Pagi ini, dua partai yang semula bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yakni Gokar dan PAN resmi mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo sebagai Capres.Â
Dengan demikian KIB praktis bubar setelah sebelumnya ditinggalkan lebih dulu oleh PPP yang telah merapat ke PDIP. Sebaliknya, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKRI) yang digagas  bersama oleh Gerindra dan PKB menguat dan bertambah tambun.
Jika peta koalisi elektoral per pagi ini ajeg hingga pendaftaran Paslon Capres-Cawapres Oktober-November nanti, maka fix sudah, Pilpres 2024 bakal diikuti oleh 3 (tiga) Paslon dengan komposisi dan komparasi modal suara elektoral sebagai berikut :
Koalisi Perubahan dan Persatuan/Perbaikan (KPP) yang menyiapkan Anies Baswedan sebagai Capres memiliki modal suara 9.05% (Nasdem), 8.21% (PKS), 7.77 (Demokrat).Â
Total : 25.03%. Koalisi PDIP-PPP yang telah mendeklarasikan Ganjar sebagai Capres memiliki modal suara 19.33% (PDIP), 4.52% (PPP). Total : 23.85%. Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) memiliki modal suara 12.57% (Gerindra), 12.31% (Golkar), 9.69% (PKB), dan 6.84% (PAN). Total : 41.41.
Jika ditambah dengan suara partai non-parlemen yang sudah menyatakan sikap dan dukungan, peta komposisi dan perbandingan suara sedikit akan berubah. Koalisi PDIP-PPP akan bertambah menjadi 28.06% suara yang berasal dari ceceran suara Perindo (2.67%) dan Hanura (1.54%). Koalisi Kebangktan Indonesia Raya akan semakin tambun dengan tambahan suara PBB (0.79%) dan jika jadi PSI (1.89%), total 44.10%.
Anies-KKPÂ
Sementara itu KKP tetap di angka 25.03% karena belum ada satupun partai non-parlemen yang bergabung dengan koalisi pengusung Anies Baswedan. Namun demikian, meski berada di urutan ketiga berdasarkan peta komposisi dan perbandingan modal suara untuk bertarung di arena Pilpres 2024, KKP-Anies justru potensial dapat membuat situasi kontestasi Pilpres akan berlangsung keras-kompetitif. Sejumlah argumentasi berikut dapat menjadi rujukan prakiraan elektoral ini.
Pertama, Anies-KKP satu-satunya koalisi yang lahir dan hadir secara otonom dan mandiri, lepas dari kooptasi istana, lepas pula dari bayang-bayang pengaruh Jokowi sebagai Presiden. Fakta ini sedikit banyak memberi insentif elektoral pada koalisi KKP.Â
Kedua, sudah sejak menjabat sebagai Gubernur DKI, Anies dianggap sebagai antitesa Jokowi yang oleh sebagian publik dianggap lebih banyak gagalnya memenuhi janji-janji kampanye dulu. Belakangan sosok Anies bahkan makin solid dianggap sebagai simbol perlawanan sekaligus perubahan atas status quo.
Ketiga, dalam KKP ada dua tokoh besar yang level ketokohannya melampaui ketua-ketua partai di koalisi lain, yakni SBY dan Surya Paloh. Kedua tokoh ini jelas berada di atas hampir semua ketua umum partai (Airlangga, Zulhas, Mardiono, Cak Imin) kecuali Megawati dan Prabowo.Â