Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Arca Wisnu Naik Garuda Berasal dari Trawas, Bukan dari Belahan!

12 Juni 2022   08:48 Diperbarui: 14 Juni 2022   14:00 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arca Wisnu Naik Garuda di Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto

Sejak tahun 2004 saya sudah berkunjung ke Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto. Nama museum ini memang unik. Selalu berubah setiap saat. 

Setiap kali berkunjung, Arca Wisnu Naik Garuda yang tersimpan di teras belakang museum, selalu jadi jujukan karena menyisakan rasa penasaran bagi saya. Maka, di tahun 2017, saya menulis Artikel Arca Wisnu Naik Garuda, benarkah Asalnya dari Belahan? 

Intinya, berdasarkan pendapat para ahli dan kunjungan ke lapangan, memang sangat muskil jika Arca Wisnu berasal dari Candi Belahan, atau Candi Sumber Tetek, di lereng Timur Gunung Penanggungan. Secara lengkap, paparan ada di artikel tersebut di atas.

Entahlah, naluri pribadi saya, sangat meyakini kalau Arca Wisnu Naik Garuda ini "seharusnya" dari Trawas. Tepatnya dari sekitaran Candi Jalatunda. Maka, saya terus menelusuri dan mencari referensi tentang asal usul keberadaan arca ini. 

Akhirnya, suatu ketika, saya menemukan sebuah website yang banyak menayangkan dokumen-dokumen tertulis yang berasal dari zaman penjajahan Belanda. Saya lupa namanya , entah KILTV, atau Rijkmuseum, atau NYPL ?

Di website ini saya mendapati sebuah lukisan Arca Wisnu Naik Garuda, karya Moeller. Dengan tegas pelukisnya memberi identitas "Monument Zu Trawas" di bawah lukisannya. 

Satu kata kunci: Trawas, sangat penting bagi saya untuk mengidentifikasi bahwa arca yang digambar itu memang berasal dari Trawas. 

Sebuah desa terpencil (dulunya) di kaki sisi utara Gunung Welirang dan Gunung Buthak (tempat ditemukannya Prasasti Kudadu yang demikian berharga dan penting untuk mengungkap asal mula berdirinya Kerajaan Majapahit). 

Kawasan ini, juga berdekatan dengan Gunung Penanggungan, gunung suci zaman kuno yang sampai saat ini masih banyak ditemukan candi dan petirtaan, tinggalan dari tahun 1000 Masehi.

Lukisan karya Wisnu Naik Garuda karya Moeller
Lukisan karya Wisnu Naik Garuda karya Moeller

Kemungkinan pertama, Arca Wisnu Naik Garuda digambar oleh Moeller di lokasi insitu. Di tempat asalnya, di Trawas. 

Kemungkinan kedua, arca dilukis saat sudah dipindahkan ke Mojokerto. Saya mengikuti Moeller saja, monumen ini berasal dari Trawas. Sesuai "keinginan' saya pribadi. 

Van Hoevel

Mengutip dari website kemendikbud, keberadaan Arca Wisnu Naik Garuda, pertama kali diungkap oleh Van Hoevel Tahun 1847, yang mengatakan arca tersebut dari Trawas. Pendapat ini ditentang oleh R.D.M Veerbek, dan mengatakan kalau arca ini dari Belahan, sebuah petirtaan di lereng Timur Penanggungan. 

Dia mengutip catatan Wardenaar (seorang ahli menggambar peta yang ditugaskan pertama kali memetakan situs-situs di Trowulan oleh Raffles). 

Veerbek mengikuti Wardenaar, lantaran menganggap Wardenaar lah yang telah menjelajah kawasan Trowulan dengan teliti dan menggambarkannya dengan detil.

Pendapat di atas kemudian diiukuti oleh N. J. Krom (1923). Bahkan lebih jauh Krom mengganggap Patirthan (pertirtaan) Belahan adalah bangunan peringatan yang diabdikan untuk Raja Airlangga setelah raja itu wafat, demikian ungkap Agus Aris Munandar, profesor arkeologi dari Universitas Indonesia. 

Namun, pendapat Krom tersebut ditentang oleh Th. A. Resink (1968), yang menyimpulkan Belahan bukan dari zaman Airlangga, bahkan sangat mungkin dari zaman Sindok (929-947M), karena di dekat Candi Belahan ditemukan Prasasti Cungrang (Prasasti Sukci) dari zaman Sindok. 

Arca Naik Garuda saat dipindahkan ke Trowulan, Mojokerto
Arca Naik Garuda saat dipindahkan ke Trowulan, Mojokerto

Arca Wisnu Naik Garuda di Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto
Arca Wisnu Naik Garuda di Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto

Lambang Negara

Menelusuri asal usul Arca Wisnu Naik Garuda menjadi penting, karena bisa jadi inilah salah satu sumber inspirasi bagi Sultan Hamid II saat merancang dan mengusulkan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia. 

Bisa jadi dari beberapa pilihan rancangannya, Sultan Hamid II sangat memahami bahwa lambang Burung Garuda, bagi rakyat Indonesia (Jawa khususnya saat itu) demikian memiliki arti historis dan filosofis yang sangat dalam. 

Secara singkat keberadaan Burung Garuda banyak muncul dalam cerita-cerita kuno masyarakat Jawa di masa lalu. Dua diantaranya yakni Cerita Garudeya dan Wisnu Naik Garuda.

Cerita Garudeya, menggambarkan sosok naga yang berjuang keras membebaskan sang Ibu bernama Winata, dari perbudakan para naga yang memiliki ibu bernama Kadru. Dengan kesetiaan, perjuangan dan keberaniannya, Garuda akhirnya mampu membaskan Winata dari cengkeraman Kadru dan anak-anaknya.

Sedangkan Cerita Wisnu Naik Garuda, berhubungan dengan sosok Airlangga yang diidentikkan dengan Dewa Wisnu, dewa yang mengendarai Burung Garuda. 

Airlangga dianggap sebagai keturunan dewa yang mampu membangun kembali sisa-sisa Kerajaan Medang, warisan dari Mpu Sindok dan Dharmawangsa yang luluh lantak akibat serbuan Raja Wurawari. 

Airlangga adalah keturunan Raja Udayana dari Bali, saudara dari Marakata dan Anak Wungsu yang memerintah di tanah Jawa, karena diambil menantu oleh Dharmawangsa. 

Setelah Medang hancur, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan, jauh hari sebelum munculnya dua kerajaan besar di tanah Jawa yakni, Singhasari dan Majapahit. 

Apakah cerita perjuangan Garudeya dan Wisnu Naik Garuda ini yang mengilhami Sultan Hamid II... Entahlah. 

Bahkan, kalimat Bhinneka Tunggal Ika pun diambil dari sebaris kalimat di Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular, sorang pujangga yang hidup di masa Majapahit. 

Maknanya, Burung Garuda dan Bhinneka Tunggal Ika, memang memiliki makna historis dan filosofis yang demikian kental bagi Founding Fathers. Tidak hanya bagi Soekarno, Hatta, Yamin dan Soepomo, tapi juga bagi Sultan Hamid II, dari Pontianak 

dokpri
dokpri
Artikel terkait: Arca Wisnu Naik Garuda, benarkah Asalnya dari Belahan? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun