Kehadiran Mas Irwan dengan rombongan Reog-nya ke Prigen pagi itu adalah luar biasa menurut saya. Di tengah himpitan munculnya seni-seni modern, Mas Irwan dan kawan-kawan tetap semangat melestarikan seni tradisi yang bagi beberapa anak zaman milenial kurang dikenal. Kalau tidak ada orang-orang seperti Mas Irwan, saya yakin, perlahan tapi pasti, seni-seni tradisi semacam ini akan layu dan mati.
SINGO BOLANG
"Kami sudah keliling Indonesia Pak," lanjut Mas Irwan yang saya taksir usianya belum genap 25 tahun. Dia bercerita, Grup Reog Singo Bolang pimpinan Pak Tri dari Madiun sudah 6 tahun melakukan aktivitas Nguri-uri budaya seperti ini. Hampir tiap hari selalu tampil di seluruh pelosok negeri. "Kita libur kalau Bulan Puasa dan Bulan Besar (Bulan dalam kalender Jawa) saja," ungkap Mas Irwan.Â
Cocok dengan aktifitas keseharian Grup Reog Ponorogo ini. Memang, ada dilema dalam pembuatan perangkat seni ini. Penggunaan Bulu Merak dan Kulit (Kepala Harimau), bagi saya juga cukup jadi tanda tanya. "Kalau kulit Kepala Harimau ini, selain dari dalam negeri kita impor pak," ungkap mas Irwan. Harganya sekitar 15 juta sampai 20 juta," Mas Irwan tiba-tiba menjawab rasa penasaran saya. "Itupun kita peroleh secara legal!"
"Kalau bulu meraknya sudah ada pemasok yang mengumpulkan dari penangkaran, Taman Safari dll," papar Irwan. Dari angka yang disebutkan tadi, saya jadi geleng-geleng kepala. Ternyata, tidak sekedar tenaga, keringat, waktu, dan pengorbanan lainnya. Butuh biaya besar juga ternyata untuk membuat Dhadak Merak ini. Memang saya lihat, tidak hanya Harimau Loreng tapi juga ada Harimau Putih yang digunakan untuk Topeng Reog nya.
Siang, pukul 13.00 Lapangan Kelurahan Prigen sudah dipenuhi warga. Mereka berbondong bondong ingin menyaksikan tampilan Parade Reog yang akan digelar.
Seakan tak mempedulikan panas yang masih menyengat dan lapangan yang agak berdebu. Dengan sabar masyarakat Prigen dan sekitarnya, yang kebanyakan sambil momong (mengasuh anak), menunggu atraksi dimulai. Ya, mengenalkan seni tradisi pada anak-anak usia dasar adalah penting bagi pelestarian budaya bangsa ini. Tak lama, rombongan pun datang.Â
Hokya.. hokya.. hokya... teriakan teriakan penuh semangat dari rombongan penari Reog menggetarkan sekitar lapangan. Dua Puluh Reog yang tadi pagi berjajar di trotoar sudah datang berombongan memasuki lapangan yang sudah tertutup terpal di sekelilingnya.
Atraksi pun dimulai. Diiringi musik khas yang rancak, Parade Reog Ponorogo menampilkan gerakan tarian mirip Singa dan Harimau. Kekuatan leher para pemain Reog tak perlu diragukan lagi.
Atraksi demi atraksi mengalir di tengah lapangan Kelurahan Prigen yang berdebu. Panas mentari tak menyurutkan penonton untuk terus bertahan di pinggir lapangan.