Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Serunya Blusukan Melacak Candi Gambar Wetan

19 Oktober 2020   22:10 Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:05 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arca Dwarapala di Teras Kedua (dok. pribadi)

Tak perlu lama bernegoisasi. Disepakati, saya harus bayar Rp. 50,000. Harga ini lumayan mahal dibanding ngojek naik Bukit Teletubies. Tapi karena saya tidak tahu lokasinya, saya pun setuju saja. Deal, Pak Syukron pun menyalakan motornya.

Awalnya motor melaju cepat melalui jalan tanah yang cukup lebar memasuki  areal perkebunan.  Aneka tanaman holtikutura ada di area ini. 

"Ini masuk area Perkebunan Gambar," kata Pak Syukron sambil memacu motornya. Cengkeh dan  Kopi saya jumpai di kanan kiri jalan. Saya jumpai penduduk kampung yang sedang mancari rumput yang tumbuh subur di sela-sela tanaman perkebunan. Di kejauhan nampak pula kebun Tebu yang sudah mendekati masa panen.

Tak sampai 10 menit, Pak  Syukron belok ke kanan. Motor melaju pelan. Memasuki jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki atau naik motor. 

Karena beliau warga asli Desa Gambar, Kecamatan Nglegok tentu sudah hafal dengan tempat ini.  Saya pun tak ragu diboncengnya walaupun motor berjalan di tepian jurang kecil.

Sebenarnya, saat di Bukit Teletubies tadi, saya sempat bertanya pada penjaga loket tentang lokasi  Candi Gambar Wetan. Katanya, lokasinya dekat  dari tempat parkir. Tapi saya sudah hafal dengan kata "dekat" bagi orang lokal, yang artinya "jauh" bagi pendatang seperti saya.  Maka, tak mau ambil resiko, saya cari saja Ojek Kampung yang hafal  jalan menuju lokasi candinya.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Alhamdulillah, tak lebih dari 20 menit. Sampai juga di lokasi. Motor menepi dan berhenti di jalan setapak. Tepat di pinggir pagar kawat berduri. 

Ooo.. ternyata, pagar kawat ini yang membatasi area perkebunan dengan situs cagar budaya. Tempatnya asri dan sepi. Hanya suara burung hutan setia menemani.

Siang menjelang sore itu hanya saya dengan Pak Syukron di lokasi. Pintu masuk ke situs yang terbuat dari besi ringkih sudah terkunci. Pertanda sang juru kunci sudah pergi. 

"Masuk saja lewat sini," kata Pak Syukron sambil menunjukkan pada saya celah pagar kawat berduri yang agak lebar. Saya agak ragu sebenarnya. Tapi beliau meyakinkan itu aman-aman saja. Toh, bukan untuk mencuri atau berbuat kriminal lainnya.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pak Syukron membantu melebarkan pagar kawat agar bisa saya lewati dengan membungkuk. Setelahnya, beliau juga mengikuti saya. Lumayan, ada teman yang menemani memasuki kawasan situs ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun