Tuduhan terakhir adalah soal etika dan integritas. Ada yang khawatir menyelesaikan Skripsi dengan bantuan Jasa semacam ini melibatkan pelanggaran etika akademik dan mahasiswa yang malas memberi kontribusi dalam penelitian dan penulisan. Jadi, bisa dibilang penggunaan jasa skripsi dianggap sebagai pelanggaran etika.
Ujung-ujungnya, penggunaan jasa skripsi ini dianggap sebagai pelanggaran etika. Karena mestinya, mahasiswa harus ngerjain skripsinya sendiri sebagai bukti kompetensi dalam bidang yang mereka pelajari.
Tapi, jujur, banyak juga kasus di mana pejabat publik yang super sibuk dan tidak fokus menyelesaikan skripsi atau tesis. Alhasil, skripsi atau tesisnya mangkrak berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Bila hal itu dibiarkan, pejabat itu bisa terancam drop out kuliahnya. Gelar akademik yang dicita-citakannya pun cuma tinggal angan-angan. Padahal, gelar itu penting buat karir di dunia kerjanya. Jadi, jasa skripsi jadi solusi. Terjadilah semacam kerja sama yang saling menguntungkan antara pejabat yang tidak punya waktu dan jasa skripsi yang siap membantu.
Maka terjadilah happy ending. Pejabat bisa menyelesaikan skripsi atau tesis selesai cepat dan sesuai standar, sementara jasa skripsi juga senang karena mendapatkan imbalan atas jasanya. Sehingga tak heran banyak dosen-dosen di kampus yang malah jadi jasa skripsi sendiri atau jadi semacam 'makelar' antara mahasiswa dan jasa skripsi.
Ternyata dunia akademis juga bisa rame-rame seperti sinetron Indonesia. Drama, konflik, dan solusi seringkali lebih rumit dari yang dibayangkan. Tapi, selama masih ada tugas akhir, selama itu juga akan ada jasa skripsi yang siap membantu mengurai simpul-simpul kisah kasih nyata ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H