Demikianlah inti cerita tutur Perang Bubat yang dari sisi kerajaan Sunda dan masyarakatnya, konflik di Lapangan Bubat telah menimbulkan memori kolektif sebagai bentuk penghinaan dan pengkhianatan. Peristiwa ini, diingat oleh mereka sebagai pembunuhan besar-besaran oleh rakyat Majapahit terhadap rakyat Sunda.
Memori ini diwariskan secara turun temurun dalam kurun waktu ratusan tahun. Akhirnya, tidak ada pesan moral positif yang tersampaikan. Malah menumbuhkan dendam kesumat berkepanjangan. Bahkan, dibumbui mitos dilarang menikah  bagi orang Sunda dan Jawa!
Perang Bubat sebagai Catatan Sejarah.
Apakah cerita Perang Bubat ini peristiwa sejarah atau rekaan semata?  Di kalangan akademisi, peristiwa di lapangan Bubat masih menimbulkan kontroversi. Rujukan cerita Perang Bubat adalah mengambil dari beberapa penggalan kisah dalam kitab Pararaton yang disusun sekitar 400-500 tahun setelah  Majapahit runtuh.
Lebih lengkapnya, peristiwa pembantaian Raja Sunda dan putrinya itu secara lebih detil  diuraikan di kitab Kidung Sunda yang disusun 300 tahun setelah munculnya Pararaton.Â
Dari penggalan-penggalan cerita inilah, maka tragedi Perang Bubat mengalir menjadi cerita tutur yang berkembang di masyarakat tanpa pernah tahu kebenarannya. Tidak pernah ditemukan sumber prasasti baik dari zaman Kerajaan Majapahit atau Kerajaan Sunda yang mencatat tragedi di  lapangan Bubat.Â
Bahkan, kitab Nagara Krtagama sebagai warisan karya sastra yang sezaman dengan Hayam Wuruk,  sedikit pun tak mencatatnya. Padahal Prapanca adalah jurnalis sejati. Mata, telinga serta pengalamannya saat  keliling tlatah Jawa Timur,  tak pernah dia mendengar cerita itu pernah terjadi sehingga perlu mencatatnya di Nagara Krtagama.
Memang, ada yang mengatakan Nagara Krtagama adalah puja sastra. Karya untuk mengagungkan Raja Hayam Wuruk sehingga tak perlu dinodai dengan catatan tragedi yang memalukan bagi Majapahit dan memilukan bagi Kerajaan Sunda.Â
Bahkan, Prof. Edi Sedyawati, arkeolog terkemuka di tanah air menyatakan, bisa jadi Peristiwa Bubat adalah sisipan penyalin Pararaton. Sekedar tambahan dari orang Belanda yang pertama kali menelitinya.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Agus Aris Munandar, cerita Perang Bubat adalah cerita sejarah. Keyakinan ini diperoleh oleh Prof Agus Aris Munandar setelah mempelajari Kisah Panji Angreni. Menurutnya, kisah kegagalan pernikahan Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka mirip-mirip dengan Kisah Panji.
Isinya, Raden Panji sedang kasmaran dengan Dewi Angreni. Namun, kedua orangtuanya tidak merestui hubungan cinta itu karena Raden Panji sudah dijodohkan sejak kecil dengan Dewi Sekartaji. Akhirnya, Raden Panji pun merana karena kehilangan Dewi Angreni.