Mohon tunggu...
Siti nurjanah
Siti nurjanah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka melakukan perjalanan, baca buku, nonton film atau drama juga mendengarkan musik. - Nulis juga di : https://www.stnurjanahh.com - IG dan Twitter : @st_nurjanahh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cegah, Serta Hentikan Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

6 Januari 2017   15:45 Diperbarui: 6 Januari 2017   15:51 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cegah dan Hentikan Kekeresan Perempuan & anak (Doc : Pixabay.com)

"Ini tubuhku..kan kujaga slalu, Tak boleh disentuh ..tak boleh di ganggu..Hanyalah ibuku dan hanya diriku, yang boleh melihat atau menyentuh.”

Bait demi bait kata  dengan irama lagu pelangi tersebut menggaung di salah satu rumah baca di suatu wilayah ketika Saya berkunjung ke Sumatera Barat. Mereka cukup antusias mendedangkan lagu edukasi psikologi tersebut. Saya dan beberapa teman menterjemahkan makna lagu tersebut dan senang sekali dengan reaksi mereka cukup antusias. Kami menjelaskan bahwa perlu adanya penjagaan diri apalagi terhadap pihak asing maupun lingkungan terdekat, namun Saya dan teman cukup terkejut oleh beberapa anak yang berceloteh dengan nada polos mereka akan tindak laku orang terdekat yang menjurus pada pelecehan khususnya anak perempuan. Hal ini semakin menyadarkan kami bila di kota besar saja banyak kejadian demikian bagaimana dengan daerah-daerah terpencil.

Kami mencoba memberi pengertian akan teori jenis  sentuhan :

- Sentuhan wajar (menyentuh dari bahu ke atas atau dari lutut ke bawah) tapi sebaiknya di hindari

- Sentuhan yang buruk (menyentuh bagian badan dari mulai dari bahu sampai lutut termasuk menyentuh bagian tubuh yang ditutup pakaian, yaitu paha, dada, alat kelamin) si anak berhak marah, menolak bahkan mengadukan untuk meminta perlindungan.

Sharing dg anak di rumah baca Sumbar (Doc.pri)
Sharing dg anak di rumah baca Sumbar (Doc.pri)

Diskusi Publik Mengakhiri Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Dalam acara diskusi KPPPA bersama Kompasiana  bertema "Bersama Mengakhiri Kekerasan Perempuan dan Anak" pada 03 Desember 2016 lalu bertempat di Royal Kuningan Hotel menghadirkan narasumber Ibu Agustina Erni, Deputi Bidang Masyarakat KPPPA menyatakan data Komisi Nasional Perempuan sepanjang tahun 2016. cukup memprihatinkan dimana kasus kekerasan terhadap perempuam dan anak di khawatirkan setiap periodenya akan terus mengalami peningkatan.

tinggi kasus-kasus tersebut diduga atas kurang pahamnya masyarakat dalam mendidik, monitoring, hingga pengawasan yang kurang baik, dimana dasarnya tinggi angka kemiskinan dan kultur budaya kerap mempengaruhi berbagai tindakan negatif.

Teori Ecologi Bronfenbrenner berpendapat bahwa lingkungan sangat kuat mempengaruhi perkembangan interaksi manusia. Tediri atas lima sistem lingkungan yang berawal dari interaksi personal sampai dengan pengaruh kultur yang lebih luas, adapun hal tersebut meliputi mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.

kekerasan serta kejahatan terhadap perempuan dan anak tidak hanya menjadi peran pemerintah semata,  untuk menekan kasus tersebut maka perlu melibatkan dan bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media secara sistemik, komprehensif, dan sinergis.

Sumber gambar : Pinterest.com
Sumber gambar : Pinterest.com

Pembicara lainnya adalah Dr. Sri Astuti, Dosen Uhamka yang juga concern menjadi pendamping perempuan dan anak di rusun Marunda yang terdiri atas 3 cluster  yakni Cluster A 11 blok, Cluster B 10 Blok, Cluster C 5 Blok. Beliau mengatakan dalam kasus tindak kejahatan terhadap anak dan perempuan meliputi kekerasan fisik, emosi dan seksual dimana perlu adanya kesadaran dalam berprinsip sinergi dengan mau berbagi, semua komponen penting dan tidak saling menyalahkan.

Tidak sedikit media yang menyiarkan akan kasus-kasus di rusun Jakarta Utara tersebut. Adapun  pemicu kekerasan tersebut lantaran  minimnya kontrol sosial, rendahnya kualitas pengasuhan anak serta permasalahan umum yang paling mendasar karena krisis ekonomi serta mental. Oleh sebab itu sangat diperlukan edukasi dan pemberdayaan terhadap warga setempat.

Nara sumber berikutnya adalah Ibu Vitria Lazarini psikolog Yayasan Pulih yang biasanya melayani konseling khususnya bagi korban kekerasan agat tidak semakin terpuruk. Secara umum masyarakat sering kali melupakan kebutuhan psikologis si korban,bagaimana ia nantinya untuk menata  hidupnya kembali setelah mengalami guncangan psikologi, namun lupa  memperhatikan dampak yang dirasakan korban serta keluarga besarnya dalam jangka panjang ke depan.

Pemulihan pasca tindak kekerasan terhadap korban salah satunya adalah melalui pendekatan serta dukungan khususnya keluarga serta lingkungan sosial. Perlu adanya mengubah paradigma negatif yang membuat korban semakin tertekan dalam hal ini yang paling berpengaruh terhadap penyembuhan itu adalah dari dalam diri korban sendiri untuk bangkit kembali menata hidup.

Beberapa hal yang perlu disadari dalam kasus kekerasan pada anak dan Perempuan adalah :

- Kesadaran peran laki-laki dalam permasalah kekerasan

- Peran masyarakat dalam memberikan empati pada korban

- Mengurangi ruang gerak predator

Penanganan Kasus Kekerasan Pada Perempuan dan Anak.

Di Indonesia kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ibarat ‘Fenomena Gunung Es’, yang jauh lebih banyak data yang tidak diketahui dibandingkan dengan data yang diketahui. Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan, terjadi 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2015. Sementara itu KPAI mencatat terdapat 1.698 pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2015, dengan 53% di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Sisanya, yakni sebanyak 40,7% adalah penelantaran, penganiayaan, eksploitasi untuk seksual, dan bentuk kekerasan lainnya. Data tersebut ‘hanya’ didasarkan pada laporan yang masuk

Sebagian besar kasus itu ditutupi dan tidak dilaporkan kejadiannya ke pihak Kepolisian karena dianggap sebagai aib keluarga. Walaupun berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi anak-anak dari tindak kekerasan dan pelecehan seksual, tetapi hal tersebut tidak membawa perubahan signifikan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan maupun anak.

Memang untuk penanganan kasus kekerasan tersebut tidak hanya dapat ditanggulangi dengan peraturan perundangan-undangan saja tetapi perlu diiringi komitmen bersama diantara semua pihak dan semua harus peduli. Saat ini pemerintah tengah gencar dalam menerapkan program unggulan Three End dengan cakupan meliputi

- End Violence Against Women and Children dengan maksud untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.

- End Human Trafficking yang berarti harus akhiri perdagangan manusia.

- End Barriers To Economic  Justice yakni dengan mengupayakan untuk mengakkhiri kesenjangan ekonomi salaah satunya pemberdayaan masyarakat.

Diskusi publik KPPPA & Kompasiana (Doc.Pri)
Diskusi publik KPPPA & Kompasiana (Doc.Pri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun