Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Heroik Gugurnya Sunaryo dalam Pertempuran Madulegi Tahun 1949

15 Juni 2022   21:42 Diperbarui: 16 Juni 2022   04:46 2617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang Gerilya melawan Agresi Militer Belanda II di Pasuruan Barat

Agresi Militer Belanda II juga sudah tercium jauh oleh pasukan gerilya di wilayah Pasuruan Barat, Timur,  jauh hari sebelum serangan itu dilakukan.

Awalnya, di Tahun 1947-1948, keamanan wilayah Pasuruan Barat dibebankan pada kompi-kompi yang dipimpin oleh Lettu Moch. Jasin, Lettu Ichdar, Lettu Bambang Sumitro serta Kapten Hartono. Kompi-kompi ini merupakan bagian dari Batalyon 17, dibawah komando Mayor Abdullah.

Lettu Ichdar dan Lettu Sumitro, tokoh pejuang Pasuruan Barat (Foto Radik Jarwadi)
Lettu Ichdar dan Lettu Sumitro, tokoh pejuang Pasuruan Barat (Foto Radik Jarwadi)

Menariknya, Mayor Abdullah adalah seorang mayor yang buta huruf. Di tahun 1945, Abdullah adalah seorang pengemudi becak di Surabaya. Tapi begitu meletus peristiwa 10 Nopember 1945, Abdullah membentuk pasukan yang gagah berani berjuluk "Badjak Laut". Ikut bertempur di front pertempuran Surabaya sampai mundur ke Sidoarjo. Karena keberanian dan kemampuan bertempurnya yang hebat, akhirnya karir militer Abdullah merangkak naik, sehingga di tahun 1948 dipercaya memimpin sebuah Batalyon di Jawa Timur dengan pangkat Mayor.

Kompi-kompi di bawah Batalyon 17 yang "menguasai" wilayah Pasuruan Barat ini berkedudukan dan mengamankan wilayah Porong-Gempol-Pandaan-Tretes. Sebagian bertugas mengamankan wilayah Sukorejo-Purwosari-Lawang.

Pasukan-pasukan ini sudah mencium gelagat kalau pihak Belanda akan mengadakan aksi milter. Maka, mereka pun mulai melakukan gerilya/ gerakan bawah tanah. Mengajak pemuda di dusun-dusun untuk bergabung mempertahankan wilayah jika sewaktu-waktu terjadi perang. Termasuk membuat pos-pos pertahanan dan mengumpulkan senjata dan amunisi. Mereka juga melakukan aksi-aksi  penyergapan iringan tentara Belanda.

Begitu pihak Belanda melakukan aksi militer, maka mereka pun segera konsolidasi untuk melakukan penyerangan pada pos-pos Belanda. Maka sejak 19 Desember 1948 sampai Pebruari 1949, telah terjadi beberapa kali kontak senjata antara TNI dengan pihak Belanda di wilayah Pasuruan Barat. Diantaranya

Tanggal 19 Desember 1948, kompi Ichdar mengibarkan bendera merah putih di villa dan hotel milik Belanda di wilayah Tretes, serta melucuti AP/ Polisi Belanda (Algemeene Politie) serta menguasai Onderan (Kantor Kecamatan) Prigen dan merampas 10 pucuk Mouser kaliber 7,9.

Tanggal 20 Desember 1948, pasukan Ichdar melucuti AP di Plintahan, Pandaan, Tanggal 25 Desember 1948, kompi Ichdar melucuti markas AP di Sukorejo (Radik Djarwadi, 1979 halaman 40).

Namun, Belanda selalu bisa memperkuat kembali pos-pos pertahanannya bersamaan dengan datangnya pasukan besar diantaranya dari KL (Angkatan Darat) Belanda dan Marine Brigade (Kesatuan Marinir/ Angkatan Laut Belanda) serta Cakra. Maka, wilayah Pasuruan Barat pun kembali dapat diduduki oleh pihak Belanda yang tersebar di beberapa titik  yakni di Hotel Cemendoer Tretes (OASE/ SKAM), serta di Plintahan Pandaan dan Bangil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun