi.
Partai-partai Insecure
Pertama, menguatnya kembali isu dua poros ini semakin mengonfirmasi bahwa partai-partai politik saat ini sedang mengidap insecure syndrome, rendah diri, tak pede dan tak berdaya di hadapan ambisi dan kepentingan para mastermind.
Mereka seperti kehilangan kedaulatannya sebagai partai politik, bahu dimana aspirasi rakyat disandarkan. Lumpuh layu di saat harus segera memutuskan siapa calon pemimpin yang ditawarkan kepada rakyat untuk mendapatkan mandat amanah mereka. Sindrom ini bahkan diderita oleh PDIP, partai terbesar pemenang dua kali Pemilu terakhir dan memiliki figur kuat Megawati, dan Gerindra, partai kedua pemenang Pemilu yang juga memiliki sosok sekuat Prabowo.
Prabowo bisa memobiliasi sejumlah partai lain dan para relawan merapat kepadanya. Pun Megawati. Tetapi (sementara) gagal, atau setidaknya belum memiliki keberanian untuk memutuskan siapa figur yang dimajukan sebagai Bacawapres masing-masing. Situasi ini diduga kuat karena keduanya belum mendapatkan "lampu hijau" atau semacam restu dari mastermind perihal siapa yang harus dipromosikan.
Â
Potensi (Terselubung) AMIN Unggul ?
Kedua, menguatnya kembali isu dua poros boleh jadi juga karena semakin solidnya kubu KPP setelah deklarasi Anies-Cak Imin dan dukungan kencang dari PKS. Meski lembaga-lembaga survei masih menempatkan AMIN di posisi terbawah potensi elektabilitasnya, kemungkinan besar para mastermind memiliki data pembanding yang mereka lebih percayai. Atau setidaknya data ini membuat mereka merasa cemas. Bahwa AMIN berpotensi besar memenangi Pilpres.
Jangan-jangan data intelijen yang pernah diungkapkan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu itu sebagiannya terkait soal potensi kuat kemenangan AMIN. Pernyataan Jokowi ini nyaris berbarengan dengan merebaknya kembali isu dua poros koalisi.
Memang agak aneh dan melawan nalar sederhana publik sebetulnya. Semua lembaga survei berkali-kali merilis posisi Anies selalu terbawah. Posisi satu dua, bolak balik gantian diraih  Prabowo atau Ganjar. Tetapi hingga saat ini baik Prabowo maupun Ganjar belum berani memutuskan siapa bakal pendampingnya.
Hingga saat ini pula trend kampanye negatif yang menilai Anies telah gagal kala memimpin DKI terus dihidupkan. Sejumlah isu yang potensial dapat mendegradasi Anies terus dihembuskan nyaris tanpa jeda. Di sisi lain berbagai sisi keberhasilan dan keunggulan Prabowo dan Ganjar dikedepankan setiap hari. Tapi anehnya, sosok Anies, terlebih setelah didampingi Cak Imin tampaknya kian menjadi sosok yang mencemaskan lawan-lawan politiknya.
Â
Poros Bauran
Jadi menguatnya kembali wacana dua poros Pilpres ini tampaknya mengonfirmasi ulang, bahwa ambisi dan kepentingan mastermind seperti diulas didepan tadi terbukti masih hidup. Dan menjadi kian kencang ketika sejumlah patahan puzzle elektoral tidak dapat dikendalikan sepenuhnya, bahkan mampu merangkai peta jalan politiknya sendiri. Â
Kepentingan dan ambisi itu, sekali lagi, adalah melahirkan kepemimpinan baru yang pro keberlanjutan, yang hanya harus meneruskan arah kebijakan dan sisa-sisa program pemerintahan Jokowi yang belum selesai. Dan strategi yang paling aman untuk mewujudkan kepentingan dan ambisi ini adalah dengan menciptakan poros bauran, yakni menyatukan dua poros kekuatan menjadi satu : Prabowo-Ganjar atau Ganjar-Prabowo dengan gabungan kekuatan partai pengusungnya lebih dari dua pertiga.
Dengan demikian, potensi kemenangan ada dalam genggaman, Anies-Cak Imin diyakini bakal tumbang dan jadi pecundang. Lalu Pilpres cukup satu putaran, dan kepentingan para mastermind diyakini bakal aman. Begitukah isyarat di balik wacana dan "syahwat" mewujudkan dua poros koalisi Pilpres ini ? Â Wallahu'alam
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H