Pertama, membangun kesepakatan dan komitmen di kalangan elit partai maupun non-partai untuk melokalisir polarisasi di wilayah gagasan dan narasi-narasi programatik membangun Indonesia dalam bingkai persatuan dan keutuhan nasional. Aspek-aspek primordialis atau sentimen-sentimen keagamaan, etnisitas, rasialisme, dan kedaerahan harus diminimalisasi sedemikian rupa. Sikap ini penting diturunkan ke akar rumput masing-masing kubu kandidat atau partai politik dan ditumbuh-kembangkan sebagai bagian dari pendidikan politik dan pendewasaan berdemokrasi.
Kedua, sudah saatnya penggunaan buzzer-buzzer politik sekaligus cara-cara mereka memenangkan kontestasi elektoral dihentikan oleh para pihak. Karena terbukti bahwa keberadaan dan perilaku para buzzer yang kerap saling menebar fitnah, framing-framing negatif atas lawan-lawan politik, serta kampanye hitam di ruang publik sejauh ini lebih banyak memicu kegaduhan, pertengkaran dan perpecahan di kalangan masyarakat.
 Ketiga, upaya-upaya pencegahan pelanggaran dan penegakan hukum Pemilu harus lebih diefektifkan dengan cara yang adil, seimbang dan tidak tebang pilih baik oleh penyelenggara Pemilu (khususnya Bawaslu di semua tingkatan) maupun aparat penegak hukum (Kepolisian) jika kasusnya sudah menyentuh aspek pidana Pemilu atau pidana umum.
Last but not least memperbaiki desain Pemilu, khususnya Pilpres, yang sejauh ini masih menerapkan ambang batas pencalonan Presiden-Wapres yang sangat tinggi (20%0, yang kemudian melahirkan implikasi sulitnya kontestasi Pilpres diikuti oleh lebih dari dua pasang calon. Pilpres hanya dengan dua pasangan calon terbukti sangat mudah memicu polarisasi yang tajam. Meski tidak harus nol persen, ambang batas, sebagaimana telah direkomendasikan para ahli setidaknya diturukan ke angka yang lebih rendah antara 10-15%. Dengan demikian Pilpres bisa diikuti oleh sedikitnya 3 atau bahkan 4 pasangan calon, dan secara politik konstelasi ini dengan sendirinya dapat mengurangi potensi polarisasi didalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H