Raja Bali, Marakata dan Anak Wungsu, sebagai penguasa Bali di abad 10-11 membangun candi dengan cara dan gaya berbeda. Sangat menarik dan unik.Â
Menarik, karena tidak ada susunan bata merah atau batu andesit yang tersusun tegak. Berbeda jauh dengan candi di Jawa. Unik, lantaran dibangun dengan memahat tebing batu! Sepintas akan tanpak seperti "pintu masuk-keluar".
Terhamparnya sosok Candi Gunung Kawi di depan saya, membawa angan saya melanglang ke zaman lampau. Terbayang para pekerja bersusah payah mengepras tebing batu.Â
Bagian tebing batu di sisi Barat Sungai Pakerisan (menghadap ke Timur) diratakan secara vertikal. Tentunya banyak bagian tebing berupa pecahan batu yang dibuang. Lalu dibuat pelataran sempit dibekas tebing yang sudah dikepras.
Berikutnya, di tebing sudah rata vertikal dibuat ceruk sebanyak 4 buah. Maka, setelah itu baru para silpin (pembuat candi) mulai memahat "isi" ceruk membentuk candi. Mulai dari membentuk kaki, tubuh dan atap candi. Tak heran, orang Bali menyebut candi ini sebagai Candi Tebing Gunung Kawi. Gunung artinya gunung. Kawi artinya memahat. Jadi, Gunung Kawi memiliki makna: memahat tebing (gunung) untuk membuat candi.Â
Selain empat candi berciri Hindu di sisi Barat yang menghadap ke Timur (arah Sungai Pakerisan), di posisi agak ke Selatan terdapat satu candi lagi. Jadi ada 5 candi di sisi Barat sungai.Â
Dari papan nama, kompleks candi di sisi Barat ini bernama Candi Prasadha Ukir. Sedangkan Candi Tebing Gunung Kawi sendiri lebih merujuk ke candi di sisi Timur Sungai Pakerisan.Â
Candi yang dibangun di sisi Timur Sungai Pakerisan agaknya lebih istimewa lagi. Jumlahnya juga lima buah. Dibangun di tebing yang agak tinggi dari tebing di sisi Barat. Seakan kedua candi ini saling berhadapan. Secara fisik, konstruksi candi di kompleks Candi Gunung Kawi ini hampir sama. Khusus yang di sisi Timur, terdapat pahatan-pahatan huruf kuadrat dari zaman Kediri Jawa Timur, yang memberi informasi sangat penting bagi para arkeolog.Â
Karena sudah berusia lebih dari 1000 tahun, kondisi pahatan candi di kompleks ini nampak mulai aus. Terpaan sinar matahari, guyuran hujan serta sifat higroskopis tebing batu yang menjadikan kondisi candi seperti ini. Namun, secara umum bentuk asli dari candi tebing masih nampak.Â