Sejak lama menjadi perbincangan di kalangan pemerhati seni, pemerhati kebudayaan, seniman dan budayawan, termasuk kalangan pendidikan, bahwa masalah kebudayaan secara struktural dan garis komando serta koordinasi memang salah kaprah atau salah jalur? Simak saja, selama ini, pengelolaan dan pemajuan kebudayaan menjadi tanggung jawab Kemendikbudristek.Â
Ya, menjadi salah satu tupoksi  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini berlaku sejak dulu kala, sesuai namanya. Kegiatan pemajuan kebudayaan dan tetek  bengeknya dikendalikan oleh Direktorat  Jenderal Kebudayaan, sebagai tangan kanan Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Nah, begitu turun ke tingkat provinsi dan kabupaten kota, persoalan kebudayaan menjadi ambigu. Urusan kebudayaan tidak lagi menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan, malah menjadi bagian tugas dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (atau dulu Ekonomi Kreatif). Ini berlangsung bertahun tahun. Mungkin di beberapa daerah sudah ada yang menyerahkan urusan kebudayaan ke bidang yang tepat, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi juga Kabupaten Kota. Namun, kebanyakan, urusan kebudayaan masih dikendalikan dan menjadi bagian dari Dinas Pariwisata atau Dinas kebudayaan dan Pariwisata.Â
Memang, di Provinsi ada badan-badan otonom yang mengurusi kebudayaan. Ada BPCB sekarang dikenal sebagai BPK (Balai Pelestari Kebudayaan). BPCB atau BPK- BPK inilah yang selama ini secara kasat mata memang terjun langsung mengurusi masalah-masalah kebudayaan di daerah. Tapi sekali lagi, jalurnya tidak ke Dinas Pendidikan, tapi bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata. Tak dapat dipungkiri, ada yang sudah kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kota.Â
Ambigu
Untungnya dalam satu tahun terakhir, khususnya di Jawa Timur ada perubahan yang menarik. Urusan kebudayaan, sudah ditarik sebagai bagian dari Dinas Pendidikan, sehingga namanya menjadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kota. Urusan kebudayaan dikomandani seorang Kepala Bidang Kebudayaan, yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, di bawah kendali Bupati atau Walikota. Intinya, urusan dan personil yang selama ini ngantor di Dinas Pariwisata, diboyong ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Sayangnya langkah ini tidak terjadi di Pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Urusan kebudayaan dan cagar budaya masih dalam kendali Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang secara struktural ke pusat adalah ke Kementerian Pariwisata, bukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Â
Bukan pula menjadi bagian dari Dinas Pendidikan Provinsi! Mumet kan ?! Padahal secara nomenklatur seharusnya: Di Pusat adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan -lalu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi - terakhir Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kota. Kenyataan di lapangan :  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata  Provinsi - Dinas Pendidikan Kabupaten Kota. Lha... entahlah di daerah lain.
Kementerian Kebudayaan
Sebagai seorang yang sangat mencintai kebudayaan, Presiden Prabowo sudah memberikan perhatian luar biasa dalam upaya pemajuan kebudayaan. Tidak tanggung-tanggung, jika selama ini, urusan kebudayaan di pusat dikendalikan seorang Direktur Jenderal Kebudayaan bernama Hilmar Farid, maka saat ini Presiden Prabowo secara tegas telah memisahkan Pendidikan dan Kebudayaan. Prabowo mengangkat seorang menteri khusus yang menangani kebudayaan. Namanya Fadli Zon, yang diangkat sebagai Menteri Kebudayaan di Kabinet Merah Putih .
Ini adalah langkah berani, progresif dan fundamental dari seorang Prabowo, agar kebudayaan juga menjadi perhatian utama dalam pembangunan bangsa dan negara ini. Prabowo adalah seorang nasionalis dan patriotik, yang dalam pidato-pidatonya selalu mengedepankan masalah etika dan pembentukan karakter bangsa. Saya melihat bahwa Prabowo sangat yakin, melalui kebudayaan lah, masalah-masalah etika dan karakter ini bisa didorong dan dikembangkan lebih optimal.
Menunggu lahirnya Dinas Kebudayaan di daerah
Langkah progresif Presiden Prabowo tentunya harus juga disikapi oleh struktur pemerintah yang ada di bawahnya. Baik di Provinsi maupun Kabupaten Kota. Artinya, sesegera mungkin, pemerintah daerah menyesuaikan dengan nomenklatur yang ada, agar jalur komando, instruksi dan koordinasi, menjadi lebih lancar dari pusat sampai daerah.Â
Konkretnya, segera dibentuk Dinas Kebudayaan di Provinsi maupun Kabupaten Kota. Sehingga terjadi hubungan yang sinergis dan harmonis dari pusat ke daerah, yakni : Menteri Kebudayaan di pusat- Dinas Kebudayaan Provinsi  - Dinas Kebudayaan Kabupaten Kota.
Dari pusat sampai di daerah urusan Kebudayaan menjadi urusan yang otonom dan mandiri. Terpisah dari Dinas Pendidikan ataupun Dinas Pariwisata. Ini mungkin langkah awal yang harus segera direalisasikan sehingga proses percepatan pemajuan kebudayaan bisa melaju dengan lebih terencana dan terukur.Â
Semoga
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H